APBD Naik, Mampukah Kesejahteraan Rakyat Terwujud?

 


Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor 2022 mengalami kenaikan sebesar Rp 561 miliar. Dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), APBD 2022 Kota Bogor naik, yang sebelumnya Rp 2,5 triliun menjadi Rp 3 triliun. Juru bicara fraksi DPRD Kota Bogor Angga Alan Surawijaya mengapresiasi kenaikan pendapatan yang dilakukan oleh Pemkot Bogor. 

Dengan adanya penambahan anggaran ini, Angga berharap terdapat peningkatan dalam segi infrastruktur di Kota Bogor. Seperti penyelesaian pembangunan Masjid Agung dan pemasangan CCTV di titik-titik rawan tindakan kejahatan dan untuk penanganan bencana yang masih dikeluhkan masyarakat. (Radar Bogor, 26/09/2022)

Di sisi lain, banyak hal yang disoroti oleh DPRD Kota Bogor terkait Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor Said Muhammad Mohan menyebut rata-rata SiLPA Kota Bogor bisa mencapai Rp 200 miliar sampai Rp 300 miliar setiap tahunnya. Menurut Mohan, sejatinya anggota dewan berusaha mendorong, mendukung dan mengawasi setiap program yang dilakukan pemerintah.

Fungsi pengawasan Dewan pada jalannya program-program pemerintah perlu lebih ditingkatkan, agar anggaran bisa terserap dengan baik. Contohnya, penghematan anggaran anggota Dewan yang disisihkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi 2.800 warga yang sama sekali belum mendapatkan bantuan sosial selama pandemi Covid-19 dibatalkan Dinas Sosial setempat dan menjadi SiLPA. (antaranews, 09/01/2022)

Penambahan APBD ini seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan. Seperti pemberian dana Bansos dan BLT yang diberikan pemerintah jumlahnya masih sangat minim dan tidak diterima secara merata di kalangan masyarakat. Bantuan ekonomi semacam Bansos dan BLT ini bisa ditambah dan diperluas jangkauannya, sehingga bisa meringankan beban perekonomian masyarakat yang semakin terpuruk. Namun sayangnya, penambahan APBD justru digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan sektor pariwisata yang menjadi andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. 

Seperti inilah pengelolaan keuangan menurut sistem kapitalis liberal. Pemerintah Daerah diminta membuat terlebih dahulu rancangannya agar bisa mencairkan dana dari pemerintah pusat dan PAD. Pemerintah Daerah harus membelanjakannya sesuai RAPBD. Pengelolaan keuangan seperti ini menjadi lahan basah bagi pejabat daerah. Padahal mereka telah diberikan gaji dan fasilitas yang mewah, namun masih saja mencari peluang untuk melakukan korupsi. 

Maka bukan hal yang aneh apabila terungkap banyak kasus kepala daerah yang melakukan korupsi dana Bansos dan BLT. Mencuatnya fakta korupsi kepala daerah memang bukanlah hal yang baru. Berdasarkan situs kpk.go.id, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tak kurang dari 22 Gubernur dan 148 Bupati/Walikota telah ditindak oleh KPK. Sebagian besar tertangkap korupsi karena anggaran yang dikucurkan sangat besar dan menjadi lahan basah korupsi. (antikorupsi.org) 

Untuk itu perlu ada upaya sistemik dalam mengatasi tindak korupsi yang dilakukan oleh para pejabat. Di antaranya dengan mengelola keuangan negara secara terpusat. Belanja Daerah disesuaikan dengan kebutuhan dan diatur oleh Pusat, termasuk pengaturan skala prioritas penggunaan anggaran. 

Setiap negara pasti memiliki APBN, begitu juga dalam sistem Islam (khilafah). Bedanya, APBN negara khilafah tidak dibuat setiap tahun seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis. Dan tata aturan pengelolaan sistem keuangan negara khilafah sangatlah unik, berbeda dengan yang diterapkan dalam sistem pemerintahan saat ini. Khilafahlah yang memiliki wewenang untuk mentabani (mengadopsi) penyusunan APBN. 

APBN dalam Islam memiliki pos-pos pemasukan yang tetap dan jumlah dananya beragam. Alokasi penggunaan anggarannya didasarkan pada hukum syarak dan pandangan Khalifah terhadap kemaslahatan rakyat. Aktivitas pembiayaan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan penting. Tidak dibenarkan kebutuhan tersebut melanggar hukum syarak sehingga kas negara tidak mudah bocor dikarenakan penggunaan yang boros. 

Selain itu, ada tiga badan pengawas anggaran belanja negara, yaitu al-Muwazanah al-Ammah, al-Muhasabah al-Ammah, dan al-Muraqabah. 

Al-Muwazanah al-Ammah merupakan badan yang mempersiapkan anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan pendapat Khalifah, berkaitan dengan besar kecilnya pendapatan dan pembelanjaan harta yang dimiliki negara. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan dan belanja riil secara umum dengan mengikuti fakta pendapatan dan belanja negara yang sedang berjalan secara rinci.

Adapun al-Muhasabah al-Ammah adalah badan yang mengendalikan semua harta negara. Dengan kata lain, badan ini yang bertugas memeriksa harta negara dari segi keberadaanya, keperluan, pendapatannya, pembelanjaannya, realisasinya dan pihak-pihak yang berhak menerimanya.

Sedangkan al-Muraqabah bertugas sebagai badan yang mengawasi dan meneliti secara mendalam bukti-bukti hasil pemeriksaan harta negara dan peruntukannya dari al-Muhasabah al-Ammah. Juga melakukan fungsi pengawasan terhadap harta negara, meyakinkan ada atau tidaknya harta, sah atau tidaknya harta yang ada dan keperluan-keperluan serta memeriksa para penanggung jawab yang berkaitan perolehan, peruntukan dan pembelanjaan harta tersebut. Badan ini pun bertugas memeriksa urusan administrasi semua badan-badan dan biro-biro negara beserta stafnya.

Selain ketiga badan tersebut, dalam sistem khilafah, rakyat, majelis umat, majelis wilayah, hingga partai juga berfungsi sebagai pengawas. Sehingga peluang berlaku curang atau memanfaatkan kas APBN akan bisa segera diatasi. 

Adanya mekanisme badan pengawasan yang ketat ini, akan meminimalisir kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan. Semua ini berjalan atas dorongan iman, saling nasihat-menasihati dengan cara yang makruf.  Selain itu, negara akan menetapkan sanksi yang berat bagi siapa saja yang melakukan penyimpangan terhadap pengelolaan APBN yang diamanahkan kepadanya.

Skala prioritas penggunaan anggaran didasarkan pada hukum syarak dan demi kemaslahatan rakyat. APBN dikeluarkan untuk kepentingan rakyat semata, bukan untuk kepentingan kaum tertentu. Hanya saja, mekanisme pengelolaan dan pengawasan ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem yang menjaga hukum Islam berjalan sempurna dalam bingkai sistem khilafah, bukan sistem yang lain. Pengelolaan APBN dan APBD yang baik sesuai ketentuan hukum syarak akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat. Wallahua’lam.



Posting Komentar

0 Komentar