Kota Hujan, apa yang terpikir oleh kita ketika mendengar sebutan itu untuk Kota Bogor. Tentunya identik dengan hujan yang datang setiap saat. Memang benar Kota Bogor mempunyai curah hujan yang tinggi dibanding kota-kota lainnya. Tak ayal sebutan Kota Hujan pun melekat hingga saat ini. Tak afdol ketika berada di Kota Bogor tak merasakan sensasi hujannya. Begitu kira-kira anggapan orang yang berkunjung ke Kota Bogor.
Meskipun hujan disertai petir yang sering terjadi di kota ini tak pernah menyebabkan banjir, atau kalaupun terjadi banjir hanya menimpa sebagian kecil wilayah saja, akan tetapi tidak untuk kali ini. Banjir menghampiri sebagian besar Kota Bogor bahkan di tempat-tempat umum seperti stasiun kereta api dan jalan-jalan raya yang urgen dilewati masyarakat. Ini memang mengejutkan, hingga masyarakat bertanya ada apa gerangan dengan kota hujan?
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor mencatat ada 25 kejadian bencana yang terjadi pada Sabtu 27 Agustus 2022 malam. Bencana tersebut terjadi karena intensitas hujan deras yang disertai angin kencang.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Bogor, Teofilo Patrocinio Freitas menyebutkan beberapa bencana yang terjadi seperti pohon yang tumbang, tanah longsor hingga banjir. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan, dengan rincian Kecamatan Bogor Utara sebanyak empat titik, Bogor Timur satu titik dan Kecamatan Bogor Selatan enam titik yang lokasi nya berada di sepanjang aliran Ciliwung. (metro.sindonews.com 28/8/2022)
Bencana memang tak ada yang tahu, ia datang secara tiba-tiba. Namun seharusnya pemerintah sudah dapat mengantisipasi semua ini sejak awal jika daerah tersebut memang rawan longsor dan berada di sepanjang sungai. Tentunya tidak cukup hanya dengan mengatakan warga harus waspada dengan cuaca ekstrem. Dibutuhkan langkah kongkrit dengan menyelidiki apakah bencana ini murni karena cuaca ekstrem atau pengelolaan tata kota yang salah, karena baru terjadi saat ini di Kota Bogor. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kembali bencana yang berulang, atau setidaknya meminimalisir resiko bencana.
Penguasa dalam hal ini tentunya mempunyai peranan yang besar. Karena penguasa adalah pelayan umat, tanpa kompensasi. Namun pada kenyataannya tidak akan didapati pada sistem kapitalisme. Karena pada sistem ini segala sesuatu dinilai dengan manfaat atau keuntungan materi semata.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, penguasa cenderung mengambil kebijakan yang dapat menghasilkan keuntungan untuk dirinya maupun golongannya, tanpa menghiraukan kerusakan atau kerugian yang menimpa masyarakat. Padahal Rasulullah Saw. bersabda: "Kamu semuanya adalah penanggungjawab atas gembalanya. Maka, pemimpin adalah penggembala dan dialah yang harus selalu bertanggung jawab terhadap gembalanya." (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Sayangnya dalam penerapan sistem kapitalisme, sabda Rasulullah Saw. itu tidak berlaku. Hukum buatan manusia yang hanya berdasar pada hawa nafsu telah mendominasi pengaturan kepengurusan umat. Tata kota hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang dapat menghasilkan keuntungan, walaupun berdampak buruk bagi masyarakat luas. Seperti halnya yang terjadi saat ini ketika bencana terjadi di 25 titik di Kota Bogor. Sungguh Kota Hujanku kini tengah menderita.
Kota Bogor sebagai penyangga ekonomi ibukota Jakarta, menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi. Oleh karenanya Kota Bogor terus berbenah mempercantik diri agar pengunjung merasa aman dan nyaman. Taman-taman kota berikut destinasi wisata yang ditawarkan, serta pembangunan beberapa pusat perbelanjaan di Kota Bogor, telah mengalihkan persoalan utama dalam mengantisipasi bahaya yang mungkin terjadi, di antaranya bencana banjir.
Kita pernah mendengar sang Khalifah Umar bin Khattab pada masa pemerintahannya, beliau pernah berujar: "Jika ada keledai terperosok karena jalan yang rusak maka ia bertanggung jawab atasnya". MasyaAllah, betapa kepemimpinan dalam Islam begitu memperhatikan keselamatan binatang, terlebih lagi terhadap keselamatan masyarakat.
Hadirnya negara (pemimpin) dalam kepengurusan umat amatlah penting. Namun semua hanya ilusi belaka jika sistem yang diterapkan bukan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem yang sempurna, yakni sistem Islam.
Islam memberikan solusi atas semua problematika kehidupan. Karena Islam, selain sebagai agama, juga sebagai ideologi yang mempunyai aturan dalam segala hal. Untuk mengatasi bencana, Islam mempunyai dua tindakan yaitu tindakan pencegahan (preventif) dan tindakan evaluasi jika terjadi bencana (kuratif).
Tindakan preventif, yaitu upaya pencegahan dini, dilakukan dengan menerapkan pola pembangunan yang ramah lingkungan. Salah satunya dengan melestarikan hutan sebagai daerah resapan alami. Negara melindungi serta melarang alih fungsi lahan hijau, termasuk hutan, digunakan sebagai daerah industri. Dalam pandangan Islam, hutan merupakan harta milik umum yang dipergunakan untuk kemaslahatan umat, tidak untuk dikelola oleh swasta baik lokal maupun asing.
Demikian halnya sungai yang merupakan harta milik umum. Sungai beserta daerah sekitar sungai tidak untuk dijadikan milik individu ataupun swasta. Oleh karenanya pemukiman penduduk tidak boleh dibangun di daerah sekitar sungai. Negara bertanggung jawab menyediakan lahan untuk pemukiman penduduk yang aman dan layak untuk masyarakat. Karena tempat tinggal termasuk kebutuhan pokok masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Dalam artian segala fasilitas untuk pemukiman penduduk disediakan oleh negara, dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh negara. Sehingga daerah aliran sungai terbebas dari pemukiman liar penduduk. Negara juga harus menyediakan alat untuk peringatan dini bencana dengan memanfaatkan teknologi sehingga semaksimal mungkin menghindari jatuhnya korban jiwa.
Sedangkan tindakan kuratif adalah aksi cepat tanggap untuk menyelamatkan jiwa dan harta dengan terjalinnya sikap tolong-menolong. Negara menyediakan anggaran yang berasal dari baitulmal untuk menanggulangi bencana. Negara pun hadir sebagai penasehat untuk menguatkan keimanan masyarakat tatkala terjadi bencana agar mental mereka tunduk dan rida serta tawakal akan keputusan Rabb-nya. Dan tentunya bencana menjadi refleksi bagi penguasa atas kepengurusan umat selama ia berkuasa. Penguasa wajib bermuhasabah atas bencana yang mungkin terjadi karena kelalaiannya, yang menyebabkan kemaksiatan, sehingga ditimpa musibah. (Tinta Muslimah, Maman El Hakim).
Kedua tindakan tersebut, tindakan preventif dan kuratif, dilakukan oleh penguasa yang menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai khilafah. Khalifah akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Sosok pemimpin bervisi akhirat yang hanya ada dalam sistem Islam, yakni khilafah. Tegakkan syariat-Nya dalam bingkai daulah khilafah. Jangan biarkan dunia ini rusak oleh sistem kapitalisme.
Oleh : Titin Kartini
0 Komentar