Oleh Ruruh Hapsari
#MutiaraHadis - Isu radikalisme kembali mencuat seiring dengan gonjang ganjing perpolitikan negeri yang semakin panas menjelang tahun 2024. Didasari data BNPT tahun 2020, Moeldoko mengatakan bahwa ada potensi radikalisme sebesar 14 persen akibat adanya politik identitas dan akan meningkat di tahun politik menuju 2024.
Walaupun Moeldoko membantah bahwa pemerintah sengaja melabeli cap radikal kepada kelompok yang berseberangan dengan pemerintah, namun pada kenyataannya tak bisa disangkal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kelompok yang berseberangan dengan pemerintah pasti akan dihabisi lewat jalan apapun.
Masyarakat pun sudah mafhum (paham) bahwa label radikal pasti tertuju pada kaum muslimin, apapun yang mereka kerjakan. Apalagi bagi kelompok yang memperjuangkan Islam kafah agar terterap di bumi ini. Seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dicabut ijin kegiatannya beberapa tahun lalu, namun sampai saat ini masih terus dikulik dan dikaitkan pada beberapa peristiwa aktual. Termasuk narasi khilafah yang terus dipojokkan dan dianggap menentang Pancasila dan NKRI.
Khilafah dan Framing
Framing Khilafah terus dilakukan tidak hanya kali ini. Semenjak pemilihan presiden tahun 2014, framing tersebut telah masif disuarakan. Seiring dengan itu, narasi cebong, kampret ataupun kadrun pun muncul di tengah masyarakat. Hingga muncul polarisasi yang jelas semakin menjauhkan umat dari persatuan.
Khilafah distigma sebagai suatu yang menakutkan, sebagaimana pengalaman historis rakyat Indonesia pada PKI. Padahal khilafah mempunyai dalil yang jelas sebagaimana sholat, puasa, haji dan syariat Islam lainnya. Lebih jauh bahwa khilafah ini bukan tidak pernah ditegakkan. Selama ratusan tahun khilafah justru menjadi inspirasi dunia Barat dalam hal apapun pada jamannya. Hal itu banyak ditulis di lembar-lembar sejarah.
Namun karena ada agenda Barat yang berusaha memonsterisasi khilafah dan negeri ini ikut di dalamnya, maka framing tersebut sengaja dibuat agar umat jauh dan takut dari ajaran agamanya sendiri. Mereka terus berupaya untuk menjauhkan Islam dari umatnya.
Aturan Syariat
Aturan Islam sangatlah lengkap dalam mengatur kehidupan manusia. Mulai dari aturan yang mengatur antar manusia, manusia dengan diri sendiri dan aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Sedangkan frase khilafah ini terdapat pada aturan yang mengatur antar manusia. Ia merupakan sebuah institusi berlandaskan syariat yang mengayomi per individu umat.
Islam memutuskan perkara tentang pembunuhan dengan hukuman qisosh, namun siapa yang berhak melakukan qishosh, pastilah institusi negara. Islam memutuskan perkara zina dengan hukuman cambuk hingga mati, namun siapa yang akan mencambuk, juga negara. Tidak berhak individu ataupun kelompok untuk menggantikan kewenangan negara. Di sana lah khilafah berperan, sebagai institusi pengayom umat.
Narasi khilafah bukan merupakan hal baru dalam dunia fiqih Islam. Rasulullah saw mengawalinya dengan mendirikan Daulah Islam sesaat setelah Rasul sampai di Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh penguasa Muslim hingga ratusan tahun lamanya. Seperti yang tersurat pada hadis riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibn Majah.
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dulu Bani Israel diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudah aku. Yang akan ada adalah para khalifah dan mereka banyak. ”Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama. Yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang diminta agar mereka mengurusnya.”
Dalam hadis ini sangat jelas dikatakan bahwa seorang khalifah (pemimpin) bertugas untuk mengurusi urusan umat. Peran politik ini dahulu telah dilakukan oleh para nabi, kemudian estafet kepemimpinan tersebut diserahkan pada para khalifah sesudah mereka.
Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam Afkar Siyasiyah, beliau menjelaskan bahwa selain amir bukanlah penguasa dan bahwa selain khalifah tidak boleh menjalankan peran politik secara praktis terhadap rakyat. Dengan kata lain pengaturan dan pemeliharaan rakyat secara praktis hanyalah wewenang penguasa dan bukan selain penguasa.
Kekuasaan Hari Ini
Sedangkan saat ini umat sedang dikuasai oleh penguasa yang diikat oleh para oligarki. Jangankan prihatin terhadap kesulitan masyarakat, penguasa justru ikut menikmati keuntungan. Rakyat kecil terus menjadi santapan dan obyek peraturan yang berat sebelah. Nyawa pun tidak lagi diperhitungkan.
Sampai kapan umat akan bisa bertahan. Apakah aturan yang rusak ini bisa menyelesaikan semua masalah kehidupan? Sudah saatnya umat menoleh pada aturan alternatif yang mengatur tentang pemerintahan, yaitu sistem khilafah yang berlandaskan syariat.
Wallahualam.
0 Komentar