Tragedi Kanjuruhan; Kompetisi ala Kapitalis, Mengalihkan Tujuan Olahraga Hanya Demi Cuan & Kepuasan

 



Tragedi yang disebabkan hooligans dalam sepak bola Indonesia kembali berulang. Duka menyelimuti kota Malang. Peristiwa Kanjuruhan yang terjadi 1 oktober 2022 lalu mendunia. Agresivitas yang kebablasan harus dibayar dengan ratusan nyawa percuma. Saatnya menelisik akar masalah dan menerapkan solusi agar kerusuhan Kanjuruhan tidak kembali terjadi di masa depan.

Sejak tahun 1990-an hooliganisme bola Indonesia sudah nampak. Hooliganisme sepak bola merujuk pada perilaku nakal dan merusak oleh penggemar sepak bola yang terlalu bersemangat. Tindakan seperti berkelahi dan intimidasi lekat dengan hooligans (Tempo.co, 25/06/2013). Petaka stadion Kanjuruhan adalah bencana terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia dan Asia. 

Sebanyak 448 korban tercatat dalam musibah ini. Menewaskan 125 orang dengan 7 korban diantaranya anak-anak usia 12-17 tahun, juga tercatat 323 orang luka-luka ringan dan berat (Detiknews.com, 03/10/2022). Dan jumlahnya masih terus bertambah. 

Dilansir dari Tempo.co, kronologis kericuhan bermula setelah berakhirnya pertandingan. Sekitar 3000 suporter Arema tidak terima kekalahan timnya atas Persebaya hingga turun ke lapangan. Massa yang terus mendesak, membuat polisi melemparkan gas air mata, membuat kepanikan penonton semakin bertambah. Mereka berusaha menyelamatkan diri dengan berdesak-desakan dan terinjak-injak (Tempo.co, 02/10/2022).

Pernyataan pelatih Arema FC, Javier Roca, melihat kedekatan yang baik antara para pemain dan pendukung, tidak dapat menyembunyikan penyesalannya atas kemalangan para korban. Dia menyatakan, “Tidak ada hasil dalam permainan apa pun, betapa pun pentingnya, itu bernilai nyawa.” (Bola.com, 03/10/2022).

Pemahaman akan pernyataan Javier Roca ini pudar seiring memanasnya persaingan dua kubu untuk meraih kemenangan. Permainan yang sejatinya bisa membuat sehat ini malah berujung derita. Paradigma ashobiyah yang mengikat pesepak bola dan partisannya tidak dipungkiri sebagai katalisator munculnya sikap berlebihan dalam menyemangati dan mengunggulkan tim masing-masing. 

Patron yang lahir dari aqidah sekuler-kapitalisme ini mengarahkan para pelaku mensikapi sesuatu dengan akal pendek. Kebebasan insaniah yang diusung ideologi kapitalisme ini tak ayal selalu menyisakan penderitaan. Individualisme yang muncul dari penerapan kaidah fikriyah kapitalisme ini memberikan ruang besar bagi pelaku untuk menunjukkan ketidakpuasannya terhadap sesuatu dengan egosentris, memburamkan kewajiban diri menjaga lingkungan sekitarnya.  

Kebijakan olahraga yang salah ketika kehidupan manusia dipimpin oleh ideologi kapitalisme, dengan asas manfaat sebagai pandangan hidupnya untuk kesenangan duniawi dan materi. Dunia olahraga pun disulap menjadi industri untuk mewujudkan ambisi materi, duniawi dan polularitas. 

 Berbeda halnya dalam Islam. Islam sangat mementingkan kesehatan raga manusia. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan berolahraga. Bahkan ada 3 jenis olahraga yang bernilai sunah yaitu berenang, berkuda, dan memanah. Sementara sepak bola dalam Islam hukumnya mubah atau boleh. 

Tujuan melakukan gerak tubuh dalam Islam adalah agar organ-organ tubuh berfungsi dengan baik, sehingga mampu menunjang pelaksanaan ibadah yang optimal karena tubuh kuat dan bugar. Terlebih lagi, olahraga dalam Islam bertujuan mempersiapkan kekuatan untuk menyebarkan Islam, meruntuhkan halangan fisik yang merintangi syiar.

Saat ini, banyak kompetisi olahraga yang mubah tersistem melalaikan dan membahayakan manusia (Al-Lahwun Al-Munazhom). Apa yang terjadi di Kanjuruhan Malang, Jawa Timur adalah salah satu bukti bahwa saat ini manusia tersibukkan untuk meraih juara dalam sport bukan sekedar untuk mendapatkan badan yang fit.

Dalam sebuah nasyroh, beberapa bahaya Al-Lahwun Al-Munazhom adalah adanya pengalihan tujuan untuk kesehatan menjadi sesuatu yang lebih rendah yaitu kesenangan sesaat. Kemudian adanya rancangan-rancangan yang bersifat berjenjang mulai dari daerah, lokal, nasional bahkan dunia. Bahkan tidak hanya pada ranah olahraga saja, namun mencakup seluruh aktivitas manusia. Semua tujuan tersebut menyibukkan seluruh bagian masyarakat. 

Bala Al-Lahwun Al-Munazhom ini akan memalingkan manusia dari tujuan yang benar akan kehidupannya, membuang-buang potensi mereka untuk bermain siang dan malam. Bagi kaum muslimin, akan memalingkan umat dari persoalan utama, yaitu taqorrub ila Allah dengan berupaya melanjutkan kehidupan Islam. 

Walhasil, wajib menolak Lahwun Munazhom agar kondisi memilukan yang terjadi di gelaran olahraga sepak bola Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur tidak berulang kembali. Olahraga tersebut bukan untuk olahraga itu sendiri, sehingga tidak untuk diperlombakan, sekaligus menjadi ajang pertunjukan, tontonan dan bisnis. Karena tradisi perlombaan seperti ini tidak ada dalam budaya Islam. 

Diperlukan adanya kesadaran bersama, mulai dari para penerap aturan negara saat ini dan warga negara seluruhnya untuk kembali melakukan segala sesuatu berdasarkan aturan Allah Swt. sebagai Pencipta dan Pengatur manusia. Dengan membumikan Islam kafah dalam semua kegiatan kehidupan kita, tidak hanya tubuh yang sehat tetapi jiwa yang tenang akan terwujud. Menjauhkan kita dari melakukan kesia-siaan amal dan membahayakan raga. 

Wallahu’alam bishshawwab. 


Oleh N. Suci M.H


Posting Komentar

0 Komentar