Ustadz Karebet : Model Kepemimpinan Transformasional Berbasis Way of Life, Milik Siapa?

 


Konsultan & Trainer Kepemimpinan Islam, Ir. Muhammad Karebet Wijaya Kusuma, MA., mengklaim bahwa model kepemimpinan transformasional berbasis way of life berasal dari Rasulullah saw., tungkasnya dalam gelaran Maulid Leadership Forum (MLF) 1444 bertema “Kepemimpinan Islami Meraih Islam Kaffah”, Sabtu (08-10-2022).


Berbicara kepemimpinan, beliau menerangkan bahwa umumnya tidak pernah lepas dari adanya way of life. Negara pengikut seperti negara-negara common wealth (negara-negara bekas jajahan Inggris) maka hampir dipastikan dipengaruhi basis way of lifenya sekularisme-kapitalisme peninggalan penjajah. Seperti halnya Indonesia, way of life yang diikuti menghasilkan kerusakan yang bisa terlihat. Dia pastikan bahwa tidak ada satupun negara di dunia dari 15 negara sebagai studinya, dan dari literasi semuanya itu yang tidak menggunakan basis way of life.


Kepemimpinan Transformasional Berbasis Way of Life


“Kepemimpinan Transformasional harus dibangun dengan way of life. Ini adalah satu dari tujuh syarat dari pola kepemimpinan ini. Kalau di penggal syarat pertama ini, berarti bukan kepemimpinan transformasional,” pungkasnya.


Berikut, disampaikannya bahwa transformasional itu artinya bergerak, berpindah. Seperti yang dilakukan Rasulullah saw., yang berpindah tidak hanya beliau, keluarganya tetapi umat bahkan peradaban pun berubah. Jahiliyah menjadi peradaban Islam.  Daya dorong way of life itu besar. Jika way of lifenya salah, daya dorongnya untuk kesalahan dan daya rusaknya luar biasa. 


Semua Kepemimpinan Bukan Berbasis Way of Life Islam


Selanjutnya, dijelaskan bahwa seandainya yang digunakan itu bukan way of life Islam seperti sekarang ini kapitalisme-sekularisme, yang bisa memberi manfaat. Contoh, banyak yang mengatakan Jepang itu lebih Islami karena orang-orangnya professional dan kehidupannya bagus.


    Dijabarkan dengan lugas bahwa ada kaidah ushul, "Dimana ada hukum syara akan diterapkan disitu pasti ada mashlahat". Jika yang diterapkan adalah way of life bukan Islam, sosialisme-komunisme atau kapitalisme-liberalisme, memang sudah ditegaskan oleh Rostow bahwa pasti membawa manfaat. Manfaatnya materi. Bangunan tinggi, jalan-jalan, dan infrastruktur pasti bertambah. Tapi semua itu manfaat yang semu ('itibari). Seperti trickledown effect, semu. Faktanya tetap terjadi kemiskinan, gelandangan, perilaku seks menyimpang. Semua berlaku sistemik. Jika digaris bawahi, way of life baik yang berbasis Islam atau bukan pasti memberikan konsekuensi untuk melakukan aturan yang dibangun di atasnya. 


Pembangunan di Jepang, luar biasa. Tetapi ketika mendalami kehidupan orang Jepang, way of lifenya salah. Tahun 2015 terjadi bunuh diri sebanyak 3000 orang per tahun. Mereka memiliki keyakinan harakiri (bunuh diri) itu mulia dilakukan didua tempat yang ideal, di bawah kaki gunung Fujiyama dan kampus (Toyohasi University). 


Jerman, Berlin. Dari sisi transportasi maju, tapi dari sisi way of lifenya meningkatkan angka agnostik dan atheis. Way of life yang seperti itu bisa menumbuhkan sosok-sosok yang tidak beragama, tidak mengenal Tuhan. Jadi, kalau pun membawa manfaat itu pasti semu, hanya fisik yang bisa kita lihat. 


Kepemimpinan Berbasis Way of Life Islam


Kemudian, Trainer handal ini juga menyoroti penerapan way of life Islam di zamannya selalu diterapkan sempurna. Jaminannya datang dari Allah SWT. Kalau syarat ushul "Jika syariat diterapkan pasti ada mashlahat yang hakiki,” diterapkan. 


Selama Islam diterapkan 14 abad, kita menyaksikan ada peradaban yang luar biasa. Misalnya kemiskinan, kriminal, dan masalah lainnya, ada. Tapi sangat sedikit. Tercatat selama 13 abad Islam diterapkan hanya ada 200 kasus kriminal. Artinya 1 abad, 1/1300. Setiap tahun nyaris tidak ada kasus. Hari ini, di Indonesia saja, banyak kasus yang terjadi menunjukkan perbandingan yang mencengangkan. Syariat itu menakjubkan. Buktinya sudah ada dari aqidah serta bukti empirik bisa ditelusuri hari ini terbuka untuk siapa saja.





Posting Komentar

0 Komentar