Kapitalisme Biang Kerok Kemiskinan Dan Kelaparan

 



Oleh: Titin Kartini


#KontributorDaerah - Siapa yang tidak tergugah hatinya ketika melihat kelaparan melanda masyarakat dan kemiskinan yang semakin meningkat? Siapa pun kita, pasti sangat mendambakan hidup sejahtera. Kesejahteraan merupakan sesuatu yang sangat diimpikan dan diharapkan masyarakat. Meskipun pandemi sudah mereda, namun perekonomian masyarakat masih terpuruk. Masyarakat masih terseok-seok dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, ditambah dengan adanya kebijakan-kebijakan penguasa yang tidak memihak pada rakyat kecil.


Dengan tujuan kepedulian pada kelaparan dan kemiskinan, Himpunan Pengusaha Muda Indonesi (HIPMI) Kota Bogor memperingati Hari Pangan Sedunia. Pada tanggal 16 Oktober 2022 HIPMI Kota Bogor mengadakan berbagai acara, seperti talk show tentang makanan bergizi, pembagian telur dan sayuran untuk korban bencana dan wilayah dengan kasus stunting tertinggi, bazaar dan lain-lain. Hari Pangan Sedunia kali ini mengusung tema "Better Nutrition For Better Life". (jabarekspres.com, 16/10/2022)


Hari Pangan Sedunia ditetapkan FAO dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan kelaparan dan kemiskinan dunia serta menginspirasi solusi untuk perubahan dunia, dalam hal ini pangan. Namun apakah upaya ini mampu membuahkan hasil?


Dalam penerapan sistem kapitalisme, momen memperingati hari Pangan Sedunia tidak lain hanyalah wacana yang penuh basa-basi. Karena pada hakekatnya, sistem kapitalis tak mungkin bisa menghilangkan kelaparan dan kemiskinan. Sejatinya justru sistem inilah yang menjadi biang kerok terciptanya kelaparan dan kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan. 


Sistem kapitalisme membuat jurang yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin. Korporasi (para pemilik modal) menguasai semua kekayaan alam di negeri ini. Sementara penguasa sebagai pemegang birokrasi justru menggelar 'karpet merah' menyambut para investor. Jadilah simbiosis mutualisme antara korporasi dengan birokrasi, yang kemudian kita kenal dengan istilah korporatokrasi. 


Maka tidak heran jika negara semakin abai terhadap rakyatnya, karena setiap kebijakan penguasa hanya berpihak pada pemilik modal (korporasi). Alhasil, rakyat semakin tertindas karena ekonomi dikuasai oleh para korporasi dengan dukungan penguasa. Bagaimana mungkin rakyat yang lemah dapat memenuhi kesejahteraannya, termasuk makanan yang dikonsumsinya? "Tak harus sehat yang penting kenyang", menjadi opsi pilihan rakyat kecil untuk memenuhi urusan perutnya. "Makanan yang tidak sehat saja sulit dan mahal, apalagi makanan yang sehat". Seperti inilah curahan hati rakyat kecil. Sungguh miris bukan?


Kesejahteraan pangan dan kemiskinan tentu erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang digunakan. Sistem ekonomi yang diterapkan saat ini adalah kapitalisme dengan asas manfaat yang menjadi dasar dari semua kebijakan. Apapun jenis kebijakan penguasa, harus ada manfaat yang diperoleh, yakni yang menghasilkan keuntungan bagi penguasa dan golongannya. Paradigma inilah yang membuat kebijakan penguasa tak berpihak pada rakyat kecil. Seandainya ada pun, itu tidak lain hanyalah kamuflase untuk meredam gejolak dari rakyat kecil. 


Hanya ada satu cara untuk mengubah semua ini, yakni dengan mengganti sistemnya. Sistem yang akan mampu mengatasi semua problematika hidup, dan memberikan solusi hakiki tanpa menimbulkan permasalahan yang baru. Sistem sempurna dan paripurna ini hanyalah sistem Islam, karena berasal dari Sang Pencipta manusia, Allah Swt.


Dalam sistem Islam, yang kita kenal dengan khilafah, semua mekanisme ekonomi hanya berdasarkan pada sumber hukum yang berasal dari Sang Pencipta, bukan hukum buatan manusia yang mengedepankan hawa nafsu saja. Penguasa dalam sistem Islam menjalankan tugasnya sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya kesejahteraan menjadi prioritas penguasa dalam periayaahan (pengurusan) rakyat. Jika kesejahteraan sudah terwujud, maka kemiskinan dapat diminimalisir. Sebagaimana teladan yang dicontohkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ketika pembagian harta zakat yang ada di baitulmal, tidak ada lagi rakyat yang merasa berhak menerima harta zakat, karena sudah terpenuhi semua kebutuhannya.


Agar perekonomian rakyat dapat berjalan dengan baik, Khalifah membuat kebijakan antara lain: mewajibkan setiap laki-laki yang baligh, berakal dan mampu untuk bekerja. Untuk itu negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, bisa dengan memberikan sebidang tanah untuk digarap, atau memberikan modal untuk bertani, modal usaha, serta memberikan pelatihan dan pembinaan sehingga mampu mengelola hartanya dengan benar. Negara juga memberikan pelatihan keterampilan yang dibutuhkan baik untuk dunia industri, bisnis, jasa maupun perdagangan. Dengan bekerja, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bukan hanya kebutuhan dasar namun juga kebutuhan sekunder dan tersier.


Jika ada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja, maka Khalifah menerapkan kebijakan non ekonomis, yakni dengan mendorong sesama masyarakat untuk berinfak. Khalifah juga menyalurkan harta zakat kepada para mustahik yakni delapan ashnaf. Opsi terakhir, Khalifah akan memberikan jaminan hidup secara rutin sehingga tidak ada rakyat yang kelaparan. Hal ini mampu diwujudkan dengan penerapan sistem ekonomi Islam secara komprehensif dan terintegrasi dengan sistem kehidupan lainnya seperti sistem politik dan sistem keuangan.


Sistem ekonomi Islam bersifat komprehensif. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya pengaturan yang terperinci, di antaranya: 

 

1. Kepemilikan. Islam mengatur kepemilikan harta/kekayaan. Ada tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Semua diatur dan ditetapkan oleh syariat sehingga jelas pemanfaatan dan batasannya.

2. Tasharruf. Islam mengatur bagaimana pemanfaatan kepemilikan (tasharruf), baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan. Pemanfaatan harta harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut.

3. Distribusi. Islam mengatur distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan distribusi kekayaan merupakan kunci dari masalah ekonomi. Jika masalah pendistribusian mandeg, maka akan menimbulkan masalah ekonomi. Namun jika semua berjalan dengan lancar, masalah ekonomi pun akan teratasi. Oleh karena itu Islam dengan tegas melarang menimbun harta, emas, perak dan mata uang agar harta tersebut berputar di tengah-tengah masyarakat dan mampu menggerakkan roda perekonomian.

4. Produksi. Walaupun sistem ekonomi Islam tidak memfokuskan pada sektor produksi, namun negara perlu memastikan agar produksi domestik mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Kebijakan negara terkait dengan sumber perekonomian benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Sumber tersebut meliputi pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Negara memastikan seluruh sumber tersebut benar-benar bisa menghasilkan barang dan jasa sehingga menjamin produksi, konsumsi dan distribusi masyarakat. Islam melarang menyewakan lahan pertanian, dan melarang membiarkan lahan pertanian tidak dikelola lebih dari tiga tahun. Negara pun melarang praktik riba, memastikan industri kepemilikan umum tidak dikelola oleh swasta baik domestik maupun asing. Bahkan negara tidak boleh tergantung pada impor. Namun justru mendorong produksi barang dan jasa agar tidak ada celah bagi negara kafir untuk menguasai negara khilafah.


Demikianlah mekanisme khilafah dalam menyejahterakan rakyatnya. Dengan mekanisme ekonomi dan non ekonomi, khilafah memastikan bahwa seluruh rakyat hidup dalam kecukupan. Bahkan khilafah memfasilitasi dan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Islam memiliki sistem dan kebijakan ekonomi yang ideal, karena berasal dari Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan manusia.


Dengan tegaknya sistem Islam (khilafah) niscaya kesejahteraan dan kebahagiaan yang hakiki akan terwujud nyata. Kemiskinan dan kelaparan tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, karena negara khilafah bertanggung jawab sepenuhnya. Wallahu a'lam.

Posting Komentar

0 Komentar