Harga-harga kebutuhan masyarakat melonjak. Ini lah kondisi yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia umumnya dan Bekasi khususnya. Belum tuntas bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat hantaman tsunami Covid-19, kini masyarakat Bekasi harus mengalami kondisi pahit lagi.
Belum lama ini kaum ibu di Bekasi resah dengan kenaikan harga telur yang berkisar RP 30.000,00 - Rp 32.000,00. Padahal telur adalah salah satu komoditas pangan yang sangat dibutuhkan. Selain kandungan gizinya yang tinggi, telur adalah salah satu produk protein hewani yang disukai dengan harga terjangkau. Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Bekasi Herbert Panjaitan, ketersediaan telur beserta komoditas pokok strategis lainnya seperti beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, daging sapi, ayam, minyak goreng dan gula pasir dalam kondisi cukup. Namun ternyata masih belum mampu menahan laju kenaikan harganya (Wartakotatribunews.com, 28/8/2022).
Harga telur masih tinggi, kini disusul dengan mulai merangkaknya harga-harga kebutuhan pokok lainnya imbas dari kenaikan BBM bersubsidi yang ditetapkan pemerintah. Lengkap sudah penderitaan masyarakat Bekasi.
Di tengah keresahan masyarakat akan naiknya harga kebutuhan pokok, Pemkab Bekasi berinisiatif menggunakan dana BTT (Biaya Tak Terduga) untuk menanggulangi inflasi dan membantu warga yang terdampak yang Seharusnya dana tersebut digunakan untuk penanganan Covid-19. Penggunaan dana BTT ini pun didukung oleh DPRD Kabupaten Bekasi. Ketua DPRD Kabupaten Bekasi BN Holik Qodratullah mengatakan, dewan mendukung kebijakan Pemkab Bekasi dalam penggunaan dana BTT apabila digunakan untuk kepentingan masyarakat (TribunBekasi.com, 31/8/2022). Selain itu, Pejabat Kabupaten Bekasi Dani Ramdan mengatakan, penggunaan dana BTT untuk menanggulangi inflasi di Bekasi sudah disetujui Kementerian Dalam Negeri (Infobekasi.co.id, 29/8/2022).
*Solusi Tambal Sulam Ala Kapitalis*
Langkah Pemkab Bekasi yang bergerak cepat dalam mengatasi inflasi di Bekasi patut diapresiasi. Pengunaan dana BTT akan diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung dan operasi pasar murah. Namun, kebijakan ini hanyalah solusi pragmatis dan terkesan tambal sulam karena biasanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar masalah. Hingga wajar jika akhirnya solusi ini pun tak dapat mengatasi masalah inflasi secara tuntas.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI) inflasi diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum secara terus menerus dalam waktu tertentu. Penyebab inflasi menurut laman Kementerian Keuangan antara lain permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.
Penyebab inflasi lainnya yakni adanya peningkatan biaya produksi, bertambahnya uang yang beredar di masyarakat, dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi berdampak secara langsung dengan meningkatnya biaya produksi sehingga harga barang dan jasa transportasi ikut naik. Kebutuhan akan BBM sebagai bahan bakar kendaraan bermotor maupun perahu nelayan yang digunakan untuk mencari nafkah tak dapat dihilangkan. Maka anggaran untuk transportasi otomatis akan bertambah. Kondisi ini akan berlangsung dalam kurun waktu yang lama, tak hanya terjadi dalam hitungan bulan.
Apakah dana BTT yang tersedia jumlahnya cukup dan mampu menjangkau seluruh masyarakat yang terdampak? Belum lagi bisa ditemukan celah kecurangan dan penyalahgunaan dana, karena fakta di lapangan, penyaluran bantuan dari pemerintah seringkali tak tepat sasaran atau tak merata. Alhasil masih ada warga yang terdampak tidak memperoleh bantuan. Contohnya kasus bantuan sosial (bansos) saat pandemi Covid-19. Bansos justru diterima oleh masyarakat yang dianggap mampu, sedangkan yang benar-benar membutuhkan tidak mendapat apa-apa.
Inilah solusi tambal sulam yang biasa dilakukan oleh negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme, tidak mengakar dan terkesan seadanya. Solusi ini pun rentan konflik dan kecurangan apalagi jika ditangani oleh orang-orang yang tidak amanah dan tanpa pengawasan.
*Tinggalkan Sistem Ekonomi Kapitalis, Terapkan Sistem Ekonomi Islam*
Jika didalami, permasalahan ekonomi yang terjadi saat ini bermuara kepada tiga hal, yakni konsep kepemilikan, pengelolaan.dan distribusi. Dalam sistem ekonomi kapitalis hanya ada satu kepemilikan yaitu kepemilikan individu. Siapapun berhak untuk memiliki suatu produk, bahkan yang menguasai hajat hidup orang banyak sekalipun, asalkan memiliki modal. Sedangkan dalam Islam, dibedakan menjadi kepemilikan individu, umum dan negara. Suatu produk atau barang yang keberadaannya tak terbatas dan sangat dibutuhkan oleh komunitas masyarakat yang jika ia tidak ada akan menimbulkan dharar (bahaya) maka terkategori milik umum. Maka BBM adalah milik masyarakat yang seyogianya bisa diperoleh dengan harga murah.
Pengelolaan negara kapitalis yang menyangkut urusan masyarakat berdasarkan pandangan bisnis. Maka wajar jika ada hitungan untung rugi dalam pelayanan masyarakat atau justru masyarakat dianggap sebagai aset berharga untuk menambah keuangan negara. Maka kebijakan yang menyangkut pelayanan terhadap masyarakat pun berhitung untuk mencari untung. Pelayanan daulah Islam (Khilafah) berpijak kepada kemaslahatan umat dan bentuk tanggungjawab penguasa atau pemimpin negara sebagai ra'in. Maka seorang khalifah akan melakukan tugasnya dengan penuh amanah agar kelak dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt.
Masalah distribusi sangat diperhatikan dalam sistem ekonomi Islam berdasarkan politik ekonomi yang diembannya. Islam mewajibkan seorang khalifah untuk memastikan semua kebutuhan hidup terutama basic needs (kebutuhan pokok) bisa diperoleh oleh individu-individu masyarakat. Ketersediaan bahan pangan di pasar bukan indikator kesejahteraan dan tercukupinya kebutuhan masyarakat, namun kemampuan masyarakat untuk menyerap bahan pangan itulah yang harus diperhatikan oleh khalifah. Sedangkan sistem ekonomi kapitalis hanya berpaku pada data penyerapan bahan pangan secara umum atau komunal masyarakat, tanpa memperhatikan apakah masih ada individu masyarakat yang tidak mampu menjangkaunya.
Jika terjadi gejolak harga, khalifah akan segera mengambil tindakan kebijakan yang tepat dan mampu menyelesaikannya dengan tuntas. Pemberian dana bantuan hanyalah sebuah uslub (cara) bukan metode. Khalifah akan mencari sumber masalahnya dan menyelesaikannya dengan segara. Jika dirasa darurat, pemberian dana bantuan bisa saja diberikan yang diambil dari kas Baitul Mal. Selain itu negara juga mendorong para aghniya (orang kaya) untuk ikut membantu negara mengentaskan kesulitan masyarakat. Bisa melalui sedekah atau memberi bantuan modal atau kerja sama bisnis dengan sistem syirkah mudharabah. Bentuk bantuan semacam ini manfaatnya lebih terasa berkesinambungan.
Maka sudah menjadi hal yang mendesak untuk segera meninggalkan sistem ekonomi yang saat ini mencengkeram negeri ini dan negeri-negeri lainnya seraya beralih pada sistem alternatif lain yang lebih baik dan terbukti antiinflasi. Wallahua'lam.
Oleh. Irma Sari Rahayu, S.Pi
0 Komentar