Oleh Rini Sarah
#TelaahUtama - Ramai tawuran di Manggarai diatasi Pemkot Jakarta Selatan dengan Festival Lempar Tomat atau Roti. Kebijakan yang diambil oleh Pemkot Jaksel dan disambut baik oleh pihak Kepolisian ini seolah mengindikasikan bahwa pemerintah sudah putus asa untuk menghilangkan kebiasaan tawuran anak muda.
Kebijakan pragmatis ala pemerintahan kapitalis ini memang tak akan menyelesaikan masalah. Kebijakan ini hanya mengalihkan masalah bukan menyelesaikannya dari akar permasalahan. Alih-alih menyelesaikan malah akan timbul masalah baru. Pemuda tetap berkarakter doyan tawuran. Lalu, sampah tomat dan roti berserakan. Sungguh perbuatan yang sia-sia di tengah banyak kebutuhan rakyat yang lebih urgen untuk dialokasikan anggaran.
Kebiasaan tawuran anak muda terjadi karena beberapa faktor yang bermuara pada pembentukan karakter mereka. Saat ini, support system pembentuk karakter pemuda yang unggul, berakhlak baik, dan saleh malfungsi semua. Keluarga, masyarakat, dan negara sudah tak bisa berkutik dalam membentuk generasi saleh nan unggul karena terjerat paradigma kapitalisme dalam kehidupan.
Islam Amanahkan Pembentukan Kepribadian Generasi Pada Negara
Dalam membentuk generasi unggul, saleh, dan berakhlakul karimah memang diperlukan support besar dari negara. Islam mengamanahkan pembentukan kepribadian generasi kepada negara melalui pendidikan. Dalam Islam, negara harus mempunyai visi dan misi yang sahih dalam dunia pendidikan. Visi misi yang tidak hanya menyangkut keduniawian dan bersifat individualis. Tapi visi misi ilahiah yang bermanfaat bagi umat guna menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Syariah Islam menerangkan bahwa thariqoh (metode baku) penyelenggaran pendidikan ada di tangan negara (Khalifah). Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem dari sebuah supra-sistem Islam dalam negara Khilafah. Khalifah sebagai pemimpin Negara Khilafah wajib menetapkan kebijakan untuk menerapkan sistem pendidikan Islam dan menjamin pelaksanaannya. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dikutip dari Jurnal Politik Alwaie, dalam Islam, negara menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam formalisasi pendidikan Islam. Seperti, kebijakan terkait tujuan, strategi, kurikulum dan perbukuan; metode kegiatan belajar mengajar, ijazah dan sertifikasi; penetapan usia sekolah, jenjang pendidikan, kalender pendidikan, standardisasi pendidik dan tenaga kependidikan; sarana dan prasarana; akreditasi lembaga; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; kerjasama internasional; serta pembiayaan. Kebijakan ini ditetapkan agar warga negara baik kaum Muslim atau kafir dzimmiy dapat mengakses pendidikan secara mudah, murah bahkan gratis, terjangkau, serta berpengaruh.
Negara berkewajiban untuk menyediakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas: amanah, kompeten dan etos kerja yang baik serta mampu menjadi teladan bagi peserta didik. Negara wajib memberikan pendidikan berkelanjutan bagi peningkatan kualitas pendidik serta tunjangan dan jaminan kesejahteraan.
Negara juga berkewajiban membangun sarana dan prasarana belajar seperti gedung sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, asrama, ruang seminar, pusat kajian dan penelitian, pusat informasi dan publikasi, percetakan, berbagai buku, jurnal, majalah, surat kabar, radio, televisi, dll. Hal ini wajib untuk meniscayakan lahirnya ulama mujtahid dan para ahli yang menghasilkan karya inovasi baik temuan (discovery) maupun ciptaan (invention).
Selain itu, negara pun akan menjadi soko guru bagi keluarga dan masyarakat dalam pembentukan generasi saleh dan unggul. Dalam hal ini negara akan mengatur semua elemen ini berfungsi dengan baik. Dalam keluarga, negara akan menjamin fungsi setiap anggotanya berjalan dengan baik hingga melahirkan relasi keluarga yang harmonis. Ayah dan Ibu akan dididik untuk siap mendidik dan melahirkan generasi takwa. Peran ayah sebagai pencari nafkah dan pemimpin rumah tangga pun dijamin negara bisa terlaksana dengan dipermudahnya ia dalam mencari nafkah. Sementara ibu dikokohkan pola pikirnya bahwa ia merupakan ibu pendidik anak dan generasi.
Untuk masyarakat, negara menyuburkan habit untuk saling peduli. Jika terjadi penyimpangan dalam masyarakat, maka mereka akan beraksi dengan melakukan nahi munkar. Lalu, negara pun akan menjadi pelindung bagi hal-hal yang akan merusak masyarakat. Seperti konten-konten media yang tidak baik bagi masyarakat atau bersifat kontraproduktif bagi pembentukan generasi takwa akan dibanned oleh negara. Negara pun akan melindungi umat dari serangan-serangan pemikiran yang mendangkalkan akidah maupun menggoyahkan keterikatan terhadap syariah.
Sistem Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkepribadian Islam yang Kuat, Cerdas, Tangguh, dan Peduli Umat
Sistem pendidikan Negara Khilafah disusun dari sekumpulan hukum syariah dan berbagai aturan administratif yang berkaitan dengan pendidikan formal. Tujuan umum dari sistem pendidikan ini adalah: (1) membangun kepribadian Islam warga negara; (2) memastikan ketersediaan ulama/mujtahid dan para ahli dalam berbagai disiplin pengetahuan yang menempatkan Negara Khilafah sebagai pemimpin dunia.
Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Khilafah yang bersinergi dengan keluarga dan masyarakat terbukti telah melahirkan generasi berkepribadian Islam yang kuat, cerdas, tangguh, dan peduli umat. Karena sistem pendidikan seperti ini mampu mengukuhkan akidah dalam diri para pemuda. Mereka menjadikan akidah ini sebagai landasan dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Para pemuda disadarkan bahwa mereka adalah ciptaan Allah Swt. dan kelak akan kembali kepada-Nya. Dengan kuatnya akidah, anak-anak muda akan sadar kalau hidup-mati mereka adalah semata untuk Allah Swt.. Lalu, mereka pun akan menolak sistem hidup lain yang bertentangan dengan Islam seperti sistem hidup kapitalisme yang diterapkan saat ini.
Kedua, sistem pendidikan seperti ini akan menjadikan pemuda mempunyai standar kebahagiaan adalah meraih rida Allah dengan taat pada syariat-Nya. Hingga mereka tak akan memperturutkan hawa nafsu. Ketiga, sistem pendidikan Islam akan membangun habit takwa sejak dini. Para ulama mengatakan, “Siapa saja yang membiasakan sesuatu (sejak dini) akan terbiasa hingga dewasa.”
Terakhir, sistem pendidikan Islam akan melahirkan para pemuda memiliki kepedulian terhadap kondisi umat serta menjadikan mereka pengemban dakwah yang akan memperjuangkan tegaknya agama Allah Swt.. Bukan pemuda yang egois; hanya memikirkan amalan pribadi dan tidak peduli pada nasib umat. Allah Swt. jelas membutuhkan mereka yang mau berjuang dan membela agama-Nya (Lihat: QS Ash-Shaff [61]: 14).
Inilah keistimewaan sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh Khilafah. Output pemuda seperti ini memang tidak akan pernah lahir dari sistem selain Islam. Sejarah membuktikan ketika sistem pendidikan Islam diterapkan telah lahir terlahir banyak ulama di bidang tsaqafah Islam. Filosofi Islam, menyatukan amal dengan kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah, menjadikan tsaqafah Islam sebagai inspirasi, motivasi, dan orientasi pengembangan matematika, sains, dan teknologi. Hingga melahirkan banyak ilmuwan dan peletak dasar disiplin ilmu pengetahuan modern. Tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan yang kita pelajari juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini tidak lain adalah sumbangan para ulama dan ilmuwan Muslim.
Di bidang kedokteran Ibnu Sina, Ibn Rusyd, dan Az-Zahrawi. Al-Khawarizmi, pakar matematika, penggagas angka nol dan algoritma, peletak dasar komputasi. Al-Idris (Dreses) pakar geografi, inventor globe, penggagas teknik pemetaan. Az-Zarkalli, pakar astronomi, inventor astrolobe pengukur jarak bintang-horison, penyumbang prinsip navigasi. Ibnu Al-Haitsam, pakar fisika penggagas optika. Al-Kindi, seorang filososf yang juga pakar fisika, mewariskan dasar meteorologi, anemologi, klimatologi, oseanografi, dan fisika musik. Jabir Ibn Hayyan, pakar kimia, penggagas karakterisasi unsur logam dan non-logam. Muhammad, Ahmad dan Hasan (tiga bersaudara), pakar mekanika, penyumbang teknik irigasi. Buku karya mereka diterjemahkan ke banyak bahasa bahkan menjadi rujukan hingga saat ini. Selain mereka, masih banyak lagi ulama dan ilmuwan dengan kepakarannya.
Di bidang politik, kita pun mengenal Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel. Dalam usia yang relatif muda, beliau berhasil memimpin pasukan dan menaklukan Konstantinopel. Lalu, ada pula Muhammad bin Abdul Qasim, Sang Penakluk India. Muhammad bin Abdul Qasim pun menjadi Panglima Perang dalam usia belia, 17 tahun.
Sesungguhnya, kita bisa mengulang kegemilangan ini. Asalkan kita mengambil kebijakan untuk menerapkan syariat Islam secara kafah beserta metodenya yaitu khilafah. Bukan mempertahankan sistem hidup kapitalisme lalu membuat kebijakan tambal sulam seperti festival melempar tomat. Wallahualambisowab.
0 Komentar