Rencana pemekaran wilayah di Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan sedang dibahas oleh pemerintah kota (pemkot) Bogor, bahkan kajian naskah akademik untuk merealisasikan pemekaran tersebut telah rampung. Irwan Riyanto, selaku Pelaksana Harian Sekretaris Daerah (Sekda) mengatakan rencana pemekaran wilayah membuat Kecamatan baru merupakan keseriusan Pemkot Bogor karena sudah menjadi tuntutan. (Bogor Kita.com,18/07/2022)
Pemekaran wilayah tersebut rencananya akan terealisasi pasca Pemilihan Umum (pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Lantaran pemekaran wilayah ini akan membutuhkan banyak anggaran. Pemekaran ini dilakukan berkaitan dengan jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah kelurahan yang tidak boleh di bawah 5 kelurahan per kecamatan serta demi optimalisasi pelayanan publik masyarakat yang berada pelosok wilayah Kota Bogor. (republika.co.id,19/07/2022)
Pemekaran wilayah dilakukan oleh Pemkot Bogor sebagai upaya agar pelayanan publik bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Sudah seharusnya, pelayanan publik menjadi fokus pemerintah untuk senantiasa diperbaiki dan ditingkatkan pelayanannya agar semakin hari semakin baik. Tidak dipungkiri, pelayanan publik di negeri ini terlihat belum optimal, apalagi jumlah anggota masyarakat yang banyak sehingga antri menjadi budaya pemakluman bagi masyarakat.
Padahal, pelayanan publik menjadi hak bagi masyarakat dan kewajiban bagi Pemkot untuk memfasilitasinya. Namun, anggaran selalu menjadi kendala, sehingga sulit untuk merealisasikannya. Ironis memang, negeri yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah ini, senantiasa mengalami krisis ekonomi ditambah hutang negara semakin hari semakin menumpuk. Di sisi lain, pajak terus digenjot oleh Pemkot untuk menopang krisis dana, sedangkan masyarakat tidak pernah mendapatkan kompensasi yang memadai dari pajak yang mereka bayar.
Kabupaten Ponogoro sebagai contoh wilayah yang melakukan pemekaran menjadi dua kecamatan baru. Dana sebesar Rp 2,7 miliar disiapkan untuk membangun gedung kantor kecamatan di wilayah tersebut pada 2020. Sedangkan pada 2021, APBN sedang dalam proses penyusunan, Pemkab Ponogoro akan menganggarkan dana sebesar Rp 2,5 miliar untuk membangun dua kecamatan. Dan sisanya dianggarkan di tahun 2022 untuk pembangunan gedung mapolsek, puskesmas, KUA dan sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan. (ponorogo.go.id).
Rencana pemekaran wilayah, memiliki sisi baik sekaligus sisi buruk di dalamnya. Pasalnya, rencana pemekaran harus segera dilakukan tetapi pemerintah tidak memiliki anggaran. Akhirnya, pemekaran wilayah menjadi ajang proyek empuk bagi swasta/korporasi yang 'berbaik hati' untuk membantu pembiayaan pemekaran wilayah dengan dana yang tentunya tidak sedikit. Sehingga swasta melihat pemekaran wilayah sebagai sumber pundi-pundi rupiah yang baru bagi mereka, dan merekalah yang memperoleh keuntungan terbesar dalam hal ini.
Begitu besar anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan pemekaran wilayah. Jika yang menjadi alasan pemekaran wilayah adalah untuk optimalisasi pelayanan publik, maka pemekaran wilayah adalah langkah yang tidak tepat. Seperti kita ketahui, dalam sistem kapitalis sekuler, pemerintah hanya berperan sebagai regulator. Sedangkan pelaksana teknis berbagai pelayanan publik diserahkan kepada swasta. Artinya, segala hal yang berkaitan dengan urusan rakyat tidak diurusi oleh pemerintah, yang notabene menjadi tugasnya. Namun urusan tersebut telah dengan suka rela diserahkan kepada swasta, bahkan terkadang swasta asing dengan dalih investasi.
Walhasil, tidak heran jika pelayanan publik yang baik dan berkualitas dibandrol dengan standar harga yang tidak murah. Karena swasta melihat hal ini sebagai ajang bisnis untuk meraup keuntungan yang sangat menggiurkan baginya. Lalu di manakah peran pemerintah dalam hal ini? Pemerintah yang bernaung dalam sistem yang meminggirkan peran agama dalam kehidupan, hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator bagi rakyat. Peran pelayan bagi rakyat tidak ada dalam kamus kapitalis sekuler. Justru pemerintah menjadi pelayan bagi swasta/korporasi untuk membuka peluang bisnis bagi mereka dengan mengakomodir semua hajat rakyat demi uang. Alih-alih pelayanan publik bisa teroptimalisasi, malah pelayanan publik menjadi sangat mahal.
Inilah bukti rusaknya sebuah sistem yang berasal dari lemahnya akal manusia. Pengurusan rakyat diabaikan, rakyat terus diperas dengan pajak. Rakyat hidup miskin dan sengsara. Inilah buah dari penerapan sistem yang mengagungkan kebebasan kepemilikan.
Potret periayahan negara kapitalis sekuler sangat berbanding terbalik dengan potret periayahan negara kepada rakyat dalam sistem Islam (khilafah). Jika dalam sistem kapitalis sekuler rakyat hidup bergelimangan penderitaan dan kemiskinan, sebaliknya sistem khilafah menjadikan hidup setiap individu rakyatnya makmur dan sejahtera. Khilafah senantiasa hadir di tengah-tengah rakyat untuk menyelesaikan dan menjamin semua kebutuhan rakyat tanpa terkecuali, termasuk yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Dalam buku struktur negara khilafah karangan Syeikh Taqiyuddin An Nabhani, dijelaskan bahwa dalam sistem khilafah ada lembaga yang mengurusi adminitrasi (jihaz al idari) yang bertugas untuk memberi pelayanan administrasi negara dan melayani kepentingan rakyat. Lembaga pelayanan publik ini diatur dalam tingkat departemen, biro, dan unit. Dengan prinsip pengaturan administrasinya adalah sederhana dalam sistem, cepat dalam pelaksanaan tugas, serta memiliki kemampuan (profesional) bagi mereka yang diamanahi mengurus urusan administrasi. Hal ini untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik benar-benar ditujukan untuk memudahkan urusan pemenuhan kebutuhan rakyat.
Adapun untuk pendanaan pelayanan publik seperti pembangunan kantor administrasi dan gaji pegawainya akan ditanggung oleh baitulmal dari pos pemasukan kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Sehingga khilafah benar-benar mengurus semua keperluan administrasi dalam pelayanan publik yang merupakan bagian dari tanggung jawabnya. Sistem khilafah tidak memberi celah bagi swasta/korporasi untuk mengurus hajat hidup rakyat, seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis sekuler.
Sangat mudah bagi khilafah untuk mewujudkan sistem administrasi dan pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh rakyatnya. Hal ini karena sistem khilafah menerapkan semua sistem kehidupan berlandaskan syariat kafah. Khalifah sebagai kepala negara pun memahami fungsi dan tanggungjawabnya sebagai pelayan rakyat. Pemimpin bervisi akhirat yang senantiasa menyadari pertangungjawabannya bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat. Rasulullah Saw. bersabda, ”Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari).
Inilah mekanisme khilafah dalam mengurus semua urusan rakyat yang bersandar pada keimanan dan ketakwaan penguasanya. Kesempurnaan khilafah dalam meriayah rakyat karena bersumber dari hukum sang pencipta manusia, dimana hukum tersebut adalah yang terbaik bagi umat manusia. Hanya dengan khilafah semua ini bisa diwujudkan. Maka wajib bagi kaum muslim untuk mengupayakan kembalinya sistem mulia ini, dengan menjadi bagian dari barisan orang-orang yang memperjuangkannya. Hingga khilafah 'ala minhajin nubuwah tegak kembali di muka bumi ini. []
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar