Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan telah mematik para pemimpin daerah untuk melakukan perubahan, salah satunya adalah usul agar daerah penyangga sekitar Jakarta seperti Depok, Bogor dan Bekasi digabungkan menjadi Jakarta Raya. Hal ini diungkapkan oleh Wali Kota Depok, Mohammad Idris dengan alasan akan lebih cepat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di sekitar daerah penyangga Jakarta. (www.republika.co.id, 27/7/2022)
Usulan ini sempat menjadi kontroversi di kalangan pejabat dan anggota dewan. Namun satu yang pasti, mengapa sampai ada usulan tersebut, tentu publik sudah bisa menebaknya. Ini diakibatkan begitu kentalnya kesenjangan yang terjadi antara satu kota dengan kota lainnya. Kita ketahui Jakarta dengan segala kemewahan dan fasilitas yang bukan kaleng-kaleng sebagai ibu kota negara, tentu mempunyai segalanya, dibalik problematika penduduknya. Namun untuk daerah penyangga di sekitarnya, bukan saja kesejahteraan penduduknya yang lebih rendah dari Kota Jakarta, terkadang fasilitasnya pun tak memadai.
Inilah yang menjadi dasar terlahirnya usulan pembentukan Jakarta Raya dengan harapan menyejahterakan masyarakat. Akan tetapi perlu kita ingat bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang mempunyai prinsip trickle down effect walaupun memacu pertumbuhan, nyatanya telah gagal mewujudkan pemerataan, karena masalah kesenjangan di masyarakat tak terelakkan.
Problematika kesenjangan masyarakat tak lepas dari diterapkannya kapitalisme di negeri ini. Kapitalisme bertumpu pada teori pertumbuhan semata, tidak memperhatikan aspek distribusi. Aspek distribusi tersirat dalam trickle down effect, yakni efek menetas ke bawah yang menjelaskan tentang kebijakan ekonomi yang berfokus pada pemilik modal, lalu dengan sendirinya menetes ke bawah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata. Negara tidak mengambil peran dalam distribusi, sehingga terbukti hanya sebagian masyarakat --yakni golongan kaya saja-- yang bisa mengakses segala pelayanan yang berkualitas. Sementara sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah harus berjibaku dengan kesulitan ekonomi yang berujung pada kesulitan mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas.
Jadi solusi masalahnya bukanlah dengan membentuk Jakarta Raya, namun solusi itu harus muncul dari analisa terhadap akar masalah yang menjadi penyebab adanya kesenjangan sosial dan ekonomi. Akar masalahnya ada pada penerapan sistem kapitalisme. Berharap kesejahteraan akan hadir dalam sistem ini, tentunya tak kan pernah terwujud. Karena sistem kapitalisme ini telah terbukti rusak dan cacat sejak dari awal kemunculannya.
Oleh karenanya, kita butuh sistem yang secara fitrah mampu memenuhi semua kebutuhan manusia dengan adil. Sistem yang mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan, baik di kota maupun di desa. Kita butuh sistem yang sempurna dan paripurna. Sistem ini adalah sistem Islam.
Islam bukan hanya sebuah agama ritual belaka, namun juga sebuah ideologi yang khas. Islam mempunyai pandangan dan aturan yang sesuai fitrah manusia karena berasal dari zat yang menciptakan manusia.
Dalam pandangan Islam, pertumbuhan ekonomi terjadi ketika produktivitas masyarakat terjaga dan tidak dibatasi oleh jumlah. Dengan kata lain Islam tidak membatasi produktivitas, namun Islam mengatur mekanisme yang digunakan. Tentunya mekanisme produksi harus sesuai dengan hukum Allah Swt. Barang dan jasa yang boleh diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan hanyalah jenis barang dan jasa yang dihalalkan oleh Allah Swt.
Sesuatu yang diharamkan menurut hukum syara', maka hal itu tidak boleh ada, baik secara jasa, pendistribusian, konsumsi, bahkan sejak awal proses produksinya. Dengan tidak adanya barang-barang serta jasa yang diharamkan, maka masyarakat akan terjaga.
Negara dalam pandangan Islam justru fokus pada tanggung jawabnya terhadap aspek distribusi. Yakni memberikan jaminan bahwa setiap individu rakyatnya benar-benar terpenuhi kebutuhan asasi yang bersifat individu seperti sandang, pangan dan papan, juga terpenuhi kebutuhan asasi yang bersifat komunal yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan jaminan terdistribusikannya barang dan jasa kepada masing-masing rakyat, akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini negara mewajibkan bekerja bagi laki-laki sebagai kepala keluarga. Dengan bekerja maka mekanisme ekonomi akan berlangsung secara alami. Bagi rakyat yang tidak mampu bekerja, misalnya karena sudah renta atau mengalami kelemahan fisik (cacat) ataupun mental, maka negara mendistribusikan kebutuhannya melalui mekanisme non-ekonomis, yakni pemberian oleh negara secara cuma-cuma.
Bagi rakyat miskin, negara bisa memberikan modal kerja melalui skema zakat. Negara juga memastikan bahwa orang yang kaya (muzakki) wajib mengeluarkan zakat mal-nya. Negara mendorong rakyatnya untuk mengembangkan harta dengan jalan yang sesuai syariat, namun negara melarang praktik kanzul al-mal (menimbun harta), praktik mafia, kartel, penimbunan produk, menipulasi, riba, money game, dan sebagainya di pasar dan di tengah masyarakat. Dengan begitu setiap individu rakyat mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan hartanya, dan memperoleh keuntungan dari hartanya dengan cara yang benar dan sehat.
Negara Khilafah mempunyai kebijakan praktis yang memastikan pendistribusian berjalan dengan benar, sekaligus mengatasi kesenjangan ekonomi. Kebijakan tersebut antara lain:
1. Kewajiban zakat, yakni harta yang diambil dari orang kaya yang sudah memenuhi nishab dan haul. Harta zakat yang sudah terkumpul kemudian didistribusikan kepada mereka yang termasuk dalam 8 ashnaf.
2. Waris dan nafkah, baik waris maupun nafkah sama-sama bisa digunakan untuk menjamin kebutuhan keluarga.
3. Hak dari mendapatkan manfaat atas kekayaan milik umum, seperti hasil pengelolaan minyak bumi, tambang emas, batubara, nikel dan sebagainya. Hasil pengelolaan kekayaan milik umum ini didistribusikan kepada rakyat, dalam bentuk jaminan pendidikan, kesehatan, keamanan, fasilitas perumahan, kebutuhan dasar seperti air, listrik dan sebagainya.
4. Pemberian negara khilafah kepada mereka yang membutuhkan. Hal ini diambil dari kekayaan milik negara, seperti tanah pertanian bagi yang mampu bercocok tanam, serta membiayai mereka dari harta kharaj maupun jizyah.
Itulah beberapa prinsip dasar ekonomi dalam sistem Islam (khilafah) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat. Melalui mekanisme tersebut, negara Khilafah akan mampu menghilangkan kesenjangan masyarakat dan memberikan kesejahteraan yang hakiki.
Oleh karena itu peran negara sangatlah penting, yakni untuk memastikan distribusi kekayaan yang adil dan merata dalam bentuk barang dan jasa kepada seluruh rakyat. Negara hadir secara langsung untuk menjamin hal tersebut. Inilah yang membedakannya dengan negara kapitalis yang berlepas diri untuk mengurusi rakyatnya. Negara kapitalis hanya memposisikan dirinya sebagai regulator (pembuat aturan).
Walhasil kesenjangan ekonomi akan hilang dengan bergantinya sistem, yakni dari sistem kufur kapitalisme ke sistem Islam yang sempurna dan paripurna. []
Penulis : Titin Kartini
0 Komentar