Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan dan mendorong usaha produk lokal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Salah satunya adalah upaya agar UKM memiliki izin resmi bagi usaha mereka. DPRD Kota Bogor menggelar rapat paripurna dengan agenda Penetapan Perubahan KUA-PPAS Tahun 2022 dan penetapan Raperda tentang penyelenggaraan perizinan berbasis resiko. Perda ini sebagai pelengkap dari Peraturan Pemerintah (PP) No 5 Tahun 2021.
Bima Arya selaku Wali Kota Bogor mengharapkan keberadaan perda ini sebagai ikhtiar bersama dalam mendukung investasi sesuai visi dan budaya masyarakat Kota Bogor. Dan untuk memudahkan UKM produk lokal mendapatkan beberapa kemudahan pengawasan, diantaranya tidak ada kewajiban menyampaikan laporan kegiatan penanaman modal, pengawasan rutin melalui pembinaan, pendampingan, penyuluhan dan tidak ada inspeksi lapangan. (Republika.co.id, 07/09/2022.
Keberadaan Perda ini juga akan menjamin pengaduan masyarakat secara cepat, tepat, transparan, adil, tidak diskriminatif, tidak dipungut biaya dan terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS). Sehingga penerbitan perizinan menjadi lebih efektif dan sederhana serta pengawasan usaha yang transparan, terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan Undang-Undang.
Sekilas memang keberadaan Perda ini menjadi angin segar bagi UKM untuk mendapat peluang besar dalam meningkatkan produk lokalnya. Namun apakah dengan adanya Perda ini akan menjamin UKM bisa bersaing dengan produk luar yang membanjiri pasaran di negeri ini? Pasalnya, untuk meningkatkan dan mendorong UKM produk lokal tidak cukup hanya dengan mengeluarkan Perda terkait perizinan saja. Melainkan juga memerlukan mekanisme lain agar daya beli masyarakat terhadap produk lokal meningkat.
Fakta yang terjadi justru daya beli masyarakat terhadap produk lokal menurun bahkan tidak dilirik sama sekali. Pasalnya, produk luar yang beredar di pasaran kualitasnya lebih tinggi dibanding dengan produk lokal. Maka tidak aneh apabila masyarakat berbondong-bondong membeli produk luar dibandingkan produk lokal. Hal ini membuktikan bahwa produk lokal kalah bersaing dengan produk luar dari sisi kualitas maupun harganya. Dengan fakta demikian, apakah keberadaan perda tersebut akan menguntungkan pelaku UKM atau justru pengusaha/investor dan pemerintah?
Tidak dipungkiri bahwa dengan sistem OSS telah membuka peluang besar bagi pengusaha bermodal besar untuk berinvestasi. Hal ini tidak lain merupakan imbas perubahan yang sangat signifikan dari UU Cipta Kerja, yaitu menggunakan paradigma sistem perizinan biasa menjadi perizinan berbasis resiko. Sehingga bisa dipastikan pihak mana yang bisa meraup keuntungan besar dengan adanya sistem perizinan berbasis risiko tersebut.
Sistem OSS ini juga membuka peluang bagi investor asing untuk ikut serta bermain, karena kebijakan “sistem perlindungan” ini diberlakukan untuk semua pelaku usaha, dan para investor dapat menguasai pangsa pasar yang ada di negeri ini. Kondisi ini menjadi bukti nyata, dimana para investor inilah yang mendapat keuntungan besar, dan pelaku UKM hanya bisa gigit jari.
Siapa yang kuat dialah yang menang. Ini adalah potret sistem kapitalis yang bertahta saat ini. Kebijakan yang lahir dari sistem yang menuhankan materi, telah memposisikan penguasa hanya sebagai regulator (pembuat aturan) yang menguntungkan bagi para investor. Tak nampak wujud penguasa sebagai pelayan bagi rakyatnya, melainkan pelayan bagi kepentingan para investor.
Setiap kebijakan yang lahir dari sistem kapitalis ini hanya berujung pada kesengsaraan rakyat. Tak satupun kebijakannya pro terhadap rakyat. Justru rakyat menjadi sapi perahan penguasa kapitalis. Selama hidup dalam kungkungan sistem kapitalis yang batil ini, rakyat tidak akan mungkin hidup layak dan sejahtera.
Maka diperlukan sistem aturan yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sistem tersebut tak lain adalah sistem khilafah. Sistem khilafah menerapkan syariat Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk didalamnya menerapkan sistem ekonomi Islam yang bertujuan memberikan penghidupan yang layak bagi seluruh warga negaranya.
Dalam penerapan sistem ekonomi yang termasuk sektor perdagangan, maka negara akan menjadi pihak yang akan memfasilitasi sektor tersebut, dari hulu hingga hilir. Khilafah sebagai negara yang memiliki kemandirian akan berupaya untuk memproduksi apa saja yang dibutuhkan oleh rakyat.
Khilafah pun akan mengerahkan para ahli dan pakar untuk mengedukasi rakyat, menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas baik. Sehingga akan mendorong daya beli masyarakat pada produk lokal, karena produk lokal tidak kalah kualitasnya dengan produk luar.
Selain itu, negara tidak akan membuka peluang bagi negara lain untuk menjual produknya, apabila produk tersebut tersedia di dalam negeri. Sehingga bisa dipastikan pelaku usaha kecil sekalipun bisa mendapatkan keuntungan, karena negara memerankan fungsinya sebagai pelayan bagi rakyatnya.
Inilah tupoksi sesungguhnya seorang penguasa dalam Islam. Yang hanya memfokuskan pelayanannya terhadap apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Rasulullah Saw. bersabda: "Pemimpin negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Al Bukhari).
Sosok penguasa seperti inilah yang dibutuhkan dan dirindukan oleh rakyat hari ini. Yang tak sedikit pun terbersit keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang diberikan kepada rakyat. Karena ia sadar bahwa amanah yang dibebankan di atas pundaknya ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Sudah saatnya berpaling dari sistem yang menyengsarakan rakyat menuju sistem khilafah yang memberi kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Islam dengan seperangkat aturannya menjadi solusi tuntas atas permasalahan yang dihadapi oleh umat. Wallahua’lam.
Penulis : Siti Rima Sarinah
0 Komentar