Data Digital Kebobolan, Siapa Diuntungkan?




Dengan perkembangan revolusi Industri 4.0, semua kebutuhan diarahkan menjadi serba digital. Secara tidak sadar semua data pribadi diserahkan secara suka rela ke big data. Baik itu nama, alamat, NIK, nama ibu, dimana posisi kita, data pembelian online, nomor telepon genggam dan lainnya. Kesemuanya itu disimpan dengan rapi di satu server yang dinamakan big data. Sangat berbeda saat semua serba konvensional.


Pembobolan Big Data 


Keamanan penyimpanan dalam big data ini sudah sejak lama menimbulkan kekhawatiran. Banyak kasus pembobolan data yang terjadi tidak hanya di luar negeri namun juga kasus pembobolan berulang kali di negeri ini. 


Seperti misal kasus pembobolan data di tahun 2018 silam saat Australia menyimpan data biometrik berupa wajah sebagai alat pengawasan dunia digital. Hal ini diaplikasikan pada kartu mengemudi yang dapat melacak orang di dunia nyata maupun maya. Padahal para ahli telah memperingatkan bahwa data biometric dapat disalahgunakan. 


Kemudian kasus di dalam negeri, pada awal 2020, 91 juta data pengguna market place Tokopedia bocor lalu dijual. Selanjutnya kebocoran data 2,3 juta warga pemilih aktif di Indonesia bocor. Berikutnya di tahun 2021, sebanyak 279 juta data pengguna BPJS dibobol dan dijual di forum hacker. 


Selain itu pada 2021, Insikt Group mengabarkan adanya peretasan pada 10 kementerian lembaga pemerintah Indonesia. Otak dari penyerangan itu dilakukan oleh Mustang Panda Group, peretas asal Tiongkok. Dugaan ini disinyalir adanya upaya spionase dari Tiongkok dalam upaya menghadapi situasi yang menghangat di laut Cina Selatan.  


Kapitalisme Pengawasan (Surveillance Capitalism)


Sebelum itu semua, pada 2014 silam, di Amerika terjadi skandal pembobolan data besar-besaran guna meraih kemenangan saat pemilu presiden. Negara yang nyata-nyata mengagungkan demokrasi dan menggaungkan kebebebasan hak untuk memilih, justru menggunakan cara curang dalam pesta demokrasi mereka sendiri. 


Skandal ini telah menyedot data pribadi pengguna facebook sebanyak 50 juta akun pemilih Amerika secara ilegal. Informasi yang dikumpulkan adalah data mentah dari facebook tentang kontak pribadi, informasi demografi hingga kecenderungan politik. Diduga kuat pelakunya adalah Cambride Analiytica, sebuah firma yang disewa Trump untuk kemenangannya. 



Tentunya Cambridge Analytica bukan firma abal-abal. SCL Grup, yang merupakan induk perusahaannya, kerap mengerjakan proyek pemerintah maupun militer seperti penelitian keamanan hingga operasi pemberantasan narkoba. Setelah proyeknya bersama Trump usai dengan mahar yang sangat besar, ia kerap disewa oleh negara lainnya untuk mengerjakan proyek yang sama. Seperti di Kenya, Kolombia, India juga St Kits & Navis. 


Sejurus dengan itu, Jenifer Cobbe, peneliti teknologi dari Universitas Cambridge dalam tulisanya yang dimuat di ‘Open Democracy’ menyatakan bahwa masalah peretasan data ini bukan hanya sebatas pencurian data pribadi. Namun lebih dari itu, hal ini adalah soal kapitalisme pengawasan (surveillance capitalism). Untuk menggambarkan aktivitas pengawasan via internet secara luas yang pastinya berefek pada perubahan perilaku manusia. 


Dalam tulisannya, Cobbe menjelaskan bahwa tiap kali menggunakan intenet, masyarakat mungkin sedang menjadi subyek percobaan internet untuk mendapatkan cuan secara efektif. Kapitalisme pengawasan (surveillence capitalism) ini mengawasi kehidupan manusia demi laba perusahaan digital. Kemudian mengubah semua hal yang dilakukan via internet menjadi paketan data yang menjelaskan siapa kita per individu secara rinci. Kemudian data lengkap tersebut dijual oleh perusahaan digital kepada pasar periklanan (Tirto.id 21/3/2018).


“Begitulah cara internet dibangun. Nyatanya, internet ada bukan untuk kita, melainkan untuk mereka, para perusahaan kapital dan pemodal besar. Kita perlu melihat lebih dari kasus Cambridge Analytica dan Facebook. Sudah saatnya kita membicarakan peran pengawasan dalam kehidupan masyarakat yang semakin digital dalam konteks yang lebih luas”, pungkasnya.   


Perkembangan Teknologi Hakiki


Maka dari peristiwa banyaknya pembobolan data ini, ada hal yang menjadi catatan, pertama, sangat jelas keamanan data masyarakat tidak terjamin. Padahal semua fasilitas yang ada, meminta untuk memberikan data pribadi, sementara data tersebut justru menjadi santapan atas kerakusan kapital. Perlu dipertanyakan dimana hak privasi yang selama ini selalu disuarakan.


Kedua, orientasi kemajuan teknologi dalam sistem kehidupan yang hanya berbasis akal ini, pastinya tidak akan menyejahterakan semua masyarakat dan semua golongan. Padahal seluruh manusia di bumi seakan dipaksa untuk menerima teknologi 4.0 ini.  


Suatu hal yang alamiah, teknologi akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan keilmuan. Di era Rasulullah saw pasti berbeda teknologinya saat era Abbasiyah yang saat itu telah banyak ditemukan temuan-temuan yang menjadi landasan keilmuan terciptanya suatu barang. 


Banyaknya penemuan di masa kejayaan Islam, tak lekang oleh jaman. Hingga di jaman modern saat ini pun penemuan tersebut masih digunakan dan terus dikembangkan. Dengan demikian, perkembangan keilmuan berlandaskan wahyu dapat dirasakan dan dinikmati oleh banyak orang hingga berabad-abad lamanya. 


Mengapa bisa sangat berbeda? Karena dalam Islam yang dibangun pertama kali adalah manusianya. Dalam Islam, manusia dibangun dimulai dari kesadaran bahwa ia adalah hamba yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, yang memiliki seluruh alam semesta. 


Kemudian kesadaran tersebut menjadikan ia paham bahwa seluruh aktivitasnya harus terikat terhadap seluruh aturan Allah swt. Sehingga tiap perbuatannya selalu mengikuti apa yang Allah swt perintahkan dan menjauhi yang dilarang. Dengan dasar tersebut tentunya ia akan menjadi individu muslim yang kuat. 


Kuatnya syakhsiyah individu muslim ini, tentunya harus dibarengi dengan keberadaan negara yang juga mengikuti wahyu yang dengannya kemajuan teknologi akan diarahkan juga didanai. Bukan hanya itu, kemajuan teknologi dari pembangunan manusia yang berlandaskan wahyu dengan support negara, tidak hanya memenuhi potensi hidup manusia saja. Tetapi justru membangun potensi tertinggi manusia. 


Begitulah, Islam sangat memperhatikan kesejahteraan manusia sampai level tertinggi hingga kebangkitan manusia bukan hanya diraih oleh individu muslim saja. Namun juga diupayakan bagi seluruh manusia dan seluruh alam. 


Wallahualam 


Oleh Ruruh Hapsari








Posting Komentar

0 Komentar