Negeri Bebas Tawuran




Apa? Tawuran lagi? Pertanyaan tersebut kerap kita utarakan ketika mendengar kabar adanya sekelompok remaja yang melakukan keonaran saling serang antarsiswa dari sekolah yang berbeda. Saat ini tawuran bukan saja dilakukan oleh para siswa sekolah. Tawuran juga kerap terjadi pada para pemuda tongkrongan, tawuran satu daerah, bahkan tawuran antarwarga. Alhasil tawuran bagaikan tradisi di negeri ini. Adanya korban harta bahkan nyawa sekalipun, tak membuat tawuran ini lantas terhenti, namun justru semakin menjamur.


Dilansir dari detikNews telah terjadi tawuran antarwarga di kawasan Surya Kencana, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat yang menewaskan seorang remaja berusia 18 tahun. Dan saat ini sudah enam orang yang diamankan pihak kepolisian sebagai pelaku. Sementara sembilan pelaku yang diamankan berasal dari pihak korban. Peristiwa tawuran sendiri terjadi pada pukul 03.00 WIB dini hari. (news.detik.com, 17 /9/2022)


Miris rasanya dengan keonaran yang terjadi. Mau dibawa kemana sebenarnya negeri ini jika antarwarga begitu mudah tersulut emosi, saling sikat, saling serang dengan taruhan nyawa yang melayang sia-sia. Rasa aman yang semakin tak terjamin, menimbulkan rasa takut pada warga. Tawuran seringkali terjadi pada waktu yang seharusnya digunakan untuk bertaqarub kepada Sang Pencipta dalam sujud di sepertiga malam. Namun sayang warga yang notabenenya para pemuda ini lebih asyik membuat keonaran. 


Mungkinkah negeri tercinta ini bebas dari tawuran? Sebenarnya, apa biang penyebab terjadinya tawuran? Dan bagaimana solusi tuntas agar tawuran tidak lagi terjadi?


Seperti kita ketahui, negeri muslim terbesar ini menerapkan kapitalisme sekuler dan liberalisme. Paham sekularisme telah memisahkan agama dari kehidupan, dimana agama dilarang mencampuri urusan kehidupan. Agama hanya dipakai untuk ibadah ritual semata secara individu, hanya rutinitas, tanpa mengetahui makna sebenarnya dan tanpa diaplikasikan dalam kehidupan. Adanya liberalisme atau paham kebebasan telah menumbuhsuburkan segala macam tsaqafah yang berasal dari Barat tanpa adanya filter dari negara. 


Berharap pada sistem saat ini untuk memberantas tawuran, hanyalah ilusi belaka. Keamanan, kenyamanan dan ketentraman bagaikan pungguk merindukan bulan. Penyelesaian yang selama ini telah dilakukan tidak menyentuh sampai ke akarnya. Pihak keamanan bergerak ketika peristiwa tawuran telah terjadi. Hukuman yang diberikan pun tak jua membuat jera para pelaku. Sungguh miris bila ini terus terjadi.


Tidak ada sebab tanpa akibat. Tawuran hanyalah akibat dari sebab. Penyebabnya ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hilangnya identitas hakiki pada diri remaja. Sistem kehidupan sekuler telah mengikis identitas dan jati diri remaja sebagai hamba Allah. Mereka memandang kehidupan seakan sekadar tempat bersenang-senang. 


Akidah sekuler yang menjauhkan remaja dari aturan agama menjadikan mereka terombang-ambing dan terbawa arus. Jadilah remaja kita nirakhlak, gemar bermaksiat, dan berperangai buruk. Akidah sekuler pula yang mengeliminasi peran mereka sebagai pemuda. Generasi muda hanya tahu tentang eksistensi diri untuk meraih kepuasan materi. Jiwanya teracuni pemikiran sekuler, batinnya kosong dengan nilai Islam. 


Alhasil, remaja kita mudah frustrasi, gampang gundah, emosi tidak stabil, nirempati, hingga merasa insecure. Tidak ayal, banyak di antara remaja terbawa arus tawuran antarwarga, hingga nyawa menjadi taruhannya. 


Adapun faktor eksternal terbagi menjadi tiga aspek, yaitu keluarga, lingkungan dan negara. Faktor keluarga dipengaruhi oleh paradigma kedua orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Jika paradigmanya adalah sekuler kapitalistik, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi sekuler yang hanya berorientasi pada kesuksesan duniawi.


Memang, masa remaja adalah masa paling krusial. Mereka mengalami transisi dari fase anak-anak menuju dewasa. Pada masa inilah peran orang tua sangat mereka butuhkan untuk membimbing dan membina mereka menjadi berkepribadian mulia. Ini agar para remaja tidak mudah terbawa arus sekularisasi dan liberalisasi yang tengah gencar menyasar generasi.


Faktor lingkungan juga sangat memengaruhi pembentukan kepribadian generasi. Rumah dan sekolah merupakan lingkungan tempat generasi menjalani kehidupan sosial mereka. Jika kedua lingkungan ini tidak mendukung, bisa menyebabkan berbagai pengaruh negatif pada perkembangan anak-anak, bahkan hingga menginjak usia remaja, mereka masih mencari jati diri. Inilah masa perkembangan yang sangat rentan.


Lingkungan adalah tempat anak-anak tumbuh dan berkembang. Jika masyarakat hidup dalam lingkungan sekuler, agama tidak lagi menjadi pedoman hidup secara mutlak. Islam tidak lagi menjadi standar dalam menilai perbuatan. Akibatnya, pergaulan remaja menjadi bebas nilai. Gaya hidup liberal dan hedonis telah merusak kehidupan remaja. Tawuran menjadi ajang eksistensi diri. Bahkan banyak di antara remaja yang tak peduli dengan masa depan mereka. Mereka terseret arus pergaulan bebas seperti zina, hamil di luar nikah, hingga aborsi.


Sedangkan faktor negara ialah penerapan kurikulum dan sistem pendidikan, serta penerapan sistem sanksi yang membuat jera. Tugas negara adalah menciptakan suasana takwa pada setiap individu. Negara berkewajiban melindungi generasi dari paparan ideologi sekuler kapitalisme yang merusak kepribadian mereka.


Negara juga berkewajiban menyaring dan mencegah tontonan yang tidak mendidik. Salah satu penyebab remaja kita mengalami krisis moral juga karena tontonan yang tidak menuntun, seperti konten kriminal berbalut tantangan yang seolah keren dan eksis, atau tontonan porno yang mengajarkan nilai-nilai liberal.


Oleh karenanya, untuk menghasilkan generasi unggul, cerdas, dan bertakwa, tidak cukup mengurai masalah cabang saja. Sementara, akar masalahnya—kapitalisme sekuler—masih diterapkan dan menjadi pedoman dalam menyusun kerangka kurikulum dan kebijakan pendidikan.


Negeri ini harus mengevaluasi, mengoreksi, serta merevolusi total sistem pendidikan agar tawuran antarpelajar, antarwarga, dan problem remaja lainnya dapat terselesaikan secara tuntas.


Dengan kata lain, memperbaiki kerusakan remaja tidak cukup dengan penyelesaian dari ranah individu, keluarga dan lingkungan. Persoalan kriminalitas dan kenakalan remaja adalah buah penerapan kehidupan sekuler liberal. Maka penyelesaiannya haruslah sistemis dan komprehensif.


Negara selaku penyelenggara sistem pendidikan turut bertanggung jawab atas masa depan generasi. Bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban bisa dilihat dari kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu, Islam memberikan perhatian penting pada sektor pendidikan. 


Dari aspek preventif, negara akan melakukan langkah berikut: pertama, menyusun dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan kurikulum ini, semua perangkat pembelajaran akan merujuk pada penguatan akidah dan pemikiran Islam pada generasi. Penanaman dan pemahaman konsep bahwa Islam mengatur kehidupan harus diberikan sejak pendidikan prabalig hingga pendidikan tinggi. Dengan begitu, generasi kita akan tergambar cara harus bersikap dan beramal sesuai tuntunan Islam.


Kedua, pembiasaan amar makruf nahi munkar di lingkungan keluarga dan masyarakat. Masyarakat sebagai tempat generasi tumbuh dan berkembang harus menjadi kontrol sosial yang efektif. Dengan penegakan aturan sosial sesuai syariat Islam, masyarakat lebih mudah memberikan kontrol dan pengawasan terhadap perilaku maksiat dan kriminal. Angka kriminalitas dapat dicegah dan diminimalisasi dengan peran aktif masyarakat dalam berdakwah.


Ketiga, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap individu secara layak. Pendidikan adalah hak setiap anak. Negara akan memenuhi hak anak mendapat pendidikan dengan biaya murah bahkan gratis. Para Ibu juga bisa berfokus diri mendidik anak-anaknya karena kewajiban nafkah hanya akan dibebankan kepada laki-laki. Negara akan membuka lapangan kerja dan memberi peluang hingga modal berwirausaha bagi laki-laki agar mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Tidak akan ada bias fungsi peran ayah dan ibu karena negara memberdayakan mereka sesuai tupoksi syariat Islam. Dari aspek kuratif, negara akan menegakkan sistem sanksi berdasarkan ketentuan syariat Islam. Penerapan sanksi hukum yang membuat jera sehingga meminimalisir hal serupa terjadi kembali, bahkan menghilangkannya. Jika anak sudah akil balig, ia menanggung perbuatannya sendiri. Siapa pun pelakunya, usia remaja ataupun dewasa, akan diberlakukan sanksi yang sama. Dalam Islam, usia remaja yang umumnya sudah balig, sudah terkategori sebagai mukalaf, yaitu orang yang terkena taklif syarak. Artinya, perbuatan mereka terikat dengan syariat. Jika melanggar, mereka mendapat sanksi atas perbuatannya. 


Walhasil, melepaskan 'rantai gajah' tawuran bukan hanya dengan upaya alakadarnya, namun lebih dari itu, kita butuh suatu sistem yang mampu menjangkau semua permasalahan ini dari akar hingga daunnya. Tentunya tidak dengan sistem kapitalis sekuler yang bercokol saat ini, karena telah terbukti gagal memberikan solusi. Kita butuh sistem yang sempurna dan paripurna, yakni sistem Islam.


Islam hadir sebagai solusi hakiki, karena kedudukan Islam bukan saja sebagai agama ritual yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, namun Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain. Islam sebagai sistem yang sempurna dan paripurna mempunyai solusi hakiki dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Penyelesaian yang tuntas tanpa memunculkan permasalahan yang baru. 


Allah Swt. telah menjadikan agama Islam sebagai sistem kehidupan untuk mengatur sebuah negara, dengan pengaturan yang lengkap, tak ada yang terlewat. Hanya saja pertanyaannya, maukah kita diatur oleh aturan-Nya? Tidakkah kita ingin mengulang kembali masa kegemilangan peradaban Islam ketika aturan-Nya diterapkan secara kafah?


Tentu kita ingin peradaban gemilang itu bisa terwujud kembali saat ini. Dimana aturan Allah diterapkan dan ditegakkan kembali demi keselamatan manusia di dunia. Bukan hanya keselamatan di dunia, namun juga di akhirat kelak. Sistem Islam menjadikan akidah tertanam kuat dalam diri setiap manusia, sehingga ia akan selalu melangkah dalam koridor-Nya. Halal dan haram demi mendapatkan rida-Nya menjadi standar kehidupan. Bukan "bagaimana nanti", tapi "nanti bagaimana". Karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Yuuk bergerak memperjuangkan tegaknya sistem Islam kafah dalam naungan khilafah yang akan membebaskan diri ini dari tawuran dan problematika hidup lainnya.



Oleh: Titin Kartini




Posting Komentar

0 Komentar