Fenomena pinjaman online (pinjol) sedang marak terjadi di tengah masyarakat. Keberadaan pinjol seakan menjadi solusi praktis bagi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Di sisi lain, penawaran dengan berbagai kemudahan pinjol semakin masif dilakukan, menarik hati masyarakat untuk mendapatkan dana segar dari pinjol tersebut.
Belakangan banyak bermunculan kasus masyarakat yang terlilit dan terjebak utang dari pinjol tersebut. Untuk itu, DPRD Kota Bogor tengah menginisiasi Raperda inisiatif perlindungan dan pencegahan dampak pinjol, rentenir dan bank keliling. Dengan membentuk panitia khusus (pansus) dan menggelar rapat kerja (raker) dengan melibatkan tenaga ahli. Raker yang dipimpin ketua pansus Sendhy Pratama, mengatakan bahwa Raperda ini menjadi inisiatif dan menjadi Perda pertama di Indonesia.
Sebagai Perda yang nantinya akan memastikan keberpihakannya kepada masyarakat, maka diperlukan adanya inovasi dan kepastian hukum yang tidak tumpang tindih. Tak hanya melindungi, inisiatif Raperda ini juga menjadi landasan bagi DPRD Kota Bogor dan Pemkot Bogor untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya pinjol, rentenir dan bank keliling secara ilegal. (Republika.co.cid, 7/10/2022)
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan Garuda Putra mengungkapkan, upaya kolaborasi memberantas pinjol ilegal sudah dilakukan sejak tahun 2018. Pemblokiran akses dan tindakan hukum sudah dilakukan, tapi pinjol ilegal tetap tumbuh subur, khususnya selama pandemi Covid-19.
Kami mempelajari dan melakukan riset, alasan hal ini masih terus terjadi adalah karena ekonomi kita pada masa pandemi terutama untuk mereka yang berpenghasilan rendah. Ketika pendapatan merosot maka dana tunai cepat cair menjadi pilihan, tanpa memikirkan tanggung jawab pembayaran di masa datang, ujar Taufan. (Investor.id, 15/10/2021)
Tumbuh suburnya pinjol di tengah masyarakat bukanlah tanpa sebab. Hal ini pun membuktikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Tidak dipungkiri, hampir 2 tahun Covid-19 melanda, telah mampu meluluhlantakkan perekonomian masyarakat yang semakin terpuruk. Sulitnya mencari pekerjaan di kala masifnya PHK, sementara kebutuhan perut harus tetap dipenuhi. Sehingga untuk bertahan dan menyambung hidup, pinjol menjadi solusi pintas yang diambil oleh masyarakat.
Keberadaan Perda untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan pinjol, bukanlah solusi tepat untuk mengatasi persoalan ini. Pasalnya, solusi dengan Perda ini tidak menyentuh akar persoalan yang utama yaitu kesulitan ekonomi masyarakat. Padahal kesulitan ekonomi inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong ingin mendapatkan dana cepat dari pinjol. Keadaan yang memaksa masyarakat, walaupun pinjol bak lintah yang mencekik rakyat dengan bunga yang tinggi. Jerat pinjol pun menimbulkan dampak lain, mulai dari masalah psikologis, depresi, hingga bunuh diri.
Pinjol baik legal maupun ilegal sama-sama berbasis ribawi, karena sistem ribawi menjadi pijakan sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini. Sama halnya apabila masyarakat meminjam ke bank, pegadaian dan lain sebagainya yang dilegalkan oleh negara, mereka tetap berbasis riba dengan bunga yang bervariasi. Kesulitan ekonomi masyarakat dimanfaatkan pinjol untuk mengambil keuntungan dengan bunga yang tinggi.
Sistem ribawi yang berasal dari sistem ekonomi kapitalis inilah yang menjadi salah satu sumber lahirnya berbagai persoalan masyarakat. Hal ini juga membuktikan abainya pemerintah terhadap pengurusan rakyatnya. Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana agar masyarakat keluar dari kesulitan ekonomi, yang notebene menjadi bagian dari tanggung jawabnya. Bukan hanya mengatasi persoalan yang muncul di tengah masyarakat dengan solusi tambal sulam, tak menyentuh akar masalahnya.
Sudah seharusnya pemerintah mengantisipasi hal-hal yang menjadi penyebab munculnya persoalan ekonomi. Namun sayang, sistem kapitalis yang mendewakan materi di atas segalanya tidak akan mampu melihat persoalan yang ada secara cermat dan teliti. Karena sistem ini berasal dari lemahnya akal manusia yang mengambil wewenang sang pencipta untuk mengatur urusan manusia. Walhasil yang terjadi justru persoalan kehidupan manusia terus bermunculan tanpa henti dan tak kunjung terselesaikan.
Nyatanya pinjol telah memakan banyak korban. Ketenangan dan ketentraman menjadi hal yang langka dalam sistem kapitalis sekuler, berganti menjadi rasa takut yang terus membayangi masyarakat dengan keberadaannya. Oleh karena itu masyarakat butuh solusi komprehensif.
Bila merujuk pada sistem Islam yang menerapkan syariat kafah, Islam dengan tegas telah mengharamkan riba dan mengancam pelakunya dengan sanksi yang sangat berat. Allah Swt. berfirman, ”Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal didalamnya” (TQS. Al Baqarah : 275).
Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah Saw. melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW mengatakan, ‘mereka itu sama'.” (HR. Muslim no. 1598)
Negara khilafah sebagai pihak yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap semua urusan masyarakat, akan memberikan edukasi dan membangun kesadaran masyarakat akan keharaman riba dan bahayanya dalam kehidupan. Bukan hanya bahaya bagi kehidupan di dunia melainkan juga kehidupan di akhirat. Selain itu khilafah juga menutup rapat semua akses yang menuju pada transaksi ribawi.
Sistem perbankan dan lembaga keuangan yang bertentangan dengan syariat Islam dilarang untuk tumbuh dan berkembang di negara Islam (khilafah), baik lembaga keuangan didirikan oleh warga negara Islam maupun asing. Khilafah --sebagai negara yang memiliki kedaulatan dan independen-- menjadi negara yang hanya menerapkan syariat Islam di tengah masyarakat. Artinya khilafah tidak boleh tunduk pada sistem ekonomi atau politik dari negara lain.
Apabila masyarakat membutuhkan dana untuk modal usaha misalnya, maka baitulmal (lembaga keuangan negara) akan memberikan pinjaman tanpa riba. Bahkan sangat mungkin baitulmal memberikan sejumlah dana kepada masyarakat tanpa menuntut pengembalian.
Di sisi lain, kebutuhan pokok fakir miskin akan dipenuhi dari pos zakat dan pemasukan lainnya. Bukan hanya itu, kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi setiap warga pun akan dijamin oleh negara. Demikian pula kebutuhan pokok yang bersifat komunal, seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan, dijamin oleh negara dengan menyediakan sarana dan prasarana terbaik dan berkualitas secara cuma-cuma (gratis). Semua ini bisa diwujudkan dengan penerapan sistem Islam secara kafah, termasuk di dalamnya penerapan sistem ekonomi, sistem keuangan dan tentunya sistem politik.
Dengan gambaran seperti ini, maka masyarakat tidak akan pernah membutuhkan pinjol atau lembaga keuangan lainnya. Karena keberadaan negara yang senantiasa siap siaga, peduli dan peka terhadap persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya. Hal ini menjadi bukti, bahwa syariat Islam kafah dalam naungan khilafah menjadi problem solving satu-satunya yang dibutuhkan oleh rakyat dan dunia. Wallahua’lam.
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar