Nama Bjorka belakangan membuat heboh jagat sosmed karena sebelumnya telah membocorkan data penting pemerintah. Hacker Bjorka makin meresahkan setelah membobol dan membocorkan file rahasia Presiden Republik Indonesia (RI). Kini, Bjorka kembali buka suara setelah beberapa saat sebelumnya akunnya disuspend oleh pihak Twitter. Kehadirannya seolah menegasikan tindakan polisi yang telah salah menangkap seorang pemuda penjual es asal Madiun.
Bagi sebagian netizen, hacker Bjorka adalah pahlawan. Sebab dia hadir di tengah kejengkelan dan kedongkolan masyarakat Indonesia terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM. Keberaniannya membuka data MyPertamina seolah memberi dukungan penuh kepada mahasiswa dan orang-orang yang berjuang melakukan demonstrasi terkait kenaikan harga BBM.
Bjorka telah berhasil mengambil hati sebagian masyarakat Indonesia karena memposisikan diri di pihak yang berseberangan dengan rezim, bahkan membocorkan data-data pribadi sebagian pejabat teras RI. Karenanya dia langsung mendapat dukungan untuk membongkar berbagai kasus besar yang terjadi di negeri ini. Fenomena ini tentu secara tidak langsung mencerminkan besarnya ketidakpercayaan rakyat terhadap kinerja pemerintah dalam menyelesaikan berbagai kasus besar dan penting. Dengan kata lain tampak nyata ketidakpuasan masyarakat atas performa pemerintah.
Namun di sisi lain kemampuan Bjorka membobol 1,3 miliar data warga Indonesia dan meretas data sejumlah lembaga negara seharusnya membuat masyarakat Indonesia ini memiliki kewaspadaan tingkat tinggi. Sebab itu menunjukkan bahwa keamanan siber di negeri ini sangatlah lemah.
Pasalnya bukan hanya sekali ini saja data bocor. Sebelumnya sudah berkali-kali terjadi. Salah satu kebocoran data yang terjadi adalah dibobolnya 1,3 juta data pengguna e-HAC yang bocor pada 15 Juli 2021. Ukuran data itu disebut mencapai sekitar 2 GB, berdasarkan keterangan VPNMentor. (Kompas.com, 01/09/2021). Begitu juga dengan bocornya 2,3 juta data warga Indonesia dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Informasi itu datang dari akun @underthebreach, Kamis malam 21 Mei 2020. Data yang dibobol termasuk nama, alamat, nomor ID, tanggal lahir, dan lainnya (Tempo.com, 3/9/2021). Jelas tindakan pembobolan data ini adalah suatu hal yang meresahkan dan mengusik rasa aman.
Pertanyaannya, mengapa hal itu gampang sekali terjadi di negeri ini? Ya jelas, karena Indonesia berada di posisi sebagai pengguna teknologi, yakni internet of Thing (ioT) dan juga Big Data. Pemilik risetnya adalah negara-negara Barat. Mereka pun menggunakan data dan teknologi untuk hegemoni mereka dalam menguasai dunia.
Ditambah lagi dengan berkembangnya paham kebebasan di negeri sekuler seperti Indonesia ini. Muncullah para peretas data baik dengan skala kelompok atau pribadi yang bertujuan mengumpulkan cuan. Dengan paham kebebasan ini, semua bisa dilakukan agar materi dan kesenangan pribadi terpenuhi. Tak peduli perbuatannya melanggar aturan sampai merugikan juga membahayakan banyak pihak. Tak peduli halal haram. Begitulah karakter individu dan bangsa dalam sistem sekular.
Bjorka justru memberi gambaran yang sangat gamblang akan hilangnya kemandirian digital negara Indonesia khususnya dan negara-negara berkembang pada umumnya. Betapa hegemoni negara adidaya dengan penguasaan teknologinya telah merenggut kedaulatan negeri ini tanpa ampun. Hampir semua data di tiap jiwa dan tiap jengkal tanah air ini sudah tersedot melalui kecanggihan teknologi yang ada. Tentu sangat mengerikan jika semua data itu jatuh ke tangan orang yang salah sementara tak satu pihak pun dari penguasa yang mau bertanggung jawab atas kelalaiannya tersebut.
Bjorka adalah salah satu bukti akan buruknya penjagaan keamanan digital dalam sistem sekuler ini. Semakin canggih teknologi yang dikembangkan, semakin keamanan akan data diri terancam. Karenanya kecanggihan teknologi itu harus dibarengi dengan kemandirian teknologi dari negara dan regulasi yang benar dengan tetap memperhatikan standar halal haram (syariat Islam) disamping harus dibentuk karakter individu pengguna yang berorientasi untuk memperjuangkan kebenaran, bukan pejuang cuan. Itu semua hanya bisa terwujud dengan penerapan sistem Islam yang sempurna. Wallahua’lam bisshowwab (KM)
Oleh : Kamilia Mustadjab
0 Komentar