Hafshah binti Sirin: Hujjah Nyata bahwa Pendidikan dalam Islam Tak Memandang Gender serta Latar Belakang Keluarga

  




Ialah seorang ulama perempuan masa tabi'in yang banyak meriwayatkan hadits serta mengajarkan ilmu pada masanya. Keluhuran ilmunya dalam bidang Qur'an, hadits, maupun fiqh, menjadikan ia seorang guru dengan banyak murid, tak hanya dari kalangan perempuan, namun laki-laki.


Pada kitab Tahdzib al-Kamal menceritakan bahwa seorang Iyas bin Muawwiyah, pernah berkata tentang ulama perempuan ini, Hafshah binti Sirin. Iyas mengaku tidak pernah bertemu dengan yang lebih ia sukai karena kekaguman akan ilmunya, kecuali Hafshah. Selain itu, Hasan al-Bashri pernah mengungkapkan kesukaan atau kekagumannya juga kepada Hafshah. Bahkan tidak hanya keilmuan hadis, akan tetapi juga dengan hafalan Al-Qur’an serta kemampuannya mengusai semua qira’at pada usia 12 tahun.


Sedangkan dari sumber turats lainnya, terdapat pendapat Ibnu Hibban pada kitab Ats-Tsiqat akan tingginya ilmu Hafhsah binti Sirin ini. Ibn Hibban mengakui bahwa Hafshah adalah seorang muhaddisin perempuan sekaligus ahli di bidang hukum. Keilmuannya ini bisa terbilang didapatkan dari sahabat Anas bin Malik.


Ya, keilmuannya yang tinggi didapatkan dari dua sumber ilmu terkemuka pada masa shahabat-shahabiyyah, yakni Anas bin Malik dan Siti 'Aisyah rhodiyallaahu 'anhuma. Tak heran jika Hafshah binti Sirin ini memiliki keluasan serta ketinggian ilmu yang menjadikan namanya harum meski ia adalah putri dari sepasang suami istri mantan budak.


Kemudian, pendapat lain datang dari seorang mufassir perempuan yang bernama Zainab binti Yunus. Ia pernah mengutip ucapan Syaikh Muhammad Akram Nadwi tentang Hafsah yang ditulis pada kitabnya yang berjudul al-Muhaddits,


"Meskipun Hafshah binti Sirin terlahir dari orangtua sebagai budak, justru Hafshah binti Sirin ini memanfaatkan keadaannya untuk belajar dengan sungguh, hingga menjadi salah satu ulama terpenting pada masanya."


Hafshah dilahirkan pada tahun 31 Hijriyah pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan. Ayahnya adalah seorang budak sahabat Anas bin Malik yang telah dibebaskan. Singkat kisah, ayah Hafsah semula dijual temannya kepada Khalid bin Walid. Kemudian Khalid menjualnya kepada sahabat Anas bin Malik, lantaran kebaikan Anas bin Malik, Sirin dibebaskan dan diperbolehkan kembali kepada keluarganya.


Pun dengan ibunya yang bernama Shafiyyah. Ia adalah mantan budak Abu Bakar Ash-Shidiq Ra. Meski mantan budak, akan tetapi  Ibu Hafsah pandai memahami ilmu keislaman, lantaran belajar kepada sahabat Abu Bakar. Perjalanan keilmuan Safiyyah (ibu Hafsah) tidak berhenti pada Sahabat Abu Bakar, dikala Abu Bakar sudah tiada, Safiyyah melanjutkan belajarnya kepada putri Abu Bakar, yaitu Aisyah r.a. Melihat ketekunan Safiyyah, ia pun berhasil mewariskan ilmunya kepada putrinya, Hafshah binti Sirin.


Semasa hidupnya, Hafshah tinggal di Bashrah, aktivitasnya ialah mengatur halaqah untuk siswanya yang lumayan besar jumlahnya. Karena pengetahuannya yang mendalam tentang keilmuan hadis, serta aspek praktis hukum dari tradisi Islam, menjadikan ia memiliki murid yang banyak. Bahkan muridnya tidak hanya kaum perempuan, akan tetapi juga kaum laki-laki. Adapun muridnya yang mengikuti jejak Hafshah ialah Ummu ‘Attiyyah, Abu al-‘Aliya, dan Salman bin Amir. Mereka semua melanjutkan jejak Hafsah dengan turut menyebarkan keilmuan hadis.


Begitulah kisah luhurnya keilmuan Islam Hafshah binti Sirin. Meskipun ia seorang perempuan, putri dari sepasang suami-istri yang merupakan mantan budak, namun ia mampu menjadi seorang ulama terkemuka, rujukan kaum muslim baik dari kalangan perempuan maupun laki-laki. Hal ini menjadi Hujjah yang nyata, bahwa Islam dari awal kehadirannya, tak pernah sekalipun membedakan gender maupun latar belakang keluarga dalam mereguk ilmu setinggi-tingginya.


Wallahu a'lam bish-showab


Oleh: Tri Fani

Posting Komentar

0 Komentar