Oleh N. Suci M.H
#wacana - Dalam buku Corruption, Capitalism, and Democracy, John Girling menggunakan analisis sosialnya. Dia menunjukkan bahwa demokrasi kapitalis merupakan kondisi yang kondusif bagi terciptanya korupsi secara sistemik. Girling kembali menekankan pentingnya penyelesaian permasalahan korupsi secara sistemik, dan bukan institusional sebagaimana yang banyak diterapkan di berbagai negara dengan demokrasi prosedural, termasuk Indonesia.
Penangkapan hakim agung Sudrajad Dimyati dan stafnya dalam kasus korupsi pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana membuka jejaring makelar kasus di Mahkamah Agung. Komisi Pemberantasan Korupsi mensinyalir ada sejumlah hakim agung lain yang diduga terlibat. Ada dua hakim agung yang ditengarai menerima besel saat menangani perkara lain sengketa Intidana. Total uang yang dikeluarkan penyuap sejak 2015 mencapai puluhan miliar rupiah (Tempo.co, 16/10/2022). Ini merupakan satu bagian kecil dari fenomena gunung es kasus korupsi di negeri gemah ripah loh jinawi ini.
Kasus korupsi di Indonesia yang sering ditemui adalah kasus suap dan gratifikasi. Dengan meninjau kasus korupsi dari sisi faktor eksternal penyebab korupsi maka dapat dipahami korelasinya dengan kapitalisme. Dalam kapitalisme, yang dipentingkan adalah mendapatkan keuntungan. Sedangkan cara yang paling mudah mendapatkan keuntungan adalah dengan memberikan suap atau gratifikasi kepada pejabat sehingga suatu korporasi memenangkan suatu proyek. Mendapatkan suatu proyek berarti mendapakan keuntungan. Dalam sistem kapitalisme, terdapat dorongan dari sistem untuk terjadinya korupsi karena korporasi didorong untuk mencari keuntungan (Kompasiana.com, 19/10/2014).
Faktor terakhir yang menyebabkan adanya korupsi adalah pembenaran sikap. Akibat dari sistem yang tidak benar yang terakumulasi bertahun-tahun akan menyebabkan faktor ini menjadi nyata. Celakanya, di Indonesia faktor pembenaran sikap ini sudah nampak. Terdapat kecenderungan untuk melakukan korupsi dikarenakan seseorang tersebut menganggap bahwa tidak hanya dirinya saja yang melakukan. Kecenderungan ini sayangnya tidak hanya dialami oleh satu orang saja sehingga menyebabkan efek berganda yang menyebabkan pembenaran untuk melakukan korupsi di suatu lingkungan. Dalam kapitalisme, korporasi-korporasi juga berpikiran demikian. Mereka menganggap bahwa tidak hanya dirinya saja yang melakukan suap kepada pejabat. Sehingga, lama-kelamaan akan terbentuk suatu pemikiran bahwa menyuap pejabat untuk mendapatkan proyek adalah hal yang wajar (Kompasiana.com, 19/10/2014).
Kapitalisme yang mengglobal saat ini menjadi seperti suatu rezim imperialisme. Kapitalisme mengatur kehidupan bahkan mengatur peradaban masyarakat. Kapitalisme menjelma menjadi suatu kekuasaan imajiner dalam sebuah negara. Bedanya dengan negara adalah negara mempunyai teritorial yang berdaulat sedangkan kapitalisme tidak. Di dalam sistem kapitalisme, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa mereka ikut terlibat dalam sistem tersebut atau menyadari bahwa mereka terlibat dalam suatu sistem tapi tidak mampu mendefinisikan bahwa sistem tersebut adalah kapitalisme. (Soros, 2002:132).
Menkopolhukam yang diberi mandat oleh Presiden untuk melakukan reformasi hukum, menggagas konsep besar sistem lembaga peradilan akan menyusun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan akhir tahun 2022. Diikuti dengan menyusun KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Setelah itu nanti akan diusahakan membuat konsep besar yang sistematis tentang lembaga peradilan yang tersistem sehingga fungsi dan batasan kewenangan setiap lembaga hukum bisa diatur lebih jelas (nasional.kompas.com, 04/10/2022). Solusi ini hanya akan menghasilkan putaran tambal sulam institusional seperti yang dinyatakan Girling dalam bukunya.
Kemudian, pernyataan Soros, layak kita cermati. Kapitalisme gagal membentuk kesadaran pada diri manusia akan buruknya sistem yang menghegemoni saat ini. Imperialisme yang melahirkan rezim bobrok. Membentuk pribadi-pribadi yang memunculkan kerusakan. Jalan pintas penyelesaian masalah hanya ditumpukan pada lembaga-lembaga negara semata. Pragmatisme pemikiran hanya akan melanggengkan kesulitan tanpa jalan keluar. Itulah watak kapitalisme dengan demokrasi sebagai relasinya, sebuah realitas yang tidak bisa diabaikan.
Jika demikian, sekularisme dengan demokrasi sebagai kendaraan penerapannya, sungguh tidak dapat diandalkan membentuk dan menjaga manusia dari ketergelincirannya melakukan sesuatu yang tidak terpuji. Penjagaan struktur-struktur negara terhadap masyarakat juga lemah. Sejatinya, sistem negara dan pembentukan manusia yang akan menjalankan prosedur kenegaraan dalam pengaturan warga negara adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Layaknya sebuah komponen, pembangunan sistem dan manusia ini harus bertumpu pada arah pandang hidup tertentu yang kapabilitasnya terpercaya.
Ideologi kapitalisme dengan cara pandang hidup sekuler, memisahkan agama dari kehidupan jelas-jelas memaksa sistem dan manusia berjalan tidak beriringan. Sistem menggunakan manusia untuk kepentingannya, sebaliknya manusia menggunakan sistem sesuai keinginannya. Pada akhirnya akan saling menghancurkan satu sama lain.
Pondasi mapan hanya akan terbentuk dari jalan hidup yang menyandarkan sistem dan manusia pada Pencipta keduanya, yaitu kayakinan kepada Allah Swt sebagai Al-Khaliq dan Al-Mudabbir. Paradigma ini hanya datang dari Islam. Islam menyerahkan kedaulatan kepada Allah Swt untuk menetapkan sistem kehidupan pengatur dan penjaga manusia sekaligus penetapan sanksi atas individu ketika menyimpang dari aturan yang diberlakukan.
Sistem yang tidak bisa disuap, dirombak dan diabaikan sesuai hawa nafsu manusia. Dengan implementasinya dalam ranah negara, kepribadian yang luhur dan jiwa yang qona’ah akan terwujud pada individu-individu masyarakat. Kejelasan antara batas amal yang boleh dan tidak boleh dilakukan akan jelas dan tidak berubah-rubah. Islam adalah solusi.
Sistem kafah yang hanya bisa diberlakukan oleh individu-individu yang dilahirkan dari rahim sistem itu sendiri. Keluasan dan kendali hukumnya bersumber dari Zat yang tidak bisa dikalahkan dan dilawan manusia dengan minat-minatnya yang buruk. Sistem yang akan memberikan ruang terapan aturan yang tidak terbatas untuk kemuliaan insan dan kesempitan peluang untuk kezaliman yang dilakukan anak adam.
Alhasil, sistem seperti ini jika tidak mungkin dihasilkan dari sekuler-kapitalisme dan sosialisme-komunis. Hanya ada satu alternatif yang sampai detik ini tetap diyakini dunia mampu mengayomi masyarakat bumi. Yakni sistem kehidupan kafah yang hanya ada dalam ideologi Islam. Tidak hanya mampu mencegah dan mengadili korupsi dengan semestinya, tapi juga hanya Islam yang layak membina manusia yang mampu mengutuk, menjauhi dan memerangi sikap tercela pada dirinya, komunitasnya dan negaranya. Wallahu ‘alam bishshawwab.
0 Komentar