Allah Swt menciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna, dilengkapi dengan aturan yang sempurna pula. Allah adalah Al Khaliq Al Mudabbir. Sebagai Al Khaliq, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Sebagai Al Mudabbir, Allah turunkan seperangkat aturan yaitu Al Qur’an dan As Sunnah sebagai Al hudan (petunjuk) dan Al Furqon (pembeda) manusia dengan makhluk ciptaan-Nya yang lainnya.
Tujuan penciptaan manusia ke dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Oleh karena itu, seperangkat aturan Allah turunkan untuk mengatur manusia, agar dalam menjalani kehidupannya tidak keluar dari maksud dan tujuan penciptaannya.
Allah Swt mengingatkan dengan peringatan yang keras bagi siapapun yang mengambil hukum selain hukum-Nya. Allah Swt berfirman, ”Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim. Dan barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Al Maidah : 44,45 dan 47).
Sebutan yang ditujukan dalam ayat di atas adalah bagi siapa saja yang mengaku beriman kepada Allah tetapi enggan melaksanakan aturan yang diturunkan Allah Swt. Fakta hari ini, ada yang lisannya mengakui keberadaan Allah, mengaku beriman kepada Allah, tetapi mengabaikan hukum-hukum Allah dalam realitas kehidupannya.
Atau ada juga sebagian manusia yang mengaku beriman, tetapi memilih-milih aturan Allah sesuai hawa nafsu mereka. Mereka menganggap hukum Allah yang maha sempurna layaknya sajian prasmanan. Jika suka akan diambil, jika tidak suka akan ditinggalkan. Padahal syariat Allah berisi solusi kehidupan untuk mempermudah manusia dalam mengarungi medan kehidupan, agar tidak tergelincir dalam jurang kenistaan dan kemaksiatan karena mengikuti hawa nafsunya.
Manusia Allah berikan predikat sebagai makhluk mulia dengan bekal akalnya, yang berfungsi menjadi penimbang nilai baik dan buruk di bawah koridor hukum syarak. Namun, kaum muslim hari ini telah terjangkit pemahaman-pemahaman yang merusak dari pemikiran kufur, yang terus menyebar layaknya penyakit menular.
Pemikiran kufur ini tanpa sadar berhasil memalingkan manusia dari tujuan hidup yang sesungguhnya. Bahkan melahirkan pemikiran yang menganggap agama hanya bagian privasi individu dalam berhubungan dengan tuhannya, tidak lebih. Sehingga dalam berekonomi mereka melakukan aktifitas riba. Dalam peradilan mereka melakukan suap menyuap. Dalam interaksi sosial mereka diberi kebebasan untuk melakukan apa saja. Penguasa mengeluarkan kebijakan yang menzalimi rakyat, dan lain-lain.
Semua aktifitas yang dilarang oleh syariat dilanggar tanpa ada rasa takut akan kosekuensinya kelak di hadapan Allah. Apakah mereka mampu menghadapi siksa yang pedih akibat kelalaian yang dilakukan di dunia? Hal ini terjadi karena tujuan hidupnya sudah teralihkan, yaitu hanya untuk bersenang-senang mengikuti hawa nafsu
Inilah hasil mengadopsi kebebasan yang merupakan manifestasi dari pemikiran kufur. Berbuat sesuka hati jauh dari karakter manusia yang mendapatkan predikat makhluk mulia. Bahkan tidak sedikit yang bertingkah laku lebih rendah daripada hewan. Akhirnya timbullah kekacauan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, beriman kepada Allah tidak cukup diakui dalam hati dan diucapkan melalui lisan, melainkan perlu pembuktian amal. Sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat) terhadap apapun aturan yang berasal dari Allah Swt, karena yakin hukum Allah yang terbaik. Menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai satu-satunya petunjuk hidup. Karena sesungguhnya, dunia hanyalah tempat sementara. Ladang untuk mengumpulkan bekal yang akan dibawa di kehidupan abadi yaitu akhirat (surga-Nya).
Rasulullah bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR Muslim).
Motivasi meraih surga inilah yang seharusnya membuat seorang muslim terus menambah amal, berfastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan). Sementara dalam beramal memerlukan ilmu agar tidak salah langkah. Agar terhindar dari mengambil sesuatu yang bukan berasal dari Islam. Maka, tidak ada cara lain kecuali mengisi hidup dengan terus mengkaji, memahami, mengamalkan dan mengemban agama Allah hingga ajal menjemput. Tidak akan mengambil hukum selain hukum Allah Swt. Agar layak menjadi bagian dari penghuni surganya Allah Swt. Karena sesungguhnya surga adalah sebaik-baik tempat kembali.
Wallahua’lam.
Oleh: Siti Rima Sarinah
0 Komentar