Migrasi TV Analog Ke TV Digital, Siapa Yang diuntungkan?


 Migrasi TV Analog Ke TV Digital, Siapa Yang diuntungkan?

Oleh : Siti Rima Sarinah

#wacana - Kementerian Komunikasi dan Informatika akhirnya menghentikan siaran TV analog. Penghentian siaran TV analog ini awalnya direncanakan pada 17 Agustus 2021, diundur ke bulan April, kemudian diundur kembali dan baru direalisasikan di bulan November 2022. Kebijakan migrasi dari TV analog ke digital ini dalam rangka menjalankan amanat pasal 60A UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran sebagaimana diubah oleh UU No.11 tahun 202 tentang cipta kerja.

Selain menjalankan amanat UU, kebijakan migrasi ini juga sebagai upaya menghasilkan siaran TV yang lebih berkualitas dan jernih bagi masyarakat, meningkatkan efisiensi penyelenggaran siaran melalui infrastrukture sharing, mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lain yang telah menyepakati penataan spektrum untuk layanan televisi, dan melakukan pemerataan akses internet untuk keperluan pendidikan, sistem kebencanaan dan untuk kegunaan lainnya (Kompas.com, 11/09/2021).

Kebijakan migrasi TV analog ke TV digital menuai polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, kebijakan ini mewajibkan masyarakat membeli perangkat set  top box (STB) untuk dapat menikmati siaran TV digital dengan harga yang tidak murah.

Dan benar saja, penjualan STB melonjak di pasaran. Salah satu toko elektronik di Jakarta Utara pun kebanjiran pelanggan hingga stok habis. Wiji, pemilik toko menyebut banyak masyarakat yang marah-marah karena TV mereka tiba-tiba mati tidak ada saluran. Selain itu harga perangkat STB tersebut yang sebelumnya harga Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu. Bahkan harga jual di online mencapai hingga Rp 300 ribu (detikfinance,08/11/2022).

Pakar Digital, Anthony Leong menyampaikan bahwa kebijakan ini sebenarnya baik untuk mendorong digitalisasi di Indonesia, tetapi waktu penerapan kebijakan ini tidak tepat karena masih banyak PR yang harus diselesaikan. Seharusnya pemerintah membenahi kebijakan digitalisasi utamanya literasi dan akses digital bagi seluruh masyarakat yang masih jauh dari kata memadai. TV analog ini merupakan sumber informasi bagi masyarakat kecil, khususnya di berbagai daerah yang kurang akses internetnya.

Hal senada disampaikan oleh pengamat ekonomi digital dari Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda yang mengungkapkan untung rugi dari kebijakan menghentikan siaran TV analog dan bermigrasi ke TV digital. Secara hitung-hitungan migrasi tersebut akan positif bagi pendapatan negara. Karena pita frekuensi bisa disewakan kepada industri telekomunikasi untuk mengembangkan internet 5G dan sebagainya (tempo.co,04/11/2022).

Kebijakan migrasi ke TV digital terkesan sangat dipaksakan, disaat masih banyak hal yang harus dibenahi, terutama dari segi aksesnya. Walaupun pemerintah memberikan subsidi STB kepada rakyat yang tidak mampu, tidak lantas persoalan migrasi ini selesai begitu saja. Pasalnya, tanpa pembenahan dari segi akses, akan ada wilayah yang tidak dapat menjangkau siaran TV digital ini. 

Memang benar, TV digital memberikan variasi siaran yang lebih banyak dengan berbagai jenis program dan kualitas yang lebih baik pula tanpa dipungut iuran. Namun, ada dampak lain yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Yaitu tayangan yang lebih banyak dan beragam, tidak menutup kemungkinan konten yang merusak generasi pun akan mudah masuk dan diakses generasi muda dan anak-anak. Ancaman kerusakan generasi di depan mata tapi seolah diabaikan begitu saja.

Jika diperhatikan setiap kebijakan penguasa, selalu saja menguntungkan pihak tertentu dalam hal ini pengusaha. Keuntungan yang mereka dapatkan dari penjualan STB dan mengurangi biaya produksi hingga 40%. Jelaslah sudah bahwa kebijakan migrasi ke TV digital bukan untuk kepentingan rakyat semata melainkan untuk kepentingan swasta/pengusaha.

Inilah potret sistem yang tunduk dalam kungkungan kapitalis liberal yang tak segan-segan membuat UU (siaran digital diatur dalam UU Cipta Kerja) demi keuntungan pemilik modal. UU menjadi payung hukum bagi mereka untuk memuluskan kepentingan, meraup keuntungan berlipat ganda. Dengan dalih memberikan kualitas siaran yang lebih berkualitas, agar kebijakan ini diterima dan tidak menjadi polemik di tengah masyarakat.

Hal ini menjadi bukti bahwa negara hanya sebagai perpanjangan tangan pengusaha untuk memenuhi kepentingan mereka. Negara pelayan bagi pengusaha memang sangat nampak dalam sistem yang mendewakan materi di atas segalanya. Tidak ada pertimbangan apakah kebijakan ini sesuai atau tidak dengan kondisi masyarakat. Akhirnya rakyat hanya menjadi “sapi perahan” karena harus tunduk patuh.

Televisi merupakan salah satu media sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat. Mewujudkan siaran TV yang jernih dan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat merupakan kewajiban negara. Dalam Islam, media didaulat sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol dan sarana dakwah Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan kata lain, media juga berfungsi sebagai benteng yang memiliki peran politis dan strategis serta sebagai benteng penjaga umat dan negara sehingga suasana ketaatan terus tercipta dan kewibawaan negara tetap terjaga.

Media sebagai sumber informasi, edukasi dan sarana dakwah haruslah menyajikan tayangan yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Isi tayangannya memberikan pemahaman masyarakat tentang ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam.

Dalam negara Islam (khilafah), tayangan media berada di bawah kewenangan Departemen Al-I’lam (penerangan). Departemen inilah yang akan membuat aturan demi kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Membantu membina masyarakat Islam dengan pemahaman yang lurus, kuat dan bersih. Menyiarkan Islam, baik dalam keadaan damai maupun perang dengan menonjolkan sisi keagungan Islam, keadilan dan kekuatan militer yang tangguh. Menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia serta kelemahannya.

Departemen penerangan mengontrol langsung berbagai informasi yang disajikan ke tengah masyarakat. Tak boleh ada satupun tayangan yang keluar dari panduan yang telah ditetapkan oleh departemen ini. Dan akan memberikan sanksi tegas dan berat kepada pemilik media yang melakukan pelanggaran dalam bentuk penyimpangan dari akidah dan syariat Islam dalam tayangannya.

Sehingga bisa dipastikan masyarakat Islam terjaga dari informasi dan tayangan yang merusak. Negara pun menjamin tayangan televisi bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, walaupun mereka tinggal di daerah pelosok atau terpencil.

Tak terbersit sedikitpun dalam pikiran penguasa, mau mengambil keuntungan, ataupun memberikan celah kepada swasta untuk mencari keuntungan bisnis. Semua dilakukan karena dorongan keimanan dan ketaatan, rasa takut dan khawatir apabila abai terhadap amanah yang dibebankan dipundaknya karena yakin semua akan dimintai pertanggungjawaban.

Dengan sistem Islam dalam naungan khilafah akan terwujud tayangan yang berkualitas yang mendukung terciptanya masyarakat Islami. Masyarakat merasa aman dan tenang bebas dari kekhawatiran terhadap tayangan yang mendatangkan kemudaratan. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar