Remaja Gen Z Menjadi YouTuber, Pembajakan Generasi Pembangun Peradaban

 



Penulis: Silmi Dhiyaulhaq, S.Pd.


#FOKUS — Zaman dahulu, ketika anak kecil ditanya tentang cita-cita, kelak besar mau jadi apa, biasanya jawaban mereka ingin menjadi dokter, insinyur, astronot, dan pilot. Namun, berbeda jika pertanyaan serupa dilayangkan kepada generasi Z (Gen Z) yang sekarang masih duduk di bangku sekolah. Ternyata mereka ada yang ingin menjadi gamer, influencer, dan YouTuber.


Sebuah survei yang dilakukan oleh perusahaan produk mainan, Lego, kepada 3.000 anak-anak berusia antara delapan dan dua belas tahun dari Amerika Serikat (AS) dan Cina menemukan hampir sepertiga dari anak-anak dalam survei mengatakan mereka ingin menjadi YouTuber ketika mereka tumbuh dewasa. Sementara itu, 11% mengatakan mereka ingin menjadi astronot (cnbcindonesia.com, 21/7/2019).


Lalu, bagaimana dengan remaja di Indonesia? Walaupun belum ada survei yang dilakukan di Indonesia terkait hal ini, fenomena tersebut terwakili oleh seorang remaja yang lebih memilih menjadi YouTuber daripada menerima beasiswa pendidikan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. Alasan penolakannya adalah bahwa yang dibutuhkannya saat ini uang, bukan pendidikan (detik.com, 1/8/2022). Ada pula video viral seorang anak yang mengungkapkan ingin menjadi YouTuber ketika ditanya soal cita-cita oleh Presiden Joko Widodo.


Tidak bisa dimungkiri jika YouTuber saat ini dianggap sebagai profesi yang menjanjikan. Bahkan, tidak sedikit pula YouTuber yang memiliki pendapatan hingga ratusan juta dalam satu pekan. Ditambah dengan meningkatnya popularitas di masyarakat, apalagi untuk jadi YouTuber tidak melulu harus berpendidikan tinggi. Bahkan, anak remaja putus sekolah pun bisa menjadi artis YouTube bila ditekuni.


Bergesernya cita-cita remaja dari profesi yang memerlukan banyak ilmu menjadi YouTuber oleh beberapa kalangan dianggap kewajaran, tetapi bila ditelisik dengan seksama hal ini seperti bom waktu yang dapat meledak kapan saja dan sangat berbahaya.


Kapitalisme Membajak Potensi Remaja

Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita hidup di dalam sistem kapitalisme. Sistem ini dan penerapannya telah merasuki masyarakat di dalamnya dengan akidah sekularisme, tidak terkecuali remaja. Generasi Z ini kemudian terpapar akidah sekuler dan turunannya, seperti hedonisme dan materialisme.


Dalam ideologi ini, nilai yang utama harus diraih dalam kehidupan adalah materi. Sementara itu, nilai akhlak, ruhiyah, dan kemanusiaan dikesampingkan. Semua perbuatan ditargetkan untuk mendapatkan materi.


Standar kebahagiaan menurut ideologi ini adalah mendapatkan sebanyak-banyaknya materi. Materi tersebut dapat berupa materi fisik berupa harta melimpah atau nonfisik, seperti ketenaran dan popularitas. Oleh karena itu, mayoritas remaja akhirnya memandang kehidupan hanya untuk bersenang-senang, jauh dari keinginan untuk berdakwah dan berjuang untuk Islam.


Selain itu, akidah sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan remaja gen Z tidak ada semangat untuk menuntut ilmu. Boro-boro tergiur dengan pahala yang besar, terbayang dalam benak pun tidak. Ini karena, selama ini tujuan menuntut ilmu bukan mendapatkan pahala dan rida Allah, tetapi materi semata. Dengan demikian, saat ada profesi yang bisa menghasilkan materi berlimpah tanpa harus bersusah payah menuntut ilmu, itulah jalan yang mereka pilih.


Jadilah mereka—dengan pendidikan seadanya—membuat konten YouTube yang unfaedah. Asal banyak yang menonton dan mendatangkan pundi-pundi uang, apa pun dilakukan. Lebih miris bila mereka pun menabrak rambu-rambu halal/haram.


Sebuah kekhawatiran dari seorang psikolog terkait hal ini perlu menjadi perhatian. Menurut President of International Council for Small Business (ICSB) Ahmed Osman, anak kecil yang sudah menghasilkan banyak uang dari YouTube berpotensi tidak memperhatikan pendidikan (parentingIslam.id, 22/1/2022).


Apabila kondisi seperti ini dibiarkan, maka bonus demografi yang akan didapatkan hingga 2030 akan tersia-sia. Pada masa depan, kita akan kekurangan tenaga profesional yang sangat dibutuhkan masyarakat. Yang lebih berbahaya, hal ini menunjukkan potensi remaja muslim yang seharusnya menjadi pembangun peradaban emas telah dibajak menjadi sekadar korban dan objek para kapitalis.


Remaja pada Masa Kejayaan Islam

Dari sejarah kita tahu bahwa ketika Islam diterapkan, sungguh pemuda (baca: remaja) memiliki posisi yang penting dan strategis. Remaja mewarnai setiap perjuangan dalam sejarah. Bahkan, remaja dari masa Rasulullah saw., yakni para sahabat ra., menjadi orang-orang yang kuat dan tangguh dalam perjuangan Islam. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh generasi pada masa kejayaan Islam.


Bagi para remaja ini, sungguh tidak ada waktu untuk bermain dan bermalas-malasan, apalagi melakukan perbuatan yang membahayakan masyarakat. Mereka justru sibuk membangun peradaban Islam dengan gemilang.


Para remaja di masa Rasulullah saw. dan masa kejayaan Islam tersebut di antaranya adalah:


1) Usamah bin Zaid (18 tahun). Ia memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat pasa masa itu.


2) Sa’ad bin Abi Waqqash (17 tahun). Muslim yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syura’.


3) Al-Arqam bin Abil Arqam (16 tahun). Ia menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul saw. selama 13 tahun berturut-turut.


4) Zubair bin Awwam (15 tahun). Muslim yang pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasul saw. sebagai hawari-nya.


5). Muhammad al-Fatih (22 tahun). Ia menaklukkan Konstantinopel, ibu kota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa.


6) Abdurrahman an-Nashir (21 tahun). Pada masanya, Andalusia mencapai puncak keemasan. Dia mampu menganulir berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang tiada duanya.


7) Muhammad al- Qasim (17 tahun). Ia menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya.


Bangkitkan Remaja Muslim!

Melihat fenomena lost generation sudah di depan mata, tentu kita tidak boleh tinggal diam. Hal ini harus menjadi perhatian bersama.


Dari pemaparan di atas kita ketahui bahwa kapitalisme telah membajak potensi remaja. Dengan demikian perlu adanya penyadaran ke tengah masyarakat terkait hal ini.


Kita harus segera mencampakkan kapitalisme dari kancah kehidupan dan menggantinya dengan sistem Islam yang sangat memperhatikan peran penting remaja. Remaja dimuliakan oleh Islam.


Harus disadari pula bahwa remaja, khususnya remaja muslim, mereka adalah kunci dalam membangun peradaban sebagaimana generasi terdahulu pada masa kejayaan Islam.


Oleh karena itu, agar remaja menyadari perannya tersebut, mereka harus dibangkitkan. Hingga mereka menyadari bahwa dirinya adalah kunci keberhasilan untuk kemenangan membangun peradaban Islam tersebut. Jangan sampai potensi besar remaja muslim terkubur akibat kesalahan mereka dalam memilih peran dalam kancah kehidupan.


Sudah saatnya pemuda muslim bangkit memahami jati diri dan peran pentingnya dalam menjaga Islam dan kebangkitan Islam.


Para remaja perlu merenungkan hadis Rasulullah saw. berikut, “Tidak akan bergeser kaki seorang manusia dari sisi Allah pada hari kiamat (nanti), sampai ia ditanya tentang lima (perkara), (salah satunya) tentang masa mudanya, untuk apa digunakan?” (HR. Tirmidzi). Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]



Posting Komentar

0 Komentar