Ketika Syahwat Telah Merasuki Diri, Entah Kemana Rasa Iba Itu




Kabar mengiris hati menimbulkan rasa marah dalam jiwa ketika mendapat berita seperti ini, dilansir dari Republika.co.id telah terjadi pencabulan yang menimpa seorang gadis remaja (13 tahun) penyandang disabilitas yang dilakukan oleh pria tak dikenal. Mirisnya peristiwa itu terjadi tak jauh dari tempat tinggal sang korban. Kepolisian menyelidiki kasus dan peristiwa ini yang menyebabkan korban trauma. (www.republika.co.id, 04/9/2022)


Ketika nafsu syahwat telah merasuki jiwa seseorang, menghilangkan rasa iba, akal pun entah kemana. Begitu teganya melakukan itu semua demi memuaskan nafsu sesaat, merusak dan menimbulkan rasa trauma yang tak mungkin hilang dalam sekejap mata. Perempuan kerap menjadi pelampiasan hawa nafsu laki-laki durjana tanpa memandang usia dan keadaannya. Yang penting mereka dapat menyalurkan birahinya, na'udzubilah.


Hal ini telah terjadi berulang kali. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang Januari hingga Juli 2022 terdapat 12 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di lembaga pendidikan. 12 kasus tersebut berjumlah 52 orang anak di mana berjumlah 31 persen anak laki-laki dan 62 persen anak perempuan. (www.kompas.tv, 23/7/2022)


Jumlah ini akan terus bertambah jika tak ada penanganan yang serius dari negara. Peran negara teramat penting dalam masalah ini. Namun, disadari atau tidak, negeri ini telah menganut ideologi kapitalis sekuler yang makin liberal. Pemahaman akidah Islam sebagai agama mayoritas kian terkikis dengan masuknya budaya dan tsaqofah asing yang bebas tanpa filter dari negara. Masyarakat bisa dengan bebas mengakses apa pun juga, termasuk situs-situs porno yang merusak akal masyarakat. Lebih miris lagi, akses situs tak senonoh ini dapat pula disaksikan oleh anak-anak. Pergaulan yang bebas tanpa batas, melegalkan perzinaan, miras, narkoba, semua menjadi biang kejahatan yang menghantarkan pada pelecehan seksual tingkat tinggi. Budaya membuka aurat pun kian marak dimana kaum hawa lebih suka memamerkan kecantikan tubuhnya, bahkan berlomba-lomba mengikuti fesyen ala kaum kafir.


Bagi sistem kapitalis semua tak jadi masalah ketika bisa maraup keuntungan bagi dirinya maupun golongannya. Tak ada urusan merusak atau pun tidak, karena standar perbuatan dalam sistem ini adalah manfaat (keuntungan materi).


Masyarakat merasa muak dengan semua ini. Kejahatan terjadi setiap detik, bahkan di depan mata kita, tanpa bisa berbuat apa-apa. Hukuman yang tertulis dalam rangkaian undang-undang seharusnya membuat jera atau takut bagi para pelaku kejahatan. Namun nyatanya tak ada efek jera bagi pelaku kejahatan seksual. Pelecehan seksual terus terjadi di berbagai tempat dan makin bervariasi. Padahal bagi korban, rasa takut dan trauma akan ditanggung seumur hidupnya, bahkan sampai ada yang nekat mengakhiri hidupnya. Masihkah kita harus menyaksikan dan mendengar kisah seperti ini terus bergulir bak bola salju tanpa penyelesaian yang tuntas hingga ke akarnya? Sudikah kita menyaksikannya?


Sebagai manusia yang diberikan akal dan naluri, tentu kita tak ingin semua ini terus terjadi. Kita ingin perlindungan dalam segala hal, sehingga kita bisa melepas diri atau pun anak-anak kita tanpa rasa khawatir akan kejahatan pelecehan seksual maupun kejahatan lainnya. Jika berharap pada sistem ini adalah suatu kemustahilan, lantas apa solusinya? 


Penduduk negeri ini mayoritas beragama Islam. Kita pun mengetahui Islam bukan hanya agama ritual belaka yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Akan tetapi Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari A sampai Z, karena Islam adalah sebuah ideologi. Ideologi Islam adalah ideologi yang sahih karenanya layak untuk diterapkan. Kesahihan ideologi Islam karena Islam sesuai fitrah, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Islam mempunyai aturan yang syamil (sempurna) dan kamil (menyeluruh) untuk manusia.


Begitu pun dalam hal penanganan atas tindak kejahatan seksual. Islam memiliki aturan yang komprehensif mulai dari pencegahan, penerapan hukuman bagi pelaku, serta solusi bagi korban. Pencegahan pertama, tentunya sistem Islam akan memaksimalkan peran negara (khilafah) dengan menutup keran-keran yang akan menimbulkan kejahatan seksual, mulai dari hulu hingga hilir. Khilafah juga melakukan edukasi secara mendasar kepada seluruh warga untuk mengikuti aturan negara terkait dengan pergaulan antar lawan jenis. Penerapan aturan ini diiringi dengan pemberian sanksi hukum yang tegas bagi warga yang melanggar aturan.


Imam Al-Ghazali pernah mengatakan "Agama adalah fondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Sesuatu tanpa fondasi, pasti runtuh. Sedangkan sesuatu tanpa kekuasaan, pasti hilang". Hal ini menjelaskan bahwasannya agama sebagai akidah yang merupakan pondasi kehidupan bagi individu, masyarakat dan negara. Maka ketika Islam menjadi fondasi kehidupan, Islam akan menjadi kaidah berpikir sekaligus kepemimpinan berpikir bagi individu, masyarakat dan negara. Yakni dengan menjadikan halal dan haram sebagai standar berpikir, bersikap dan berperilaku. Semua dilakukan demi menggapai rida-Nya. 


Sedangkan keberadaan negara/penguasa secara riil adalah menjaga penerapan aturan Islam dalam cakupan individu, masyarakat dan negara. Negara khilafah mempunyai kekuasaan penuh untuk menerapkan aturan dan memberlakukan sanksi yang tegas tanpa tebang pilih sesuai hukum Islam. Sanksi ini akan memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus mencegah perbuatan tersebut dilakukan oleh orang lain. Lebih dari itu, ketika seorang muslim melakukan pelecehan seksual dan ia rida dihukum di dunia sesuai hukum syara, maka kelak ia akan dibebaskan dari azab neraka yang amat pedih atas tindak kejahatannya. 


Ada ketegasan hukum Islam bagi pelaku kejahatan seksual. Dikutip dari buku "Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah" karya K.H. Hafidz Abdurrahman, MA ada sepuluh poin penegakan sistem sanksi, di antaranya:


Bagi yang belum menikah (ghairu muhshon) ketika ia berzina sanksinya dicambuk 100 kali.


Jika sudah menikah (muhshon) sanksinya dirajam, yaitu dikubur setinggi dada/leher, kemudian dilempari dengan batu hingga mati.


Bagi yang berusaha melakukan zina dengan perempuan ataupun hubungan sejenis, namun berhasil digagalkan dengan paksa, hukumannya adalah dipenjara selama tiga tahun, dicambuk dan diasingkan. Namun jika korban adalah orang yang berada di bawah kendalinya seperti pembantunya, stafnya, atau pegawainya, hukuman yang akan diberikan kepada pelaku lebih keras lagi. Namun jika korban melakukannya dengan sukarela maka sanksi yang sama akan diterimanya.


Jika pelaku berhasil membujuk korban dengan iming-iming uang atau janji akan dinikahi maupun yang lainnya, kemudian mereka hidup serumah layaknya suami istri, kecuali bersenggama, sanksinya adalah hukuman empat tahun penjara. Jika dilakukan dengan mahramnya sanksinya sepuluh tahun penjara disertai hukuman cambuk kemudian diasingkan dan ini berlaku juga untuk kaum hawa.


Jika ada tipu muslihat, kekerasan, ancaman, akan diberi uang ataupun yang lainnya sanksinya empat tahun penjara plus hukuman cambuk. Ini berlaku untuk pelaku baik laki-laki maupun perempuan begitu pun dengan korbannya bisa laki-laki maupun perempuan sanksinya sama.


Bagi para provokator, satu orang maupun lebih, baik laki-laki maupun perempuan untuk melakukan tindakan bejat, memfasilitasinya serta membantunya, maka diberi sanksi hukuman dua tahun penjara begitu pun dengan korban, sanksi yang sama berlaku untuknya jika ia terprovokasi perbuatan bejat tersebut.


Siapa yang memfasilitasi orang lain untuk berzina, berhubungan sejenis dengan media apapun, dengan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung, maka sanksinya lima tahun penjara dan dicambuk.


Jika perempuan menari dengan tujuan membangkitkan birahi, dengan bentuk menyalahi kepantasan publik, di tempat terbuka, atau semi terbuka yang bisa diakses orang dengan mudah, maka pelaku dan orang yang menghadirkannya dihukum penjara hingga tiga tahun.


Siapa saja yang melakukan gerakan atau body language yang bertujuan membangkitkan gairah seksual, dilakukan di tempat umum, sanksinya adalah hukuman dua tahun penjara dan dicambuk.


Siapa saja yang bersetubuh dengan binatang, sanksinya lima tahun penjara, dicambuk dan diasingkan.


Sepuluh poin di atas menunjukkan ketegasan khilafah dalam penerapan sistem sanksi bagi pelaku kejahatan seksual. Semua itu ditujukan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan dalam masyarakat. 


Selain itu negara juga mengatur hubungan interaksi laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya agar tidak terjadi ikhtilat atau campur baur di antara mereka tanpa keperluan yang sesuai hukum syara. Islam pun mengatur hukum pakaian bagi seorang perempuan yang sudah baligh dan mangajarkan kepada anak-anak perempuan mereka sedini mungkin untuk menutup auratnya.


Bagi korban tindak pelecehan seksual yang dirinya sama sekali bukan pemicu terjadinya tindakan tersebut, maka tidak diberikan sanksi atasnya. Ia akan diberikan perlakuan dan pendampingan khusus oleh negara dengan melibatkan keluarga/walinya agar pulih dari rasa takut dan trauma. Selanjutnya ia bisa menghadapi ujian hidup sesuai dengan tuntunan Islam. Hal ini diperkuat dengan pemahaman akidah, yakni iman kepada takdir baik dan buruk datang dari Allah Swt. 


Demikianlah gambaran aturan Islam yang komprehensif. Hanya dengan sistem Islam (khilafah) semua keamanan dan kenyamanan akan terjaga, terutama perlindungan bagi kaum hawa. Karena hanya Islamlah yang mampu memuliakan kaum perempuan. Perempuan dihormati dan dihargai layaknya perhiasan yang tak ingin tergores sedikit pun dan disentuh oleh yang bukan haknya. Akhiri semua bentuk pelecehan seksual dengan khilafah, InsyaAllah tak ada lagi cerita mengiris hati membuat emosi diri. Wallahu a'lam.


Oleh : Titin Kartini



Posting Komentar

0 Komentar