Proyek Konversi LPG ke Kompor Listrik Untungkan Siapa?

 







Sejak Indonesia alami konversi minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG), konsumsi LPG kian meningkat secara nasional. Demi memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah memutuskan untuk melakukan impor. Itu dilakukan dengan dalih suplai LPG yang dapat diproduksi dari kilang gas dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri. 



Kebutuhan pun kian meningkat tiap tahunnya sehingga Indonesia alami kecanduan lakukan impor gas LPG. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo menyebut biaya impor gas LPG sangat besar mencapai Rp80 triliun. Untuk sampai ke masyarakat pemerintah mensupsidi sebesar Rp60 triliun sampai Rp70 triliun. Angka itu bagi pemerintah sangat tinggi dan mungkin negara tidak akan terus menerus mampu membiayai subsidi LPG tersebut (CNBCIndonesia, 25/01/2022).



Karenanya, untuk mengurangi ketergantungan impor LPG tersebut, pemerintah berencana mengalihkan anggaran subsidi gas LPG 3kg ke program percepatan penggunaan kompor listrik untuk percepatan penggunaan kompor listrik untuk rumah tangga. Pemerintah menyebut penggunaan kompor listrik biayanya akan jauh lebih hemat dari penggunaan LPG.



Hal itu pun diiyakan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji bahkan mengatakan rencana tersebut sangat perlu untuk dilakukan. Tujuan utama dari pengalihan tersebut menurut Tutuka Ariadji sebagaimana diwartakan oleh detikfinance.com (20/06) adalah untuk mengurangi impor LPG.



Selanjutnya, Ditjen ESDM akan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam rencana ini demi menghindari terjadinya tumpang tindih. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa pihaknya menargetkan penambahan 15 juta rumah tangga yang menggunakan kompor listrik. 



Pihak PLN juga tengah menggodok program pemerintah untuk mengalihkan subsidi LPG ke percepatan penggunaan kompor induksi. Termasuk untuk pembelian kompor listrik berikut dengan utensilnya bantuan dari pemerintah. Dengan realokasi tersebut maka subsidi yang biasanya diberikan ke LPG sampai Rp11.000 per kg akan menjadi hanya Rp3.000 untuk listrik. Harga penggunaan listrik Rp7.000 akan setara dengan harga per kg LPG 3kg yang bersubsidi (detikfinance.com, 20/06/2022).



Wacana pengurangan impor LPG bukanlah hal baru. Sejak tahun 2020 pemerintah sudah mengambil opsi ini dengan dalih untuk menjaga keamanan energi. Menurut pemerintah, penggunaan LPG impor lebih banyak akan berdampak serius pada neraca perdagangan Indonesia. Namun pada faktanya, impor LPG dari tahun ke tahun tetap saja meningkat. 



Melalui Staf Ahli Menteri Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuda Dwinanda Priaadi sebagaimana diberitakan detikfinance.com (15/09/2020) pemerintah menganggap penggunaan kompor induksi merupakan salah satu langkah efisien untuk mengurangi penggunaan kompor LPG dengan keterjangkauan lebih baik dan bahkan meningkatkan energi efisiensi Indonesia secara signifikan. 



Selanjutnya Kementerian ESDM akan bekerja sama dengan International Energy Agency (IEA) untuk berdiskusi lebih mendalam membahas implementasi potensi migrasi ini. Sebagai implementasi dari Joint Work Program 2020-2021, Indonesia dan IEA melakukan beberapa kegiatan kolaborasi terutama dalam memperkuat kemitraan yang telah dilakukan antara Kementerian ESDM , PLN dan IEA di bidang ketenagalistrikan dan energi terbarukan di Indonesia.



Kegiatan ini fokus utamanya yaitu mengoptimalkan desain dan implementasi skema unggulan baru untuk mendorong investasi sektor swasta dalam sumber daya terbarukan serta strategi untuk meningkatkan integrasi di sektor energi dan sistem ketenagalistrikan. Asa untuk mewujudkan Indonesia menuju pemulihan yang berkelanjutan dan tangguh pasca ujian pandemi Covid-19 pun menjadi angin segar yang dihembuskan pemerintah dibalik kerja sama internasional ini.



Meski pada kenyataannya, rencana ini picu pro dan kontra di tengah masyarakat. Tidak mengherankan, sebab sekalipun rencana ini sudah mulai diuji coba di Solo dan Denpasar, namun regulasi pengaturannya belumlah jelas. Tidak hanya itu, pihak pemerintah pun masih belum kompak untuk seiya dan sekata. Silang pendapat masih terjadi antara satu kementerian dengan lembaga lain dalam perelisasian rencana ini.



Wajar bila rakyat pun semakin dibingungkan oleh program pemerintah tersebut bahkan membuahkan rasa keberatan. Dari sisi kenaikan daya listrik misalnya, sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com (23/09). Pada laman itu, Plt Direktur Jenderal Kusdiana mengatakan agar masyarakat dapat menggunakan kompor listrik saat konversi LPG 3kg PT PLN (Persero) akan menaikkan daya listrik. Namun keterangan itu tak senada dengan pernyataan Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo yang mengatakan bahwa tak perlu ada kenaikan daya listrik jika masyarakat menggunakan kompor listrik. 



Masih di laman yang sama, Ekonom CORE Indonesia Mohammad Faisal menanggapi silang pendapat di tubuh pemerintah tersebut. Ia menilai bahwa rencana konversi itu masih tidak jelas sebab tidak ada kesatuan pendapat dari pemerintah. Termasuk mewanti-wanti agar rencana yang belum jelas ini jangan dipaksakan untuk diimplementasikan. Sebab yang akhirnya akan menjadi korban dari kebijakan yang tidak jelas ujung-ujungnya adalah rakyat. Rakyat tidak ubahnya seperti kelinci percobaan pemerintah.



Anggota komisi VII DPR, Mulan Jameela sebagaimana diwartakan KompasTV.com (25/09) juga bersuara atas rencana mengganti LPG 3 kg dengan kompor listrik tersebut. Mulan mewakili suara ibu-ibu yang tidak setuju menyebut bahwa rencana itu akan picu masalah baru. Senada dengan itu, Abra Talattov selaku Ekonom INDEF turut mempertanyakan masalah daya dan tarif listrik yang nantinya akan ditanggung oleh masyarakat yang pada akhirnya hanya akan membebani rakyat miskin.



Imbas yang akan dirasakan oleh rakyat akibat kebijakan pemerintah yang karut marut berbanding terbalik dengan bayang-bayang keuntungan besar yang akan diraih oleh koorporasi. Dengan dalih mendukung program konversi LPG 3 kg ke kompor listrik pemerintah, salah satu perusahaan milik crazy rich Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono (Hartono Bersaudara), PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) akan meningkatkan produksi kompor listrik menjadi 1 juti unit di tahun 2023 yang kemampuan produksi nasionalnya di tahun 2022 hanya mencapai 300 ribu unit.



Masih dari laman CNNIndonesia.com (21/09), Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronik (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier membeberkan sejumlah perusahaan yang juga akan meningkatkan produksi kompor listrik. Di antaranya PT Adyawinsa Electrical and Power sebanyak 1,2 juta unit, PT Maspion Elektronik 200 ribu unit, PT Selaras Citra Nusantara Persada 300 ribu unit, Sutrado 1 juta unit dan perusahaan lainnya 1,2 juta unit. 



Sementara alokasi anggaran dana yang akan disiapkan pemerintah untuk pengadaan kompor listrik menurut Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana tahun ini sekitar Rp540 miliar jika harga paket kompor listrik sebesar Rp1,8 juta dengan sasaran 300 ribu rumah tangga. 



Proyek konversi pemerintah ini seperti surga bagi para pengusaha, namun bencana bagi rakyat. Meski akhirnya penyediaan paket kompor listrik disediakan oleh pemerintah misalnya tetap saja tak akan berguna bagi masyarakat sebab proyek ini akan menjadi beban baru bagi masyarakat dari sisi pembiayaan listriknya. 



Tidak hanya memberi beban, proyek simpang siur ini pun akhirnya hanya akan menjadi proyek mubazir di mana pemerintah menggelontorkan anggaran untuk membiayai pengadaan paket kompor listrik yang tidak urgen dibutuhkan rakyat di tengah krisis yang dialamai oleh APBN dan tingginya utang negara.



Satu-satunya pihak yang akan meraup keuntungan besar dari proyek ini adalah para pengusaha. Fenomena seperti ini lazim terjadi di negeri kapitalis sekuler termasuk Indonesia. Pemerintah yang berpihak pada kepentingan dan keuntungan para pengusaha nyata terbukti dari program konversi ini. Pemerintah bahkan berani membuat proyek yang belum terukur tingkat urgensitas dan kematangan realisasinya bahkan akhirnya membebani rakyat demi untuk membuka pintu bagi kaum kapital dari kalangan pengusaha untuk menari di atas penderitaan rakyat. 



Mendukung fakta di atas, Wahyu Eka Setyawan yang berada di Bidang Riset dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Timur (Walhi Jatim) dalam tulisannya berjudul Dua Tahun Jokowi-Ma’ruf: Ruang Hidup Rakyat Semakin Terampas terbit di laman berdikarionline.com (22/10/2021). Ia menjelaskan bahwa, rezim ini telah membuka karpet merah bagi para investor skala luas yang berimbas pada terampasnya ruang hidup rakyat. 



Skema regulasi dan kebijakan yang dibuat hanya menguntungkan 1% elite atau kelompok oligarki dan mengorbankan 99% rakyat dari berbagai lapisan. Selama perjalanan politik “oligarkis” yang bertumpu pada kepentingan modal dan kepentingan modal dengan pembangunan infrastruktur skala luas, penekanan pada ekonomi ekstraktif eksploitatif dan dengan pendekatan koersif, telah menunjukkan watak keberpihakan rezim ini hanya untuk segelintir golongan saja, yakni para pemilik modal atau pengusaha. 



Dengan demikian, nyatalah terbukti bahwa pemerintahan yang dilahirkan dari sistem demokrasi tidaklah hadir untuk mensejahterakan rakyat. Mereka bahkan rela mengorbankan rakyat demi kepentingan elit pengusaha. Jika demikian adanya, masihkan pantas kaum muslimin mempercayai sistem demokrasi? 



Bukankah seharusnya umat Islam mengambil Islam dan seluruh aturan-aturannya termasuk sistem pemerintahannya yakni Khilafah? Sebuah sistem pemerintahan yang hadir untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat serta akan melayani rakyat dengan pelayanan terbaik sesuai dengan perintah Allah Swt. 



Khalifah dalam pemerintahan Khilafah tidak akan memberi ruang sedikitpun bagi kaum kapitalis untuk mengambil keuntungan di atas penderitaan yang dialami rakyat. Termasuk akan melindungi seluruh rakyat dari penjajahan fisik, politik, ekonomi dan budaya yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Inilah model pemerintahan yang dibutuhkan umat untuk bisa merasakan kehidupan yang sejahtera dan mulia, wallahualam bishawab.


Oleh Suriani, S.Pd.I


Posting Komentar

0 Komentar