Marah dan sedih itulah gambaran kita baik sebagai orang tua, masyarakat, tenaga pendidik, ketika melihat mendengar lagi-lagi terjadi tawuran antar pelajar. Para remaja baik berstatus sebagai pelajar maupun remaja yang putus sekolah, sudah tak asing dengan tawuran. Fenomena yang meresahkan masyarakat ini membuat kita geram. Ada apa dengan mereka yang notabenenya para pemuda harapan bangsa?
Dengan jiwa membara, para pelajar ini tak segan menggunakan senjata tajam untuk melukai lawan bahkan membunuhnya. Entah sudah berapa banyak korban sia-sia akibat tawuran. Penyelesaian tawuran tidak pernah tuntas, terbukti dengan kejadian yang terus terulang. Seperti di Kota Bogor, dilansir detikNews ada tiga remaja bermotor sambil mengacungkan celurit ditembak oleh Brimob, ketika ingin mengambil ponsel mereka yang diambil oleh lawan tawurannya. Tembakan peringatan telah diberikan namun tidak mereka hiraukan, akhirnya anggota Brimob menembak ke arah mereka hingga mengenai salah satunya. (news.detik.com, 17/10/2022)
Penyelesaian tawuran seperti gunung es, hanya mencair di atas sedangkan di bawah akarnya menancap kuat. Aturan hukum yang selama ini diterapkan tidak efektif memberikan rasa takut maupun jera untuk melakukan tindak kriminal, baik tawuran ataupun lainnya. Sistem pendidikan sekuler kapitalis justru menghasilkan pemuda-pemuda dengan karakter individualis, bengis, masa bodo, tak peduli tanggung jawab, hanya memikirkan nafsu sesaat. Sehingga tak berpikir panjang ketika mereka melakukan tawuran. Negara pun seakan abai akan hal ini. Tak ada rasa khawatir yang berlebihan. Tawuran hanya dianggap kenakalan remaja biasa dengan dalih mereka masih di bawah umur, sehingga hukuman pun alakadarnya. Alih-alih membuat takut, jera pun tidak.
Kesalahan dalam penerapan sistem pendidikan sangat berpengaruh pada mental dan daya pikir para pelajar. Mereka hanya ingin bersenang-senang, suka-suka, tanpa beban, bebas mengekspresikan apa saja keinginan mereka, ada juga yang baper tidak pada tempatnya. Ini semua akibat gempuran budaya asing sekuler dan liberal, dan negara tak bisa memfilter itu semua. Sungguh miris nasib generasi muda negeri ini.
Dalam sistem sekuler kapitalis, segala sesuatu hanya berdasarkan manfaat. Negara justru menjamin kebebasan, serta menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Selama sistem ini yang dijadikan acuan, percayalah nasib generasi negeri ini diambang kehancuran.
Kita pasti tidak ingin kehancuran ini terjadi. Generasi adalah penerus bangsa. Maju dan mundurnya suatu bangsa bisa dilihat dari pemudanya. Karena merekalah yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan negeri, bahkan peradaban manusia. Oleh karenanya perlu ada perubahan mendasar dalam sistem pendidikan, sistem yang secara langsung berperan penting bagi generasi. Mengganti sistem pendidikan tak bisa ditunda lagi demi menyelamatkan generasi.
Islam hadir sebagai ideologi yang shahih dengan aturan yang syamil dan kamil (sempurna dan menyeluruh), tak terkecuali sistem pendidikan. Peradaban Islam telah terbukti menaungi 2/3 dunia. Keberhasilan sistem pendidikan dalam Islam bisa dilihat dari sosok-sosok pemuda muslim teladan. Seperti Sultan Muhammad Al Fatih, menjadi panglima perang hingga mampu menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Imam Syafi'i mampu menjadi ulama besar dan menjadi salah satu mazhab yang banyak diikuti kaum muslim. Sholahudin Al Ayubi yang sudah dipersiapkankan oleh kedua orang tuanya untuk menjadi pejuang Islam yang tangguh, hingga mampu membebaskan Al Quds dari cengkeraman Yahudi. Dan masih banyak lagi sosok pemuda muslim hasil dari sistem pendidikan Islam. Sebuah sistem yang sempurna dari aturan sang Maha Sempurna, Allah Swt.
Sistem Islam mempunyai metode yang unik dalam pendidikan, semuanya jelas, sistematis dan sempurna. Islam menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam. Tidak boleh ada penyimpangan meski hanya sedikit pun. Islam mempunyai strategi pendidikan untuk membentuk aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap), semua pelajaran disusun berdasarkan strategi yang telah digariskan. Tujuan dalam pendidikan Islam pun jelas yaitu untuk membentuk kepribadian Islam, membekali para pelajar dengan ilmu pengetahuan serta sains yang berkaitan erat dengan masalah kehidupan.
Bagaimana dengan waktu? Tentu saja Islam pun membagi waktu pelajaran apa dan berapa lama harus diberikan setiap minggunya. Seperti pelajaran bahasa Arab yang diberikan setiap minggu yang disesuaikan dengan waktu pelajaran ilmu-ilmu pengetahuan yang lain baik dari segi waktu maupun jumlah jamnya. Pengajaran ilmu sains dan terapan seperti matematika, fisika harus dibedakan dengan pelajar tsaqofah. Ilmu-ilmu terapan dan sains diajarkan tanpa mengenal peringkat pendidikan, tetapi mengikuti kebutuhan. Sedangkan tsaqofah Islam diajarkan pada tingkat sekolah rendah hingga menengah atas dengan kurikulum pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam. Namun untuk tingkat universitas diajarkan secara utuh baik tsaqofah Islam maupun non-Islam. Hal ini juga berlaku untuk ilmu terapan dan sains dengan syarat tidak menyimpang dari tujuan dan kebijakan pendidikan.
Tsaqofah Islam wajib diajarkan pada semua level pendidikan. Untuk level universitas dibuka berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu keislaman. Dibuka pula jurusan lain seperti teknik dan sains. Untuk seni keterampilan bisa dikategorikan ilmu terapan dan sains, contohnya ilmu bisnis, pelayaran dan pertanian karena semua itu mubah untuk dipelajari tanpa terikat dengan batasan dan syarat tertentu. Tetapi bisa juga dimasukkan dalam kategori tsaqofah jika terpengaruhi oleh pandangan hidup tertentu. Namun jika bertentangan dengan pandangan hidup Islam, seperti seni lukis, ukir dan pahat, maka hal ini tidak boleh dipelajari.
Islam menyeragamkan program pendidikan. Program pendidikan yang dikelola negara dan swasta harus tunduk pada kurikulum yang dibuat oleh negara. Strategi dan tujuannya pun sama. Karenanya Islam tidak melarang mendirikan sekolah swasta dengan syarat sekolahan tersebut bukan sekolah asing dan bukan untuk tujuan komersil. Sistem pendidikan Islam akan mengajarkan masalah yang diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya menjadi kewajiban bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Program pendidikan pun berlaku untuk seluruh rakyat pada level dasar dan menengah. Negara pun wajib menjamin pendidikan bagi seluruh rakyat dengan gratis. Semua diberikan kesempatan untuk melanjutkan ke level pendidikan tinggi secara cuma-cuma dengan fasilitas yang terbaik.
Negara juga menyediakan perpustakaan, laboratorium dan media belajar-mengajar yang lain. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan tsaqofah seperti fiqih, ushul fiqih, hadis dan tafsir, atau bidang ideologi, teologi, kedokteran, teknik, kimia, maupun eksperimental. Dengan pendampingan dari para guru dan tenaga ahli, para generasi akan lebih banyak mengisi waktunya dengan kegiatan yang positif dan produktif, sehingga negara mampu melahirkan sejumlah mujtahid dan para saintis. Sosok-sosok generasi unggul pun akan terwujud secara nyata.
Semua kebutuhan dunia pendidikan ditanggung oleh negara dari pengelolaan harta milik negara dan harta milik umum. Sehingga pelaku dunia pendidikan baik pelajar maupun guru/tenaga pendidik dan tenaga ahli hanya perlu fokus pada tercapainya tujuan pendidikan. Tak akan ada kisah pelajar yang harus belajar sambil bekerja. Tak ada lagi kisah tenaga pendidik yang sibuk mencari tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena negara telah menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar bagi setiap warganya.
Itulah metode unik sistem pendidikan Islam yang sempurna dan paripurna. Kesempurnaan ini ditopang dengan berbagai sistem kehidupan lainnya, baik sistem politik, ekonomi, keamanan dan lain sebagainya. Begitupun dengan sistem sanksi. Islam memiliki sistem sanksi sekaligus sistem pembuktian yang mampu mewujudkan keadilan.
Sanksi pidana dalam Islam mulai diberlakukan pada pelaku tindak kejahatan/kriminal yang sudah akil baligh. Karena pada hakikatnya taklif hukum syarak berlaku bagi laki-laki maupun perempuan yang sudah akil baligh. Dalam kasus tawuran pelajar, mereka sudah dianggap terkena taklif hukum. Sehingga sanksi hukum yang diterapkan harus mampu memberikan efek jera, dan menjadi pelajaran penting bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama.
Hal ini menyadarkan kita, selama sistem yang diberlakukan adalah sistem sekuler kapitalis maka menghilangkan budaya tawuran antar pelajar hanyalah ilusi. Oleh karenanya, mari kita selamatkan generasi muda dengan sistem Islam. Hanya dengan penerapan syariat kafah (khilafah) generasi penerus peradaban akan terbebas dari budaya tawuran. Hilangkan tawuran, dari daun hingga akarnya, dengan menegakkan sistem Islam. Wallahu a'lam.
Oleh: Titin Kartini
0 Komentar