Kata viral hari ini menjadi sesuatu yang didamba bahkan dikejar oleh sebagian kaum milenial. Jalan mudah menjadi terkenal, katanya. Fenomena ini semakin menggila saat pandemi Covid 19 melanda. Aktifitas yang mayoritas dilakukan di dalam rumah, menjadikan gawai semakin tak bisa lepas dari keseharian. Beragam aplikasi hiburan yang ditawarkan semakin memanjakan penikmat media sosial (medsos) berselancar di dunia maya.
Akhirnya medsos menjadi salah satu cara menunjukkan ekspresi dan eksistensi diri. Entah karena memang dorongan ingin meraih materi atau hanya sekedar mencari sensasi. Klik sana sini, update status terkini, jadilah konten yang kemudian menyebar ke seluruh jagat medsos. Dari awalnya hanya orang biasa, bahkan dipandang sebelah mata, tiba-tiba dipuji dan disanjung bak artis idola setelah viral di media. Dan ini cukup menjadi magnet yang menyeret orang lain untuk ikut melakukan hal yang sama. Yang penting viral. Syukur-syukur bisa mendapatkan cuan.
Yang penting viral, terkenal, banyak dibicarakan orang, tak peduli konten yang dibawakan apakah positif atau justru sebaliknya. Faktanya konten unfaedah, membahayakan atau bahkan berupa kemaksiatan justru laku keras mengundang banyak penggemar. Pundi-pundi rupiah pun berhasil dikumpulkan. Kaidah atau aturan agama ditinggalkan. Tak ada hukum halal-haram karena ini zaman kebebasan, dalihnya. Cuan dijadikan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan. Maka itulah yang terus di kejar.
Pamer tubuh, mengumbar aurat di medsos menjadi hal yang biasa. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan tak lagi ada batasan. Konten fashion show ala Barat semacam Citayam Fashion Week viral. Konten pacaran pun tak kalah menyedot begitu banyak penonton. Dengan medsos semua begitu cepat menular dan menyebar. Yang lain meniru karena sama-sama ingin viral.
Jika ini dibiarkan, bisa dibayangkan bagaimana kualitas generasi muda negeri ini ke depan. Terjebak dengan gaya hidup hedon, liberal, jauh dari gambaran generasi yang memiliki visi misi besar dan visioner. Padahal masa depan peradaban ada di pundak generasi muda.
Bagaimana agar bisa selamat dari semua ini? Sebagai seorang muslim, maka tidak ada cara lain kecuali dengan kembali kepada Islam. Bagaimana Islam memberikan tuntunan tentang nilai perbuatan. Mana perbuatan baik mana perbuatan buruk. Mana perbuatan terpuji mana tercela. Mana perbuatan halal mana haram. Mana yang boleh dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. Semua dipertimbangkan dengan satu keyakinan, setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt dan tidak ada yang terlewat dari pengawasan-Nya sedetikpun.
Oleh sebab itu, seorang muslim harus berilmu sebelum beramal. Imam Bukhari rahimahullah menyatakan dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, Bab “Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu sebelum berkata dan beramal), lantas beliau menyebutkan dalil. Di sini menunjukkan bahwa kita harus berilmu sebelum beramal. Tidaklah sah suatu amalan yang tidak didasari ilmu terlebih dahulu. Orang yang beramal tanpa ilmu, itulah yang mirip dengan kaum Nasrani. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Haytsam bin Muhammad Jamil Sarhan.
Jadi, buat apa menjadi viral tetapi menjadi pribadi yang tidak bermoral, bahkan mengajak orang lain untuk ikut menjadi tidak bermoral? Untuk apa viral mendapat banyak cuan namun mengorbankan iman? Untuk apa viral mendapat sanjungan manusia tetapi mendapat murka Allah? Generasi muslim sejati bukanlah generasi yang sibuk mengejar viral demi cuan atau sanjungan. Generasi muslim sejati adalah generasi yang cerdas akal, kuat iman, siap menyonyong masa depan menjadi pemimpin peradaban.
Wallahu’alam.
Oleh Heni Ummu Faiz
0 Komentar