Oleh Anggun Permatasari
#Analisa - Pemprov DKI Jakarta tengah berupaya mengintegrasikan transportasi publik untuk memberikan kemudahan mobilitas warga DKI Jakarta dan sekitarnya. Dengan dukungan Pemerintah Pusat melalui Kementerian BUMN dan Kemenhub, kini Jakarta memiliki berbagai transportasi canggih yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah aglomerasi, seperti MRT, LRT, Commuter Line, hingga TransJakarta.
Sejalan dengan itu, selama lima tahun terakhir, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memamerkan sejumlah capaiannya dalam mengubah Ibu Kota. Salah satunya terkait pengguna dan layanan transportasi umum yang meningkat. Capaian Anies tersebut diungkapkannya saat acara sosialisasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Namun, benarkah klaim tersebut? Apakah seiring dengan perkembangan sistem transportasi yang canggih dan terintegrasi saat ini telah mampu menyelesaikan permasalahan transportasi ibu kota?
Sejatinya untuk mewujudkan sistem transportasi yang terintegrasi, aman dan nyaman, butuh sinergisitas dengan sektor lain. Penataan ruang dan sistem transportasi memiliki keterkaitan yang erat. Upaya penyediaan sarana transportasi untuk perkembangan wilayah semestinya mengacu pada rencana tata ruang (atrbpn.go.id, 2009). Selain itu, membangun sistem transportasi terpadu harus sejalan dengan prinsip perencanaan wilayah yang baik. Hal ini penting karena akan meminimalisasi kebutuhan transportasi dan menghemat biaya.
Namun faktanya, konsep tata ruang DKI Jakarta dan kota-kota penyangga di sekitarnya belum ideal. Kebanyakan warga yang bekerja di Jakarta berdomisili di wilayah satelit. Walhasil, mereka harus menempuh perjalanan yang cukup menyita waktu dan tenaga. Kemacetan pun kerap terjadi di jam berangkat maupun pulang kantor.
Tidak hanya itu, jaminan keamanan dan kenyamanan di transportasi umum belum maksimal. Sehingga, meski sudah tersedia Busway ataupun kereta listrik (KRL), masih banyak warga yang lebih memilih menggunakan moda transportasi online dan kendaraan pribadi seperti sepeda motor ataupun mobil pribadi.
Saat pertama menjabat Gubernur, Anies mengatakan bahwa sejumlah permasalahan di Jakarta harus segera diselesaikan salah satunya masalah transportasi. Apalagi, Jakarta merupakan kota yang paling berpolusi (metro.sindonews.com, 23/9/2022).
Fakta di lapangan, polusi yang menyelimuti langit Jakarta tiap harinya bukan hanya berasal dari asap kendaraan, melainkan dari pabrik dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Hal ini menunjukkan bahwa jajaran pemangku kebijakan di Jakarta tidak melihat masalah ibu kota secara komprehensif, tetapi hanya parsial.
Sistem pendidikan juga sangat berkaitan erat dengan kelancaran transportasi. Sistem pendidikan hari ini masih karut-marut. Meski ada sistem zonasi, tetapi kualitas kegiatan belajar mengajar (KBM) yang belum merata membuat orang tua dan siswa akhirnya lebih memilih sekolah favorit yang cukup jauh dari tempat tinggal. Tentu hal itu menambah kemacetan ibu kota.
Selain tata ruang yang baik, prinsip pembangunan infrastruktur yang amanah dan bertanggung jawab harus diperhatikan para pemangku kebijakan. Pemerintah idealnya mempunyai visi dan misi yang tepat dalam menentukan pembangunan transportasi apa yang harus diprioritaskan. Pastinya juga didukung sumber dana yang besar dan harus mandiri alias tidak berutang.
Mirisnya, banyak proyek pembangunan jalan yang pengerjaannya diserahkan swasta dan pendanaannya berasal dari investasi para pengusaha. Dikutip dari halaman Tempo.co, 1/9/2022, Pemerintah DKI Jakarta Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) DKI Jakarta Benni Agus Candra, menawarkan 15 proyek pembangunan kota kepada investor dalam Jakarta Investment Forum hari ini. Dia mengatakan nilai investasi untuk 15 proyek itu diperkirakan mencapai Rp280 triliun. Menurutnya, proyek investasi yang ditawarkan salah satunya adalah bidang transportasi.
Yang membuat semakin miris, beberapa pembangunan infrastruktur jalan yang baru dibangun justru sepi dilewati pengendara. Seperti diberitakan harian kompas.com, 8/9/2021, Jalan Tol Dalam Kota Jakarta Segmen Kelapa Gading - Pulo Gebang sepi pengendara disebabkan tarif tol yang mahal. Hal tersebut juga dibenarkan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno.
Contoh lain adalah rencana proyek pembangunan Lintas Raya Terpadu (LRT) Jakarta fase 2A. Berdasarkan berita di laman detikfinance.com, 15/9/2022, Proyek tersebut akan menghubungkan Stasiun Pegangsaan Dua di Kelapa Gading hingga Jakarta International Stadium (JIS). Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, agar pembangunannya lebih cepat, pendanaannya dibuka untuk pihak swasta. Proyek ini diprediksi menelan dana sebesar Rp7T. Padahal, menurut laman Jakarta.go.id, 4/1/2022, masih banyak kendaraan angkutan umum dan barang di Jakarta Utara tidak layak operasional.
Saat memaparkan capaiannya, Anies juga mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah penumpang dalam dua tahun terakhir. Di mana di 2017 hanya terdapat 144 juta penumpang, lalu meningkat di 2019 menjadi 288 juta penumpang. Sementara jumlah penumpang harian tertinggi terjadi pada 2020 yaitu sebesar 1.006.579 penumpang (metro.sindonews.com, 23/9/2022).
Kenyataannya, di tahun 2019 Indonesia termasuk DKI Jakarta tidak luput dari serangan pandemi Covid-19. Hingga tahun 2022 pun dikatakan bahwa badai pandemi belum benar-benar sirna. Saat kurva korban terinfeksi tinggi, seluruh kota lumpuh dan minim aktivitas outdoor karena warga diharuskan berdiam diri di dalam rumah. Oleh karena itu, membandingkan saat pandemi dengan suasana kota yang normal sejatinya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya.
Pengguna transportasi publik meningkat dianggap sebagai satu keberhasilan. Padahal kemacetan Jakarta tetap luar biasa, berdesak-desakan, dan antrian panjang tetap mewarnai jalan ibukota. Alih-alih jumlah pengguna jasa transportasi publik meningkat sejalan dengan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut laman liputan6.com, 31/8/2022, yang terjadi justru meski harga BBM naik, masyarakat masih ogah beralih ke angkutan umum. Menurut Pakar kebijakan transportasi, Djoko Setijowarno, ia merasa skeptis jika momentum harga BBM naik akan mengubah kebiasaan masyarakat beralih ke transportasi publik.
Mirisnya, halaman tempo.co, 6/9/2022, menulis bahwa para sopir angkutan kota terpaksa menaikkan tarif gara-gara kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi. Padahal, penumpang angkutan umum itu semakin sepi. Kondisi ini membuat pendapatannya kian menurun karena jumlah penumpang kian berkurang.
Dari kenyataan di atas, tentu kondisi transportasi ibu kota saat ini belum sepenuhnya menjawab segala permasalahan yang terjadi. Megahnya infrastruktur atau moda transportasi yang beragam ternyata tidak menampakkan kondisi sesungguhnya. Namun seperti inilah konsekuensi hidup di alam Demokrasi kapitalisme. Pencitraan media yang dilakukan para petinggi negeri tetap menjadi hal yang penting dalam melanggengkan kekuasaan.
Sangat berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Sang Khalik, Allah SWT. Kita bisa membuka catatan sejarah kegemilangan peradaban dunia saat dipimpin oleh Islam. Contohnya pada 1900, Sultan Abdul Hamid II membangun Hejaz Railway. Proyek ini merupakan jalur kereta yang terbentang dari Istanbul—ibu kota Khilafah—hingga Makkah, melewati Damaskus, Yerusalem, dan Madinah. Selain itu, di Baghdad dibangun kota hanya untuk jumlah penduduk tertentu dengan fasilitas masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan (muslimahnews.net, 2022).
Sehingga warganya tidak perlu menempuh perjalanan jauh yang menyita waktu dan tenaga hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja. Itulah sedikit gambaran betapa aturan Islam sangat memperhatikan kebutuhan rakyat termasuk transportasi. Penerapan aturan Islam yang sempurna tidak hanya memberikan berkah bagi seluruh umat manusia, bahkan hewan pun akan terlindungi.
Umar bin Khaththab ra. berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di Kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?'
Wallahi alam bishawab.
0 Komentar