Mengikuti Jejak Rasulullah saw, dengan Konsisten Dalam Kebenaran

 


Oleh N. Suci M.H. 


#Siroh - Pembabakan sejarah “resmi” Islam terbagi pada dua periode secara garis besar: zaman jahiliah (secara harfiah berarti kebodohan) dan zaman kenabian. Periode yang disebut pertama tentu saja merujuk kepada dunia paganisme Makkah (tirto.id, 24/04/2020).  


Quraisy adalah penguasa paganisme jahiliah masa Makkah. Selama periode ini, ajakan risalah Allah Swt. melalui Rasulullah saw mendapat reaksi penolakan dari kaum Quraisy. Dengan kebanggaannya berkecimpung dalam kebodohan pikir akan Pencipta dan aturan hidup yang bobrok, Quraisy melakukan tekanan dan berbagai upaya menjegal bahkan menghentikan aktivitas para pengemban risalah Illahiyah. Bentrokan cara pandang ini lama-lama membuat kaum muslimin kian tersakiti.  


Penyiksaan, monsterisasi dakwah, penghinaan, upaya pembunuhan, pemboikotan, tawar-menawar antara dakwah dengan tahta, harta dan wanita, pelarangan hijrah, hingga propaganda negatif kepada para individu pembawa risalah Allah Swt. dan dakwah itu sendiri dirasakan dan dilalui Rasulullah saw serta para sahabat. Kurang lebih tiga belas tahun lamanya mereka menghadapi kondisi tersebut, selama berdakwah melawan kebiasaan hidup dan aturan buruk kaum Quraisy. 


Namun, keadaan sempit bahkan membahayakan hidup tersebut tidak menyurutkan perjuangan untuk menyadarkan Quraisy dari kebodohannya saat itu. Dengan akidah yang kokoh dan kekuatan pemikiran yang mumpuni, Rasulullah saw dan para sahabat terus melebarkan aktivitas dakwahnya ke luar Makkah.  


Pengkaderan yang terus berjalan intensif sejak terbentuknya aktivitas dakwah, mempermudah Islam didengar dan diterima banyak kalangan. Salah seorang binaan Rasulullah saw, yakni Mus’ab bin Umair, berhasil meyakinkan penduduk Madinah saat itu untuk menerima kepemimpinan dan penerapan Islam melalui Rasulullah saw. Hingga akhirnya, hijrahlah kaum muslimin, para sahabat dan Rasulullah saw ke Madinah sebagai buah dari kesabaran dan keyakinan mereka terhadap seruan kebenaran Islam.   


Dari banyak sumber sejarah dan siroh diceritakan, penolakan Quraisy dan sekutu-sekutunya bukan pada individu atau kepribadian Rasulullah saw dan para sahabat itu sendiri. Namun, perlawanan mereka adalah kepada kebenaran Islam. Salah satu sebab kaum Quraisy menolak ajaran Islam adalah perasaan sombong atau tinggi hati, tidak mau mengakui kebesaran Allah Swt. dan mengikuti rasul-Nya. Maka kemudian mereka mengambil sikap oposisi dan menentang ajaran-Nya. Sebagaimana dikutip dari buku Tafsir al-Munir Jilid 12 Aqidah, Syariah, Manhaj (Juz 23-24 Yaasiin-Fushshilat) karya Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili. 


Selain itu, setidaknya ada 4 sebab mengapa kaum Quraisy menolak ajaran Islam. Pertama, ketakutan kehilangan kekuasaan. Kedua, keengganan hilangnya status sosial. Ketiga, takut kehilangan mata pencaharian. Keempat, taklid kepada nenek moyang (detik.com, 07/11/2021). 


Realitas kekinian yang dihadapi penyeru risalah Islam di negeri-negeri kaum muslimin tidak berbeda jauh dengan apa yang dihadapi Rasulullah saw dan para sahabat pada fase Makkah. Propaganda terorisme, radikalisme dan stigma negatif lainnya juga membayangi pergerakan dakwah hari ini. Penjegalan kegiatan-kegiatan syiar, penistaan ajaran Islam, persekusi para aktivis dakwah adalah pola yang sama dilakukan para penentang ajaran Islam sejak dulu. 


Cengkeraman sekularisme-kapitalisme di negeri-negeri muslim, seolah memberikan kekuatan besar para rezim anti Islam. Penerapan aturan liberalisme dalam kancah kehidupan masa kini, memberikan tekanan yang signifikan terhadap arus perubahan Islam. Media zaman Meta ini adalah alat efektif bagi rezim pembenci Islam. Framing jahat media kapitalis masa ini berhasil menggiring kaum muslimin semakin jauh dari kesadaran politik Islam. Islam dan para pengusungnya dilabeli pembuat makar dan merusak. Rezim pun tidak segan melakukan kebohongan publik, kekerasan fisik, dan menunjukkan sifat arogansinya. 


Dalam konteks government public relations, framing media dapat dimanfaatkan untuk menonjolkan, menekankan isu yang berkaitan dengan kepentingan publik. Cara para pemimpin menggunakan bahasa untuk mem-frame masyarakat, situasi, dan peristiwa memberikan konsekuensi penting terhadap cara individu memahami dunia dan aksi mereka (Fairhurst, 2011).  


Tak berlebihan jika media kemudian dilihat sebagai fourth estate (pilar kekuasaan keempat di samping eksekutif, legislatif, dan yudikatif) yang menentukan efektivitas kerja urat nadi kekuasaan, bahkan hidup matinya sistem positif saat ini (repository.usahid.ac.id). 


Pandangan Habermas dikatakan bahwa ruang sosial yang direpresentasikan media massa, praktis menjadi arena strategis (baik bagi media maupun kelompok tertentu) dalam menggiring persepsi dan opini publik ke dalam konstruksi tertentu. Dalam The Production of Space (2000: 26), Laverbvre juga menyebut ruang sosial yang diciptakan media melalui produksi sosial sering kali dijadikan sebagai alat kontrol dan dominasi kekuasaan.  


Pembingkaian negara dengan mudah mengarahkan masyarakat untuk menyetujui kepentingan-kepentingan negara meski memberatkan warga negara. Media digunakan sebagai alat pengalihan isu-isu penting kebijakan negara yang merugikan penduduk negeri. Atau bahkan untuk menekan pendapat-pendapat yang berseberangan dengan penguasa, seperti penggunaan narasi terorisme dan radikalisme. 


Sebagai konsekuensinya, kekuatan media yang ditopang kekuasaan ala kapitalis ini deras mengaruskan islamofobia, muslim fundamentalis destruktif, sampai frame Islam rahmatan lil ‘alamin usang diusung kaum muslimin saat ini sebagai solusi kompleks persoalan negara.   


Muatan informasi atau berita pada media pesanan tentu saja merugikan kaum muslimin. Oleh karena itu umat tidak boleh mudah percaya. Diperlukan upaya mencerdaskan umat dengan terus bersama-sama memperdalam khazanah keislaman dan tsaqofah Islam agar tak mudah terseret tsaqofah asing. 


Terus berdakwah mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. Yaitu fokus pada membangkitkan pemikiran umat menuju Islam kafah, tanpa kekerasan. Menjaga loyalitas pada Islam dengan menghadirkan keyakinan pada risalah Allah Swt. akan kemenangan Islam. Yakin bahwa Islam adalah satu-satunya solusi segala pernasalahan. Juga terus meningkatkan ukhuwah islamiyah, saling menjaga dan mencintai karena Allah, membangun kekuatan, bersama-sama menghancurkan kezaliman rezim pembenci Islam. Semua dilakukan demi meraih surga dan rida-Nya. Wallahu’alam bishshawwab. 


Posting Komentar

0 Komentar