…
Indonesia is the most beautiful land in the universe
The land where we were born
The nation where we grew up
So many colours that lived together in peace
With a million timeless treasures
With an abundance of natural wealth
Indonesia is not just wonderful
Indonesia is a wonderland
….
(Lagu Wondeland Indonesia, Alffy Rev)
Ya memang seperti itulah Indonesia. Negeri dengan abundance of natural wealth. Negeri yang tak hanya indah tetapi sangat kaya akan sumber daya alam. Salah satunya adalah bahan tambang. Hanya saja kekayaan yang melimpah ini tidak dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Dampak liberalisasi menyebabkan sektor pertambangan, sebagaimana yang tercermin dalam berbagai regulasi di sektor tersebut, sebagian besar dikelola oleh sektor swasta, baik lokal maupun asing. Pemerintah melalui BUMN dan BUMD juga terlibat dalam pengelolaan sektor ini, namun jumlahnya relatif kecil. Pada pertambangan migas, berdasarkan data Kementerian ESDM (2016), terdapat 69 kontraktor yang terlibat dalam kontrak pengelolaan migas di tanah air.
Kontraktor-kontraktor tersebut sebagian besar merupakan investor asing, seperti Chevron, Mobil Cepu, Total E&P, Conocophillips, CNOOC, dan PetroChina. Pertamina, satu-satunya BUMN yang mengelola sektor migas, hanya berkontribusi 83 ribu atau 10 persen dari total produksi 831 ribu barel per hari. Kerjasama Pertamina dengan perusahaan-perusahaan swasta, seperti Golden Spike, Medco, PetroChina, dan Talisman juga menghasilkan produksi tambahan 22 ribu barrel per hari.
Rupanya para kapitalis asing tidak cukup puas dengan mengusai sektor hulu migas. Mereka pun ingin meraup cuan lebih dengan bermain di sektor hilir. Tergiur pasar Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat besar di Indonesia, mereka pun blusukan menjajakan produk migas langsung ke rakyat dengan mendirikan SPBU-SPBU di Indonesia. Lalu, menggandeng tangan penguasa agar melariskan jualannya dengan menetapkan kebijakan pro pemodal tapi mencekik rakyat. Seperti, mencabut subsidi, agar disparitas harga antara SPBU plat merah dan swasta menjadi kecil. Hingga isu penurunan kualitas BBM bersubsidi agar konsumen beralih ke BBM non subsidi bahkan ke BBM yang dijual di SPBU milik asing.
Walhasil, ini berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Masuknya Indonesia ke dalam peringkat 100 negara termiskin di dunia adalah buktinya. Mengutip gfmag.com, Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91 di dunia pada 2022 diukur dengan produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) dan purchasing power parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja. Tercatat, angka PDB dan PPP RI sebesar US$14.535. Ditambah dengan kenaikan harga BBM saat ini bisa diprediksi kemiskinan di Indonesia akan lebih parah. Karena kenaikan BBM tidak hanya berdampak pada naiknya anggaran transportasi, tapi menyebabkan inflasi sebagai efek dominonya.
Tentu saja tak ada yang rela dengan kondisi seperti ini. Kita tidak ingin senantiasa dalam ironi. Oleh karena itu, kita butuh tata kelola baru dalam sektor migas.
Perspektif Islam
Barang tambang merupakan milik umat. Keberadaannya haram dimiliki individu atau swasta apalagi asing. Imam Ibnu Qudamah, seorang fuqoha, telah merinci masalah ini. Beliau berpendapat bahwa barang tambang yang tampak (zhâhir) seperti garam, air, sulfur, ter, batubara, minyak bumi, celak, yakut dan semisalnya merupakan milik umum; tidak boleh dimiliki secara privat dan dikuasakan kepada siapapun meskipun tanahnya dihidupkan oleh orang tertentu. Penguasaan yang mengabaikan syariat tersebut akan membahayakan dan menyusakan kaum muslim seluruhnya.
Senada dengan Ibnu Qudamah, Abdul Qadim Zallum, di dalam Kitab al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah, yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir, menyebutkan bahwa barang-barang tambang merupakan bagian dari barang milik umum. Haram dimiliki oleh individu, swasta, atau asing.
Bahkan beliau merincinya dengan mengategorikan barang milik umum dalam 3 bagian. Pertama, adalah fasilitas umum yang menjadi hajat hidup yang vital bagi masyarakat. Seperti air, api (tambang yang menghasilkan api), dan padang rumput (hutan). Juga alat dan infrastruktur untuk memanfaatkan ketiga hal tersebut, seperti alat pengeboran air, saluran air, pembangkit listrik. Kedua, objek yang secara natural menghalangi penguasaan individu yang terdiri dari jalan umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal, lapangan umum, masjid; dan infrastruktur yang terletak di jalan umum, seperti kereta api, trem, tiang listrik, saluran dan pipa air. Ketiga, barang tambang yang depositnya besar, baik yang ditambang terbuka (seperti garam, batubara) ataupun tertutup (seperti. migas, emas, dan besi) dan peralatan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dapat dikategorikan milik umum atau milik negara.
Untuk pengelolaannya, harta-harta tersebut dikelola oleh negara yang kemudian didistribusikan untuk dinikmati hasilnya oleh rakyat. Bukan untuk dinikmati pribadi, swasta, atau jadi mesin ATM penguasa. Kalaupun ada individu atau perusahaan yang terlibat dalam pencarian, produksi atau distribusinya, maka ia hanya dibayar sesuai dengan kerjanya. Atau diistilahkan dengan service contract; bukan dengan pola konsesi ataupun bagi hasil yang seakan-akan kontraktor menjadi bagian dari pemilik.
Tepis Kemiskinan
Minyak, gas dan SDA lain yang termasuk jenis harta milik umum maka pendapatannya menjadi milik seluruh kaum Muslim. Mereka berserikat di dalamnya. Hal ini berarti setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum dan sekaligus pendapatannya. Tidak ada perbedaan apakah individu rakyat tersebut laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya, crazy rich atau dhuafa, pengendara Astrea 73 atau Aventador, tua, muda, atau anak-anak, baik atau jahat.
Hasil pendapatan dari pengelolaan harta milik umum termasuk migas dan bahan tambang lainnya disimpan di Baitul Mal kaum Muslim. Kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatannya, sesuai dengan ijtihadnya, yang dijamin hukum-hukum syara’, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim.
Hasil pengelolaan bahan tambang dan pendapatan milik umum bisa dibagikan kepada rakyat dengan tiga cara. Pertama, dibagikan langsung secara gratis berupa barangnya. Misalnya, BBM gratis seperti yang pernah terjadi di Turkmenistan. Walaupun di sana jumlah BBM gratis yang diberikan pada pengendara dibatasi hingga volume terentu. Jika terjadi kelebihan konsumsi, rakyat dapat membeli BBM dengan harga murah. Untuk negara Islam bisa saja menggratiskannya tanpa ada batasan volume. Kedua, boleh saja negara menjual BBM ini dengan harga pokok produksi saja tanpa mengambil keuntungan sama sekali. Hal ini dilakukan jika tidak ada penerimaan dari sektor lain yang mampu menutup biaya produksinya. Atau, yang ketiga negara diperbolehkan menjual BBM kepada rakyat dengan mengambil keuntungan. Tetapi keuntungan ini bukan untuk dinikmati oleh pribadi para penyelenggara negara apalagi dinikmati oleh asing. Keuntungan ini akan dikembalikan kepada rakyat.
Keuntungan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai, Pertama, untuk membiayai seluruh proses operasional produksi minyak dan gas, pengadaan sarana dan infrastruktur sejak riset, eksploitasi, pengolahan, hingga distribusi ke SPBU-SPBU. Termasuk di dalamnya membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga (karyawan/tenaga ahli/direksi) yang terlibat di dalamnya. Kedua, untuk menutupi pengeluaran negara seperti pembelanjaan wajib yang meliputi anggaran belanja kantor-kantor pemerintah, santunan bagi para pejabat, gaji tentara dan PNS, menjamin kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan, pembangunan berbagai infrastruktur yang ketiadaannya menyebabkan timbulnya kerusakan. Termasuk pembelanjaan untuk menunaikan kewajiban jihad, seperti mempersiapkan tentara yang tangguh dan pembelanjaan alat utama sistem senjata (alutsista).
Jika SDA dikelola dengan sistem seperti ini, maka keberkahan melimpah akan dinikmati umat. Umat terjamin kebutuhan komunalnya berupa kesehatan, keamanan,dan pendidikan oleh negara. Serta beban hidup sebagai individu untuk menyediakan sandang, pangan, papan pun tidak berat. Selain tidak perlu memikirkan biaya untuk pemenuhan kebutuhan komunal, proyek-proyek pengelolaan barang tambang pun tentu saja bisa menjadi jalan untuk rakyat mendapatkan pekerjaan yang selama ini justru dinikmati pekerja asing karena skema investasi berbentuk proyek trunkey. Wallahualambishowab.
Oleh Rini Sarah
0 Komentar