Antara KB Gratis Dan Keluarga Sejahtera

 


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menanggung pemasangan alat kontrasepsi dalam rangka program keluarga berencana (KB) secara gratis untuk masyarakat. Hal ini tentu merupakan kabar bahagia bagi masyarakat, mengingat harga KB di bidan atau rumah sakit tidaklah murah. Ada empat jenis layanan yang ditanggung oleh BPJS kesehatan diantaranya, tubektomi dan vasektomi, konsultasi dan pemasangan KB, KB spiral atau IUD, dan KB suntik (CNN Indonesia, 10/08/2022).

Sejarah KB di Indonesia dirintis oleh para ahli kandungan sejak tahun 1950-an dengan maksud untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada saat itu. Pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang merupakan organisasi yang bergerak di bidang KB. Namun, aktivitasnya banyak mendapat hambatan, terutama dengan adanya KUHP Nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan mengenai keluarga berencana.

Pada akhirnya PKBI diakui sebagai badan hukum pemerintah dan diambil keputusan bahwa dalam usahanya mengembangkan dan memperluas program KB, PKBI bekerjasama dengan instansi pemerintah. Yang pada tahun itu ditandatangani oleh Presiden Soeharto terkait Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisi kesadaran pentingnya merencanakan jumlah anak dan menjarangkan kelahiran sebagai hak asasi manusia (klikdokter.com).

Di era orde baru, program KB sangat berjaya dan berhasil mencapai target nasional serta mendapatkan dukungan dana tak hanya dari dalam melainkan juga dari luar negeri. Bahkan bank dunia memberikan dukungan dana agar promosi KB berhasil hingga ke wilayah pelosok di Indonesia. Dunia internasional pun menjadikan Indonesia sebagai model untuk membangun Program KB nasional yang kuat.

Menurut hasil survei dasar kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2012, program ini mengalami stagnasi yang memperlihatkan angka kelahiran total Indonesia masih 2,6 anak per wanita dan jumlah pengguna kontrasepsi hanya meningkat 1,5% pertahun serta angka kematian masih tinggi. Stagnasi ini terjadi karena adanya desentralisasi program KB dari tingkat pusat ke daerah yang mengakibatkan kebingungan peran dan tanggung jawab di antara pelaksana serta faktor dana menjadi salah satu penyebab terjadinya stagnasi program KB tersebut.

Di tahun 2016, pemerintahan Jokowi kembali menggiatkan program KB dengan mengerahkan ribuan dokter untuk mengedukasi dan memberi pengetahuan kepada masyarakat terkait KB. Pemerintah juga mendorong keterlibatan perempuan Indonesia yang tergabung dalam PKK sebagai motor penggerak posyandu, KB maupun dalam menggerakkan program kesejahteraan keluarga di seluruh desa dan KB menjadi program prioritas.

Dijadikannya KB sebagai program prioritas sebagai langkah nyata pemerintah untuk mengajak seluruh masyarakat dunia dalam mewujudkan ibu sehat, anak sehat, keluarga sehat dan sejahtera. Dan program ini dianggap menjadi salah satu penopang dalam menjaga kelanjutan pertumbuhan ekonomi di sebuah negara (tempo.co,25/01/2016).

Benarkah kebijakan birth control melalui program KB, dapat menjamin kesejahteraan keluarga ataukah ada maksud terselubung dibalik massifnya program ini yang diaruskan di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia? Apalagi di tahun 2020-2030 Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi, yang dianggap ancaman bagi dunia.

Sementara itu di negeri-negeri Barat mengalami lost generation. Hal ini diakibatkan minimnya jumlah kelahiran setiap tahunnya. Pernikahan yang jarang terjadi secara otomatis menyebabkan tingkat kelahiran merosot drastis. Berdasarkan data sensus penduduk pemerintah Jepang, jumlah penduduk tua semakin meningkat menjadi 21 persen dari total penduduk jepang yang mencapai 127,76 juta pada tahun 2005.

Jepang telah berupaya keras dengan berbagai cara untuk memotivasi penduduknya agar memiliki lebih banyak anak di tengah kecemasan krisis demografi di masa datang. Tapi kenyataanya sangat sulit direalisasikan, karena gaya hidup sekuler dan liberal dengan seks bebas yang telah mendarah daging menjadikan warganya enggan terikat dalam pernikahan.

Dari sini terbukti, kontrol populasi melalui program KB tidak ada korelasinya dengan peningkatan kesejahteraan. Kecurigaan bahwa program KB adalah strategi Barat dalam menghambat populasi penduduk dunia Islam bukanlah isapan jempol belaka. Karena negara-negara Barat menganggap pertambahan penduduk di dunia Islam akan menjadi ancaman bagi kepentingan mereka.

Dalam Islam, pembatasan kelahiran sangat bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Bahkan Islam mendorong kaum muslimin untuk menyegerakan menikah dan memiliki keturunan yang banyak. Nabi saw bersabda,”Nikahilah wanita yang penyayang dan subur karena aku akan berbangga dengan kalian di hadapan umat-umat yang lain” (HR Abu Daud).

Pernikahan dalam Islam bertujuan memiliki keturunan sebagai generasi penerus yang akan memperjuangkan dan mempertahankan kemuliaan Islam. Konsep ini dibarengi dengan kewajiban orangtua memberikan cukup nafkah dan pendidikan bagi anak-anaknya. Seorang muslim yang berbekal keimanan menyakini bahwa rezeki berasal dari Allah Swt. dan setiap anak yang terlahir ke dunia ini telah ditetapkan rezekinya.

Orangtua yang beriman dan bertakwa harus menghilangkan rasa takut dan khawatir tidak tercukupi rezeki untuk anak-anaknya. Karena ketakutan ini dapat pemicu munculnya keinginan menunda kehamilan, menggugurkan kandungan atau bahkan menunda pernikahahan. Allah swt berfirman,”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu” (QS Al Isra :31)

Keluarga memiliki hak untuk memiliki keturunan. Tidak boleh ada pihak manapun yang mengintervensi dengan aturan pembatasan jumlah anak, termasuk negara. Negara dalam hal ini berperan memfasilitasi setiap kepala keluarga dengan membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan, agar dapat menafkahi keluarga dengan cara yang layak.Negara juga wajib memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara adil dan merata.

Di masa Khalifah Umar Bin Khattab ra, disediakan subsidi kepada semua bayi, baik yang masih menyusui maupun yang sudah disapih. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat berlanjut di masa kekhalifahan Umar Bin Abdul Aziz yang merupakan salah satu keturunan dari Umar Bin Khattab. Sampai-sampai di masa kepemimpinannya tidak ada satupun orang yang menjadi mustahik zakat atau layak menerima zakat, karena semuanya telah hidup sejahtera.

Walhasil, jelaslah sudah bahwa persoalan kemiskinan dan kesejahteraan rakyat bukanlah disebabkan oleh kepadatan penduduk. Akan tetapi, penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadi biang rusaknya sistem perekonomian dunia. Sehingga satu-satunya cara untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat adalah kembali pada sistem perekonomian Islam yang bersumber dari Zat Pencipta manusia dan seluruh alam semesta, yaitu Allah Swt. Wallahua’lam.


Oleh: Siti Rima Sarinah

Posting Komentar

0 Komentar