Oleh Rini Sarah
#TelaahUtama - Isu radikalisme merupakan isu lama yang senantiasa berulang. Isu ini muncul jika ada peristiwa-peristiwa besar dalam panggung politik negeri ini. Misal, jelang Pilpres, kejahatan yang dilakukan penguasa, atau menjelang akhir tahun. Hingga tak heran ada yang beranggapan bahwa isu radikalisme dimunculkan guna mengalihkan perhatian masyarakat dari isu-isu negatif terkait rezim.
Telunjuk isu negatif radikalisme memang diarahkan kepada kelompok-kelompok umat Islam yang dianggap berseberangan dengan kepentingan negara-negara penjajah kafir Barat, termasuk kepentingan status quo para penguasa boneka Barat di beberapa negara, termasuk di negeri ini.
Tujuan menghembuskan isu negatif radikalisme terhadap Islam dan kelompok-kelompok Islam memang terlihat sangat jelas. Tujuannya untuk menakuti-nakuti masyarakat secara umum, termasuk umat Islam secara khusus. Bagi masyarakat umum, akan semakin tertanam di dalam pemahaman mereka bahwa radikalisme adalah sebuah tindak kejahatan yang harus dijauhi bahkan dilawan. Bagi umat Islam, istilah ini akan menyebabkan mereka semakin menjauhi ajaran agamanya yang paripurna. Akibatnya, keterikatan terhadap Islam akan semakin lemah.
Propaganda radikalisme juga akan melemahkan semangat umat Islam dalam memperjuangkan ajaran agamanya, khususnya perjuangan penerapan syariah Islam secara kafah dalam institusi Khilafah. Inilah tujuan utama dari propaganda radikalisme.
Haram
Radikalisme ketika dikaitkan dengan Islam maka akan bermakna negatif. Karena radikalisme biasanya dilekatkan pada frasa “Perang Melawan Radikalisme”. Apalagi ada framing “radikalisme mengancam keutuhan negara”. Walhasil, konotasi yang terbentuk dalam benak masyarakat jelas negatif. Pendek kata, penggunaan istilah ini jelas merupakan propaganda untuk menyerang Islam, umat Islam dan proyek perjuangan Islam yang dianggap mengancam kepentingan penjajah dan para kompradornya.
Dengan konotasi seperti ini haram hukumnya bagi umat Islam untuk menggunakannya. Karena, itu termasuk kepada hal menyerang agamanya, umat Islam, dan proyek perjuangan membangkitkan umat. Jika hal ini dilakukan oleh negara, maka akan muncul pelecehan pada agama Islam dan simbol-simbolnya, kriminalisasi ajaran Islam, ulama, dan kaum muslim.
Allah SWT jelas mengharamkan siapa saja yang mengusik keyakinan kaum Muslim:
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
Sungguh orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada kaum Mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertooubat, bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar (QS al-Buruj []: 10).
Ibn ‘Asyur dalam kitab tafsirnya menjelaskan, bahwa ayat ini merupakan ancaman Allah SWT kepada mereka yang telah mengusik keimanan kaum Muslim agar mereka meninggalkan agamanya.[2] Dalam Tafsir as-Sa’adi, mengutip penjelasan al-Hasan, fitnah di sini bukan saja mengusik keyakinan, tetapi membunuh para kekasih dan mereka yang mentaati-Nya.[3] Karena itu mempersekusi dan mengkriminalisasi ulama merupakan bagian dari fitnah yang diharamkan di dalam ayat ini.
Jika mereka tidak bertobat, dengan menghentikan fitnah yang dilakukan terhadap orang Mukmin, mereka akan mendapat azab Jahanam dan azab yang membakar mereka. Ancaman azab ini menjadi qarînah (indikasi) bahwa tindakan ini hukumnya haram. Karena itu haram hukumnya bagi kaum Muslim untuk terlibat dalam kampanye, kegiatan dan proyek seperti ini.
Selamatkan Umat
Umat memang perlu dibentengi dari isu negatif ini. Cara untuk melakukannya diperlukan adanya kelompok, organisasi atau partai politik yang mempunyai kesadaran politik yang benar untuk membongkar rancangan jahat ini. Radikalisme bagian dari strategi penjajah, dengan menggunakan antek mereka, untuk mempertahankan penjajahan mereka, dengan cara melemahkan kekuatan rakyat yang dijajah, yaitu Islam. Target serangan anti “radikalisme” ini adalah melemahkan keyakinan umat Islam pada agamanya agar mereka tidak fanatik, tidak membela mati-matian agamanya dan permisif.
Lalu, umat diberikan arahan guna bisa melihat kebenaran. Menurut perkataan Imam Syafii ketika ditanya “Bagaimana kita mengetahui pengikut kebenaran di jaman penuh fitnah?” Beliau menjawab, “Perhatikanlah panah-panah musuh ditujukan pada siapa, maka akan menunjukkan siapa pengikut kebenaran”. Hingga umat bisa berpegang teguh kepadanya dan senantiasa bersemangat untuk berjuang bersamanya. Termasuk dalam melawan strategi kafir barat dalam proyek anti “radikalisme” ini.
Selain itu, agar umat sadar, tidak tertipu lagi oleh propaganda ini, maka cara berpikir tentang realitas harus dibangun di dalam diri dan tokoh-tokoh mereka. Ini penting. Pasalnya, framing yang dibentuk oleh negara-negara kafir penjajah dan para antek mereka, dengan menggunakan media massa, dimulai dari sini.
Apa dan bagaimana berpikir tentang fakta riil (tafkîr bi al-haqâ’iq) itu? Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitabnya, At-Tafkîr, telah menjelaskan berpikir tentang fakta riil ini adalah menghasilkan kesimpulan yang presisi dengan fakta yang ada. Misalnya, fakta “radikalisme” yang dikonotasikan negatif, kemudian dinisbatkan pada Islam. Ini jelas menyalahi fakta Islam. Pasalnya, Islam itu “rahmatan li al-alamin”. Demikian juga saat dinyatakan, Islam “rahmatan li al-alamin” juga identik dengan Islam tahlil, yang tidak tahlil bukan Islam “rahmatan li al-alamin”. Ini juga menyalahi fakta.
Agar umat bisa mendapatkan fakta riil tadi, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pengaburan fakta. Ini bisa dilakukan dengan menyamakan fakta riil dengan fakta lain, misal khilafah disandingkan dengan khilafah 1515. Atau penghapusan fakta riil dengan fakta lain, contoh khilafah sebagai negara kesatuan kaum muslim sedunia dihapus dengan konsep negara bangsa. Atau bisa juga dengan cara menimbulkan keraguan pada fakta riil, misal bisakan khilafah diterapkan untuk kondisi kekinian.
Kedua, upaya pengaburan yang memalingkan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan fakta riil itu terwujud. Misal, khilafah diarahkan untuk diperjuangkan penegakannya lewat jalan jihad, ikut kontestasi demokrasi, atau kudeta. Padahal satu-satunya jalan menuju khilafah adalah thariqul umat dengan ciri khasnya thalabun nusroh kepada para pemilik kekuatan.
Berbagai upaya pengaburan ini harus diwaspadai. Caranya dengan senantiasa berpegang teguh pada fakta sebenarnya. Lalu senantiasa ikhlas dan berpikir mendalam guna mendapatkan fakta sesungguhnya. Jangan sampai terjadi pengabaian terhadap fakta, termasuk fakta sejarah.
Sejarah memberikan gambaran bagaimana fakta riil itu terjadi pada jaman lampau serta faktanya tidak pernah berubah. Dan, sejarah telah mencatatkan bahwa ketika umat Islam memegang teguh Islam kafah dan bersatu dalam satu kepemimpinan khilafah, saat itu umat Islam menjadi umat terbaik. Kegemilangan kehidupan diraih umat Islam. Umat Islam mampu mengalahkan kaum kafir dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Demikian hukum, sikap dan cara bagaimana umat ini menghadapi opini negatif yang dialamatkan kepada Islam, umat dan proyek perjuangannya.
0 Komentar