Tiap tahun umat Muslim di seluruh dunia tidak pernah ketinggalan memperingati momen istimewa ini. Momen lahirnya manusia paling mulia, yang Allah pilih menjadi utusan-Nya. Beliaulah Rasulullah Muhammad Saw. Sosok yang Allah tetapkan menjadi uswatun hasanah, teladan terbaik bagi seluruh umat, termasuk dari segi kepemimpinan. Namun sudahkah pemimpin hari ini menjadikan Rasulullah sebagai satu-satunya teladan? Ustadz Imasil Yusanto memberikan gambaran faktanya, dalam sebuah Talkhsow Online dalam rangka Maulid Nabi Saw 1444H, bertema “Maulid Leadership Forum” Sabtu, 08 Oktober 2022.
Menjawab pertanyaan moderator apakah pemimpin negeri ini sudah mencontoh Rasulullah dalam memimpin umat, Ustadz Ismail menjawab dengan sebuah fakta. “Kita semua tahu, wong baru mau akan diajak, diserukan menegakkan syariat saja sudah dihentikan kok. Disebut radikal lah, fundamentalis lah. Sebenarnya seruan itu adalah seruan mengikuti petunjuk Nabi. Bagaimana agar pemimpin negeri ini mengikuti kepemimpinan Nabi”, jawab Ustadz Ismail.
Ustadz Ismail menyebutkan, jika seorang Michacel Hart saja menilai Rasulullah sebagai pemimpin paling berpengaruh, seharusnya jika ada orang yang ingin menjadi pemimpin dan menjadi pemimpin yang berpengaruh, maka kiblatnya adalah kepada Nabi Saw. Diketahui Rasulullah ditempatkan sebagai tokoh paling berpengaruh nomor 1 di dunia, oleh Michael Hart. Seorang non Muslim, Astrofisikawan Yahudi-Amerika, yang ditulis dalam bukunya “The 100: A Rangking of the Most Influential Person in History”.
Menurut Ustadz Ismail yang menarik dari Michael Hart, bahwa ketika menyusun 100 tokoh itu, Michael Hart tidak melihat pengaruhnya baik atau buruk. “Makanya ada Hitler. Hitler itu tokoh baik atau buruk? Buruk kan? Kalau nggak salah Hitler ada di nomor 35. Ada juga Niccolo Machiavelli. Tapi dia mengakui pengaruh yang diberikan oleh Nabi itu pengaruh baik. Bahkan Rasulullah sendiri tidak pernah tercemari oleh keburukan, sebelum diangkat sebagai Nabi. Itu yang membuat Michael Hart sangat impresif”, jelasnya.
Maka dari itu, masih menurut Ustadz Ismail, jika ada pemimpin yang ingin punya pengaruh dan pengaruhnya itu pengaruh baik, seharusnya berkiblatnya kepada Nabi. “Dan umat Islam di negeri ini menyerukan seperti itu. Tapi ini baru mau akan menyeru saja sudah dihentikan begitu rupa, dipersekusi dan lain-lain. Itu semua sudah memberikan jawaban, apakah pemimpin hari ini sudah meneladani Rasiulullah? Lha wong baru mau akan saja sudah dihentikan”, jawabnya heran.
Usatdz Ismail merasa heran sekaligus aneh, jika tidak meniru Nabi lalu ingin meniru siapa. “Kalau Michael Hart menyebut ini adalah sebuah keberhasilan luar biasa, lalu jika pemimpin negeri ini ingin berhasil, dia mau mengacu kepada siapa? Kalau Nabi itu telah menunjukkan keberhasilan dan dia tidak mau mengikuti Nabi berarti yang bakal terjadi apa? Bukan keberhasilan tapi kegagalan. Jikapun berhasil dengan berkiblat pada peradaban bukan Islam, apa iya mau begitu? Bodoh sekali kalau mau meniru kegagalan”, sesalnya.
Menutup pemaparannya, Ustadz Ismail mengajak semuanya merenung dengan pikiran yang sederhana. “Sungguh aneh, kalau negeri ini hari ini justru berusaha keras untuk memerangi segala bentuk pemikiran, seruan, gerakan yang ingin membawa negeri ini ke arah Islam. Itu Aneh. Apalagi di negeri mayortitas Muslim. Ini lebih aneh lagi. Apalagi yang melakukan Muslim. Tambah aneh lagi. Jadi berapa Aneh tadi?
Reporter Anita Rachman
0 Komentar