Tahun 2023 -2024 merupakan tahun politik. Berbagai berita terkait capres dari kanal-kanal media banyak memberitakannya. Namun sayang seolah sudah menjadi agenda tahunan pemberitaan tentang terorisme dan radikalisme pun kian santer. Bahkan capres yang terkesan islamipun mendapatkan sorotan pula dan framing negatif. Untuk itu hal tersebut mendapatkan perhatian dari berbagai tokoh masyarakat baik mubaligh maupun mubalighoh, terkait masifnya narasi radikalisme jelang Pemilu 2024.
Kali ini Muslimah Jakarta mewawancarai seorang ustazah yang merupakan Ketua FKMT Kota Jakarta yakni Ustazah NurAini.
Pertanyaan : Memasuki tahun politik, kini mulai terjadi pergolakan dinamika jelang Pemilu 2024, mulai dari nama-nama yang menjadi kandidat, hingga saling senggol menyenggol untuk merebut hati masyarakat, bagaimana ibu menanggapi hal tersebut?
Biasa saja...tidak aneh, karena dari tahun ke tahun seperti itu tidak berubah. Hanya menjadi PR besar bagi kita adalah terus berupaya menyadarkan umat agar hal tersebut cukup sampai disini dan tidak berkelanjutan, besok dan di masa yang akan datang bahwa ketika berpolitik tidak sesuai dengan aturan Islam pasti kacau dan berantakan.
Pertanyaan: Bicara soal saling berusaha mengambil hati, baru-baru ini Kepala Staf Presiden, Moeldoko mengatakan ada kecenderungan meningkatnya potensi radikalisme pada tahun politik di 2023 jelang Pemilu 2024. Bagaimana ibu melihat itu?
Justru....pernyataan beliau seperti kode/sinyal yang harus kita tangkap bahwa ada agenda besar...rencana besar yang sedang dirancang oleh penguasa dalam rangka mengambil hati masyarakat dengan mengkambing hitamkan orang lain atau kelompok lain yang tidak sepakat dengan penguasa maka dianggap radikal.
Pertanyaan: Sebenarnya apa sih radikalisme itu dan untuk siapa label tersebut sehingga perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat terhadap hal itu? Hari ini yang selalu dilabeli radikalisme adalah kelompok Islam?
Kemudian, apakah itu artinya pemerintah melihat ada kelompok atau kandidat presiden yang akan memainkan isu tersebut?
Setahu saya dulu radikal itu berasal dari kata radic atau akar, jika disematkan kepada umat Islam artinya umat yang berpegang teguh pada ajaran atau aturan asal/akar langsung dari Allah dan Rasul-Nya.
Namun sekarang kata radikal atau radikalisme telah berubah dalam kamus bahasa Indonesia menjadi satu gerakan yang menginginkan perubahan dasar dalam pemerintahan dengan cara kekerasan.
Menurut saya wajar jika kelompok umat Islam yang dicecar dan dilabeli sebagai kelompok radikal.
Karena memang umat Islam menginginkan segera adanya perubahan sistem dalam tubuh pemerintahan yaitu kembali kepada sistem atau aturan Islam. Sementara penguasa merasa gerah dan terancam "kepentingan"yang tidak amanahnya akan terjegal dengan diberlakukannya aturan atau sistem Islam.
Walaupun kelompok Islam ini sebenarnya tidak menggunakan kekerasan.
Mereka sengaja membuat opini seolah keompok Islamlah yang radikal.
Pertanyaan: Berkaitan dengan hal di atas, apakah dapat diartikan atau tidak jika pemerintah sengaja melabeli sejumlah kelompok dengan cap radikalisme? Dalam kasus ini Anies yang dimaksud karena sempat diundang menghadiri reuni 212 yang notabenenya adalah sebuah perhelatan terbesar kaum muslimin?
Iyaa....guna pengalihan isue dan paling mudah mencari kambing hitam.
Walau sebenarnya org" yg menghadiri undgn reuni 212 termasuk pak Anies blm tentu radikal malah justru mereka yg radikal (menurut versi mereka).
Pertanyaan: Jika betul demikian, apa yang mendasari sehingga dikatakan bahwa Anies sebagai pemimpin yang condong kepada umat muslim?
Wajar sebenarnya jika pak Anies condong kepada umat Islam karena beliau muslim, tapi nyatanya kan tidak seperti itu...
Beliau juga memperhatikan keperluan atau kebutuhan umat lain.
Pertanyaan: Jika hal demikian keliru, apakah itu artinya ini adalah upaya politik pecah belah?
Iya...politik pecah belah dan jajah itukan memang politik kafir dr duluu...hingga sekarang hanya caranya dan versinya aja yang berbeda.
Pertanyaan: Lantas, kemana sebetulnya arah perjuangan kaum muslimin saat ini? Saat 212 sempat disatukan dengan ukhuwah Islam, karena satu suara untuk memilih pemimpin muslim, pemimpin yang menerapkan aturan Islam
Tetap arahnya masih gamang. Sebab masih melihat pada sosok pemimpinnya bukan pada sistem yang digunakannya.
Karena sistem yang ada saat ini adalah sistem bobrok maka siapapun pemimpinnya atau sesaleh apa pun dia maka tetap kesejahteraan dan keadilan tidak dapat tercapai.
Laksana mobil yang rusak sepiawai apa pun sopirnya tetap mobil rusak tersebut tidak dapat dioperasikan degan baik.
Wallahualam bissawab.
Oleh NurAini, S.Ag
0 Komentar