Sungguh tragis tragedi yang terjadi di dunia persepakbolaan Indonesia yakni di stadion Kanjuruhan Malang. Kejadian yang memukul hati, menyisakan air mata kesedihan bagi siapapun yang mendengarnya, terlebih rakyat Indonesia yang mencintai sepakbola. Banyak korban bergelimpangan. Dari anak-anak hingga orang tua meregang nyawa karena kerusuhan saat Arema berlaga melawan Persebaya.
Ada sekitar 127 orang tewas akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. "PSSI menyesalkan tindakan suporter Aremania. Kami berduka cita dan meminta maaf kepada keluarga korban serta semua pihak atas insiden tersebut. Untuk itu PSSI langsung membentuk tim investigasi dan segera berangkat ke Malang," Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan di laman resmi PSSI, Minggu (SINDOnews.com, 2/10/2022).
Ada beberapa alasan mengapa terjadi insiden tersebut.
Menurut Kepolisan alasan menembakkan gas air mata ke arah supertor usai laga Arema FC melawan Persebaya dipicu karena pendukung Arema FC yang merasa kecewa dan turun ke stadion dengan melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan. Akibat dari gas air mata mereka berhamburan ke luar ke satu titik pintu keluar dan terjadi penumpukan hingga mengalami sesak napas, kekurangan oksigen. (cnnindonesia, 2/10/2022).
Betapa kejadian ini disesalkan oleh masyarakat terutama para pecinta bola. Bahkan penonton yang tidak melakukan tindakan anarkis terutama yang berada di tribun stadion pun disemprotkan gas air mata. Sebuah kecerobohan dari panitia dan aparat yang berakibat fatal, yaitu hilangnya ratusan nyawa sia-sia.
Mereka adalah orang-orang tidak berdosa. Bahkan banyak anak-anak yang ikut menonton dan ikut menjadi korban kabut gas air mata. Semua ini adalah ulah keserakahan sistem kapitalisme. Sistem yang menanamkan fanatisme buta melalui wadah olahraga. Antar suporter bisa saling gontok-gontokan hanya karena mengunggulkan club masing-masing. Sementara saat club idola mereka menang justru yang meraup keuntungan adalah offical, orang-orang berduit yang mendanai permainan serta organisasi olahraga tersebut.
Di sinilah peran kapitalisme yang menjadikan suporter sebagai obyek bisnis, yang notabene mereka adalah para pemuda aset bangsa. Fanatisme buta telah mencerai-beraikan persatuan, khususnya di tengah umat muslim. Mereka rela bermusuhan dengan saudara sesama muslim demi club sepakbola yang diunggulkannya.
Selain itu di tragedi Kanjuruhan, kita bisa melihat betapa para aparat keamanan seolah hilang mata hatinya melakukan tindakan anarkis di luar nalar manusia. Mereka seolah menghadapi kejahatan dengan begitu brutal terhadap para penonton. Semua akibat sistem sekularisasi di dunia keamanan. Menihilkan peran agama dan kemanusiaan hingga jatuhnya nyawa manusia. Jika seandainya tidak ada penyemprotan gas air mata dan pintu stadion tidak dikunci, mungkin kejadian seperti ini tidak terjadi. Namun memang dari awal semua kondisi banyak dimainkan oleh aturan yang telah mengakibatkan kerusakan parah pada dunia olahraga saat ini.
Nasionalisme dan sistem Kapitalisme yang Bertanggung Jawab Tragedi Kanjuruhan.
Nasionalisme yang selama ini digaungkan nyatanya telah menelan korban di seluruh dunia tak terkecuali di negeri-negeri muslim. Paham ini menjadikan negeri-negeri muslim tersekat oleh paham kebangsaan. Paham ini mengakibatkan terblokirnya seseorang untuk menolong orang lain sekalipun satu akidah. Ikatannya pun sangat rapuh mudah terkoyak ketika kepentingannya berbeda.
Begitupun dalam masalah olahraga yakni sepakbola. Bisa saling bermusuhan, menghujat bahkan mengancam nyawa. Sangat disayangkan saat paham ini masuk di kalangan pemuda karena akhirnya mereka akan mudah diadudomba. Ketika pun ada ikatan yang menghimpun hanya ikatan semu dan sementara. Sungguh menyedihkan, potensi para pemuda terutama dari para suporter sepakbola harus terenggut begitu saja dibajak oleh sistem kapitalisme dalam balutan nasionalisme.
Pandangan Islam
Potensi pemuda di negeri-negeri muslim saat ini begitu strategis. Sangat disayangkan jika potensi yang begitu besar harus terenggut begitu saja oleh permainan yang melalaikan. Islam memang tidak melarang terkait olahraga. Bahkan Islam menganjurkan olahraga seperti memanah, berenang, berlari.
Dari Jabir bin Abdillah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: "Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang." (HR An-Nasa'i).
Namun tentu di dalam Islam yang namanya olahraga tidak menjadi fokus utama hingga melalaikan umat. Hal ini tentu tidak sama dengan kondisi sekarang. Di mana olahraga dijadikan ajang bisnis guna meraup cuan sebanyak mungkin. Islam sangat memerhatikan kondisi pemuda sebagai estafet perjuangan umat ini. Bisa kita tengok bagaimana saat Islam diterapkan dulu bertebarannya para pemuda yang mengukir karya yang luar biasa. Masa mudanya digunakan untuk berkarya dan menuntut ilmu, mempersembahkan segala potensinya untuk kemajuan peradaban.
Sebut saja para sahabat Rasulullah seperti Ali r.a. Salman Al Farisi, Mu'adz bin Jabbal, Mushab bin Umair dan masih banyak deretan lagi pemuda yang potensial. Bahkan kita juga mengenal para ulama dan ilmuwan lahir dari sistem Islam. Bukan hanya kepalanya saja yang dipenuhi dengan ilmu pengetahuan dan tsaqofah keislaman tetapi tubuhnya sehat dan kuat karena dibarengi olahraga yang dianjurkan.
Selain itu para pemuda di sistem Islam senantiasa diarahkan kecintaan tertinggi terhadap Islam dan kebangkitan peradaban Islam yang agung. Bukan dengan segala hal yang membawa kesengsaraan serta kehancuran generasi.
Sungguh kita sangat mendambakan hal tersebut. Jika pemuda diarahkan ke hal yang baik yakni kecintaan tertinggi pada Islam tentu tidak akan ada kabut asap kehancuran dan kesedihan yang merenggut para pemuda di negeri ini. Sudah seharusnya kita menyadarkan para pemuda untuk tidak terjebak dalam permainan olahraga yang melalaikan umat. Kembali kepada sistem Islam sebagai solusi terbaik bukan yang lain. Wallahualam bissawab.
Oleh Heni Ummu faiz
0 Komentar