Oleh: Tri Fani
#wacana - Fenomena gagal ginjal akut (GGA) yang telah merenggut 159 nyawa anak-anak pertanggal 31 Oktober 2022, merupakan fenomena yang seharusnya menjadi fokus kita bersama. Baik bagi tenaga kesehatan, masyarakat secara umum, terutama bagi pemerintah sebagai pengurus segala urusan rakyat. Bayangkan saja, dari 304 pasien yang tercatat mengalami gagal ginjal akut, 50 persen lebih di antara mereka harus meregang nyawa. Artinya, rate kematian akibat kasus ini begitu tinggi, sehingga perlu penanganan yang lebih serius dan intens lagi.
Kemunculan Kasus Gagal Ginjal Akut Terdeteksi dari Bulan Januari
Diketahui, awal munculnya kasus gagal ginjal akut terjadi mulai Bulan Januari 2022. Kasus tersebut teridentifikasi di wilayah DKI Jakarta. Menurut data dinas kesehatan DKI, melalui webinar yang diadakan pada hari Sabtu tanggal 22 Oktober 2022, kasus GGA yang terjadi di DKI berjumlah 86 kasus sebagai jumlah akumulasi dari Bulan Januari.
"Sampai dengan pagi ini (22 Oktober 2022), sudah ada 86 kasus terkait dengan gagal ginjal akut, ini adalah data kumulatif dari Januari 2022 sampai sekarang," ujar Ngabila Salama, MKM, Kepala Seksi Survailans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI.
Adapun pada webinar yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada hari Selasa tanggal 01 November kemarin, menurut Kepala Dinas Kesehatannya, Mary Liziawati, kasus Gagal Ginjal Akut di Kota Depok sudah ada dari bulan Maret. "Kasus gagal ginjal akut di Kota Depok ini sudah ada sejak Maret 2022,” ungkap beliau.
Meski demikian, kasus GGA ini baru teridentifikasi bulan Oktober kemarin. Tak ada alasan yang disampaikan Kadinkes Kota Depok di dalam webinar tersebut, mengapa keberadaannya sudah ada di bulan Maret, namun baru teridentifikasi di bulan Oktober.
Obat Sirup Dijadikan Tersangka Utama GGA, Banyak Ahli Bertanya-tanya
Jumlah pasien meninggal yang makin bertambah tiap bulannya, menjadikan tuntutan tersendiri bagi pemerintah untuk menangani kasus GGA ini secara cepat. Sehingga pertanggal 19 Oktober 2022, akhirnya pemerintah melakukan sebuah gebrakan demi menghentikan lonjakan kasus GGA. Melalui press release dan press conference yang dilakukan langsung oleh Menteri Kesehatan, Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHF, CLU., pemerintah memutuskan untuk menarik berbagai macam obat sirup yang diduga sebagai pemicu utama munculnya ratusan kasus GGA di negeri ini, sebagaimana yang terjadi di Gamibia beberapa waktu yang lalu.
Sontak saja, keputusan ini menuai kebingungan masyarakat secara umum karena obat sirup yang dihentikan pemasarannya secara keseluruhan, adalah obat-obatan yang menjadi andalan persediaan obat di rumah-rumah. Meski pemberhentian penjualan obat sirup ini berlaku sementara, tetap menimbulkan kebingungan bagi masyarakat yang sedang menghadapi berbagai sakit musiman khususnya anak-anak dikarenakan musim pancaroba. Lebih jauh dari itu, masyarakat bertambah bingung saat berbagai ahli yang terkait dengan kasus ini, banyak menyampaikan kesangsian mereka atas langkah yang diambil pemerintah.
Sebut saja, salah satunya adalah seorang ahli farmasi yang secara 'getol' menuntut pemerintah menyampaikan secara jelas mengenai solusi yang diberikan untuk kasus GGA ini. Beliau adalah Karimah Muhammad, seorang pharma-excellent, founder and director Continuing Pharmacy Education (CPE). Dikutip dari laman Facebooknya, Arie Karimah, beliau meminta Menkes turun dari jabatannya lantaran keputusannya menjadikan obat sirup sebagai penyebab utama GGA, nyatanya tak mampu membuat kasus GGA turun secara drastis.
Keraguan akan keputusan pemerintah melalui Kemenkes ini, pun menuai kesangsian dari tim kesehatan. Salah satunya dari seorang dokter spesialis, Dr. Erta Priadi Wirawijaya, SpJP. Dalam beberapa tulisannya di media sosial Facebook, beliau menyampaikan kesangsiannya apakah benar bahwa obat sirup adalah penyebab utama kasus GGA di negeri ini.
Bertanya Pada Ahli, Tuntunan Islam Menyelesaikan Berbagai Permasalahan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan?” Nabi pun menjawab, "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Hadits Bukhari Nomor 6015).
Dari hadits di atas, maka jelas bahwa menyerahkan segala permasalahan pada ahlinya, adalah jalan yang yang ditunjukkan oleh Allah Swt melalui sabda Rasul-Nya. Adapun jika tidak demikian, di mana permasalahan diselesaikan bukan oleh ahli, atau mengabaikan pendapat para ahli terkait, maka menjadi hal yang lazim jika kegagalan bahkan kehancuran akan terjadi.
Ada banyak faktor mengapa pendapat ahli bisa diabaikan dalam penyelesaian sebuah permasalahan. Salah satunya adalah saat kepentingan pribadi atau golongan lebih diutamakan dibanding dengan kepentingan rakyat. Para pemimpin yang harusnya mengurus negara dan rakyat, kepemimpinanya malah disetir oleh kepentingan dunia dan materi. Bahkan berani mengabaikan hukum-hukum Allah, termasuk tuntunan untuk menyerahkan persoalan pada ahlinya. Seolah mereka tidak ada rasa takut terhadap pengadilan Allah kelak. Maka wajar, negeri yang tak menerapkan hukum Allah, kehancuran demi kehancuran sesuai hadits di atas, sering kita lihat.
Wallahu a'lam bish-showab .
0 Komentar