Kasus Gagal Ginjal Akut Merebak, Dimana Peran Negara?

 




Kasus Gagal Ginjal Akut (GGA) yang menyerang anak-anak usia 6 bulan - 18 tahun terjadi peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir. Per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 189 kasus telah dilaporkan, yang didominasi usia 1 - 5 tahun. Meningkatnya kasus GGA disinyalir karena adanya cemaran obat yang selama ini beredar di pasaran. Kasus ini sontak menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan bagi masyarakat. Pasalnya, obat yang biasa dikonsumsi apabila sakit dan dibeli melalui apotik ternyata menimbulkan penyakit GGA. 

Pemerintah Kota Bogor mewaspadai dan terus memonitor kasus GGA yang misterius pada anak. Sejauh ini belum ditemukan kasus serupa di Kota Bogor. Wakil Walikota Dedie A. Rachim, mengatakan Pemkot Bogor juga telah melaksanakan instruksi kementerian kesehatan (kemenkes) terkait penghentian sementara penjualan obat sirup. Dan sebagai langkah antisipasi, Dinas Kesehatan telah melakukan sosialisasi kepada puskesmas dan rumah sakit untuk tidak memberikan obat tersebut kepada pasien. (Republika.co.id,21/10/2022)

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan dugaan terbesar penyebab kasus GGA yang terjadi di Indonesia saat ini, dikarenakan adanya senyawa kimia yang mencemari obat-obatan sirup. Kemenkes sudah melakukan pengecekan pada pasien penderita GGA, dan hasilnya senyawa kimia tersebut ditemukan di dalam tubuh beberapa pasien GGA. (kompas.com, 21/10/2022)

Kasus GGA ini menimbulkan tanda tanya besar di berbagai kalangan masyarakat. Pasalnya, mengapa obat yang diduga kuat sebagai penyebab GGA sudah lama beredar di pasaran dan baru kali ini dinyatakan sebagai penyebab munculnya penyakit GGA. Dan yang mengherankan lagi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memiliki tugas sebagai penyelenggaran tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan membiarkan begitu saja obat tersebut beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Hal ini mengakibatkan banyak pihak mendesak agar BPOM dan Kemenkes bertanggung jawab atas beredarnya obat sirup yang diduga penyebab kasus GGA pada anak. Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing menilai, kedua lembaga tersebut lalai karena obat yang memiliki bahan berbahaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGDE) bisa beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat. (tempo.co, 28/10/2022)

Kasus GGA menjadi bukti nyata kegagalan dan kelalaian negara dalam menjaga kesehatan dan jiwa masyarakat. Walaupun sudah ada lembaga yang ditunjuk mengawasi peredaran makanan dan obat yang dikonsumsi oleh masyarakat, tetapi bisa saja mereka kecolongan seperti kasus GGA ini. Seperti yang kita ketahui, bahwa BPOM memiliki syarat yang ketat untuk menyeleksi makanan dan obat dengan memberi lisensinya agar aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Beredarnya obat-obatan yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, pastinya akan mengakibatkan hilangnya nyawa. Sehingga kasus ini tidak bisa dianggap sepele dan harus segera diambil tindakan konkrit untuk menyelamatkan nyawa masyarakat yang telah mengonsumsi obat-obat berbahaya tersebut. Negara menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas maraknya kasus GGA, sebab negara sebagai pihak berwenang untuk mengatasi hal-hal yang dapat membahayakan jiwa rakyatnya.

Doktor Biomedik, Peneliti dan Pengamat Kemaslahatan Publik, Dr. Rini Syafri mengatakan kelambanan negara dalam bertindak. Setelah ratusan jiwa anak menjadi korban, pemerintah baru membentuk tim investigasi. Kelambanan negara ini juga terlihat dari pelaksanaan riset pembuktian penyebab cemaran obat sirup yang dikonsumsi. Padahal, dengan potensi SDM riset dan fasilitas riset di negeri ini, memungkinkan lebih cepat, dan jatuhnya korban bisa segera dicegah. (muslimahnews.net)

Peran negara sebagai pengurus dan pelayan bagi rakyatnya memang tidak berlaku dalam kamus kapitalisme yang bertahta saat ini. Kelambanan mengambil tindakan untuk mengatasi kasus GGA, hingga menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mengakibatkan ratusan jiwa anak melayang, menjadi bukti negara abai terhadap tanggung jawabnya.

Fakta abainya negara ini diperparah lagi dengan adanya kapitalisasi kesehatan, yang menjadikan kesehatan sebagai ajang bisnis. Hanya golongan tertentu sajalah yang mampu merasakan fasilitas kesehatan yang layak dan berkualitas. Sedangkan rakyat miskin harus meregang nyawa karena tak mampu menjangkau harga fasilitas kesehatan yang melangit, atau karena antrian panjang beserta birokrasi administrasi yang seringkali menghambat penanganan medis. Inilah potret negara yang berada dalam kungkungan kapitalis sekular, yang hanya menjadikan negara sebagai regulator untuk mendukung dan menjembatani kepentingan para korporasi.

Walhasil, kesehatan pun tak lepas menjadi proyek bisnis yang sangat menggiurkan. Tak mempedulikan berapa banyak nyawa yang menjadi korban. Karena tujuan mereka hanyalah untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin. Jadi, selama sistem yang menihilkan peran agama dalam kehidupan masih berdiri kokoh di muka bumi ini, apapun upaya yang dilakukan oleh penguasa kapitalis, tak akan mampu menuntaskan kasus GGA dan menyelamatkan jiwa rakyatnya. 

Sistem Islam dalam naungan khilafah adalah satu-satunya sistem yang sangat menghargai nyawa seorang manusia. Salah satu fungsi syariat Islam adalah untuk menjaga nyawa manusia. Rasulullah Saw. bersabda, ”Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR An-Nasai).

Dalam Islam, negara adalah pengurus dan pelayan bagi rakyat. Negara memiliki tanggungjawab untuk memenuhi dan menjamin apa saja yang dibutuhkan oleh seluruh rakyatnya, tak terkecuali kesehatan. Oleh karena itulah, Islam sangat concern dengan jiwa dan tubuh yang sehat pada setiap individu rakyat. Agar mereka mampu melaksanakan tugas penciptaannya di dunia ini yaitu untuk beribadah dan menjadi khalifah fil-ardl.

Adapun untuk mengatasi kasus GGA, sangatlah mudah bagi khilafah. Khilafah akan mengerahkan seluruh potensi SDM yang ahli di bidangnya untuk menemukan obat yang bisa mengatasi GGA, sekaligus menemukan obat pengganti yang aman dikonsumsi. Khilafah pun tidak segan untuk menghentikan produksi dan peredaran obat-obatan yang berbahaya bagi tubuh manusia, tidak peduli walaupun akan ditentang oleh para korporasi bahkan para mafia obat. Akan ada sanksi yang tegas bagi mereka yang secara sengaja memproduksi dan mengedarkan obat-obatan yang mengandung bahan-bahan yang berbahaya. 

Untuk merealisasikan tanggung jawab tersebut, tentu dibutuhkan dana yang sangat besar. Namun, hal ini bukan hal yang sulit, karena sistem kesehatan akan terkait erat dengan seluruh sistem kehidupan, baik sistem politik, sistem keuangan dan sistem ekonomi. Semua dana yang digunakan untuk keperluan riset, penelitian dan segala fasilitas kesehatan, diambil dari kas negara, yakni dari pos kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Artinya, khilafah memiliki sumber pemasukan yang jelas penggunaannya untuk kemaslahatan rakyat. Hal inilah yang menjadi dasar tidak adanya komersialisasi bidang kesehatan dalam sistem Islam.

Sebagai tindakan preventif, negara akan mengawasi secara ketat berbagai macam makanan dan obat yang beredar serta dikonsumsi oleh masyarakat. Sehingga bisa dipastikan mereka aman dan terhindar dari zat-zat berbahaya yang akan mengancam jiwa mereka. Dan dipastikan cemaran obat berbahaya tidak akan terjadi dalam sistem khilafah, karena seperangkat hukumnya yang lengkap dan sempurna memberikan aturan terbaik yang berasal dari zat yang maha baik.

Adapun fasilitas kesehatan yang menjadi kebutuhan pokok rakyat akan dijamin dan dapat dirasakan oleh setiap individu rakyat dengan adil dan merata tanpa memandang status sosial. Orang kaya atau miskin, sama-sama berhak mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak dan berkualitas. Fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, akan tersebar di seluruh penjuru negeri dengan standar yang sama, pelayanan yang berkualitas dan dokter serta para ahli yang mumpuni di bidangnya.

Hal ini telah terbukti dalam tinta emas sejarah kegemilangan khilafah selama 1300 tahun. Khilafah bukan hanya mampu menuntaskan kasus GGA melainkan juga mampu membebaskan manusia dari berbagai penderitaan dan kesengsaraan yang diakibatkan oleh sistem rusak dan batil bernama kapitalis sekuler. Hanya sistem khilafah satu-satunya solusi bagi dunia, bukan sistem yang lain. Sistem khilafah akan membawa umat manusia berada dalam kehidupan yang penuh keberkahan, kemakmuran dan kesejahteraan.

Oleh : Siti Rima Sarinah


Posting Komentar

0 Komentar