Dilansir dari Katadata.co.id, Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa negeri ini telah melakukan swasembada beras. Hal ini didasari oleh kecukupan cadangan beras per bulan dari tahun 2019 hingga Juni 2022. Begitulah hasil Survei Cadangan Beras Nasional (SCBN) 2022. Dinyatakan bahwa stok beras nasional tidak kurang dari 9 juta ton pada Maret-Juni 2022. Survei ini dilakukan di 34 Provinsi dengan 47.817 sampel dan rumah tangga dengan mengambil 33.717 unit (9/8/2022).
Menurut Hasil Sembiring, Ilmuwan Laison Scientist dari International Rice Research Institute (IRRI Representatif) Indonesia bahwa perhitungan ketersediaan beras tersebut menggunakan metode Kerangka Sample Area (KSA). Ia katakan bahwa perhitungan itu tepat dan tidak diragukan lagi validitasnya (Berita satu.com 10/8/2022).
Tercatat rata-rata stok beras di rumah tangga konsumen adalah 9-10 kilogram (Kg) per rumah tangga. Sedangkan stok terbanyak disimpan oleh Perum Bulog yang mencapai 1,11 juta ton. Kemudian stok di pedagang sebanyak 1,04 juta ton, di penggilingan sekitar 690.000 ton, di hotel, restoran, kafe, dan industri lainnya sebanyak 280.000 ton. Selain itu realisasi produksi 2020 tercatat naik 50.000 ton dari capaian stok beras 2019 sebanyak 31,31 juta ton menjadi 31,36 juta ton. Kemudian di tahun berikutnya 31,33 juta ton beras. Sehingga bisa dikatakan dalam empat tahun berturut-turut negeri ini mengalami surplus beras.
Dengan stok beras yang demikian banyak setelah panen raya yang diperkirakan sebanyak 15 juta ton, maka Menteri Pertanian mengatakan, Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor beras di tahun ini, karena kondisinya aman.
Bulan Juni lalu, Menteri Pertanian, Sayhrul Yasin Limpo sedang mempersiapkan strategi untuk mengeskpor beras, yang akan dilakukan jika pasokan beras berlebih. Syahrul menyatakaan bahwa hal ini sesuai dengan yang diamanahkan oleh presiden.
Berdasarkan data BPS tahun 2021, Indonesia tercatat sudah sembilan kali melakukan ekspor beras ke luar negeri. Diantaranya Uni Emirat Arab, Filipina, bahkan Amerika dan China. Tahun ini pun demikian, pemerintah juga tengah mempersiapkan ekspor beras ke lima negara tetangga, yakni Tiongkok, Brunei Darussalam, Timur Tengah, Malaysia dan Filipina.
Namun pada kenyataannya di tengah melimpahnya stok beras nasional, justru harga beras semakin mahal. Dalam kurun waktu satu tahun, harga beras premium mengalami kenaikan sebesar 1,63 persen. Penyebabnya adalah tingginya biaya produksi. Cina, Filipina, Vietnam juga Thailand mempunyai biaya produksi yang relatif lebih rendah.
Selain itu dalam laporan tahunan Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index/GHI) Oktober tahun 2021 lalu menyatakan bahwa Indonesia masuk dalam kategori moderat, menuju kategori serius. Juga termasuk peringkat ketiga negeri tertinggi tingkat kelaparannya di Asia Tenggara.
Dengan begitu, swasembada beras yang dimulai tahun 2019, sesungguhnya beras tersebut tidak terdistribusi dengan baik kepada rakyat. Hal ini pun sesuai dengan hasil riset dari Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada desember 2021 lalu yang memprediksi tingkat kemiskinan Indonesia berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara dengan 29,3 juta penduduk.
Sehingga pemerintah yang saat ini sedang bersuka cita bahwa Indonesia sudah bisa swasembada, beras tersebut terdistribusi kemana? Walaupun di dalam survei dijelaskan bahwa sekian persen beras terdapat di rumah tangga konsumen, namun konsumen yang mana?
Padahal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), swasembada diartikan sebagai usaha untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Sedangkan dalam arti luas, swasembada pangan adalah capaian peningkatan ketersediaan pangan dalam wilayah nasional.
Swasembada pangan adalah ketika negara mampu mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi dan konsistensi kebijakan (Kompas.com 2/4/2022). Karena menurut ketetapan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan melakukan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional.
Sedangkan ketahanan pangan menurut UU No. 18/2021 tentang pangan disebutkan bahwa, “Kondisi ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman dan terjangkau.”
Walaupun negeri ini mengalami surplus beras yang demikian banyak, namun apakah ketahanan pangan otomatis tercapai? Menurut Head of Agriculture Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Aditya Alta tidaklah demikian. Dalam keterangan tertulisnya, Aditya mengatakan bahwa kebijakan swasembada pangan tidak menjamin keterjangkauan pangan, karena dalam dunia perdagangan global sekarang ini, impor pangan menjadi alternatif yang lebih mudah. Ia juga manyatakan bahwa banyak faktor dalam produksi dan distribusi pangan domestik yang kurang efisien dan membuat biaya produksi menjadi tinggi (Republika.co.id 8/8/2022).
Aditya juga memaparkan walau swasembada beras dapat teraih namun produktivitas pangan cenderung stagnan dalam periode yang sama. Selain itu, produksi beras yang berlebih tersebut berkat intensifikasi dan perluasan lahan pertanian yang dicapai dengan upaya yang panjang dan pembiayaan yang besar.
Apalagi saat ini inflasi di tanah air mencapai 4,94 persen, yang di angka tersebut menurut Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, inflasi pangan berkontribusi cukup tinggi, yakni 10,47 persen. Karena seharusnya inflasi pangan terjaga di level lima hingga enam persen. Dengan kondisi ini pastinya mengancam masyarakat kalangan bawah yang akan kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Padahal tugas utama pemerintah atau penguasa adalah mensejahterakan rakyatnya. Seperti tersebut pada Hadis Riwayat Muslim,”Imam adalah pengurus, ia bertangung jawab atas (urusan) rakyatnya”. Maka jelas, urusan tersedianya pangan bagi rakyat sampai per kepala adalah juga tanggungjawab penguasa. Penguasa harus memastikan makanan terdistribusikan kepada setiap individu rakyat. Bukan hanya disalurkan ke pasar-pasar kemudian rakyat harus mendapatkan sendiri dengan cara membeli, bahkan dengan harga tinggi.
Sebagaimana saat suatu malam Umar bin Khathab melakukan inspeksi dan menemukan ada ibu beserta anaknya yang kelaparan, kemudian Umar langsung membawakan dengan memanggul sendiri sekarung makanan untuk mereka yang diambil dari Baitul Maal.
Negeri ini adalah negeri yang kaya, tanahnya subur. Ketika seluruh potensi kekayaan yang ada di kelola dengan benar, bukan hal yang mustahil negeri ini akan mencapai swasembada tidak hanya pangan, tapi juga aspek yang lain. Sehingga tidak ada lagi rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan atau mengalami kesulitan hidupn karena swasembada pangan bukan hanya sekedar untuk mewujudkan Nawacita.
Wallahualam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar