PAKAIAN ADAT MENJADI SERAGAM SEKOLAH DI BEKASI, SEBERAPA PENTINGKAH ?

Oleh: Mia Annisa


Jika selama ini seragam sekolah identik dengan warna-warna tertentu seperti putih merah, putih biru sampai putih abu-abu di mulai dari kelas SD, SMP hingga SMA/SMK. Kini melalui permendikbudristek nomor 50 tahun 2022 siswa/siswi bisa mengenakan seragam lain selain seragam nasional dan pramuka seperti baju adat di acara-acara tertentu.
Meski peraturan ini sudah di mulai sejak 7 September 2022. Namun untuk wilayah Bekasi sendiri kota yang statusnya sebagai kota peyangga ibu kota Jakarta merespon cepat peraturan ini, meskipun hingga kini aturan seragam pakaian adat bagi peserta didik belum diberlakukan di seluruh satuan jenjang pendidikan di wilayah Bekasi. Dengan demikian siswa di masing-masing sekolah saat ini masih mengenakan seragam seperti sebelumnya. (RADARBEKASI.ID)
Adapun alasan pemerintah diberlakukannya permendikbudristek nomor 50 tahun 2022 mengenai pengenaan pakaian adat adalah dalam rangka untuk mengenalkan budaya daerah masing-masing serta menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik. Di tengah gencarnya gempuran budaya yang berasal dari luar seperti K-Pop yang saat ini begitu sangat di gemari oleh kaum muda hari ini.
Sayangnya kebijakan pemerintah mengenai pakaian adat di sekolah menuai pro kontra dari pihak orang tua. Menurut mereka “that’s a good idea” dan tak masalah selama “good rekening” untuk melestarikan budaya. Namun banyak kalangan orang tua yang mengkritisi kebijakan pengenaan pakaian adat di sekolah pasalnya tidak semua orang tua mampu untuk membeli seragam yang telah di tetapkan oleh pihak sekolah. Yang ada semakin menambah beban ekonomi bagi keluarga. Mengingat kondisi perekonomian yang tidak menentu, sudah tentu kebijakan pemerintah dianggap kurang tepat. Apalagi untuk orang tua yang memiliki anak lebih dari satu, sudah pasti pengadaan pakaian adat semakin menjadi beban tersendiri.
Merespon adanya keluhan semacam ini pemerintah pusat kembali menyerahkan kepada Pemda setempat bersama pihak sekolah dan masyarakat untuk saling membantu selain pengadaan pakaian seragam sekolah tapi juga pakaian adat bagi yang kurang mampu secara ekonomi sebagai prioritas mereka.
Dari sini patut untuk dicermati sebetulnya ada yang jauh lebih penting untuk segera diselesaikan ketimbang pemerintah sibuk melakukan pengadaan pakaian adat di bangku sekolah. Yaitu problem pendidikan yang lebih mendesak bagaimana caranya agar pemerintah mampu memperbaiki pelayanan dan pemenuhan pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik. Seperti degredasi moral generasi seperti terlibat tawuran, gengster dan narkoba, bullying di dunia pendidikan yang makin tak berperi, sarana dan prasarana pendidikan yang merata dan memadai, hak mendapatkan pendidikan hingga perguruan tinggi, serta tidak lupa persoalan kesejahteraan guru yang masih timpang dan masih banyak lagi.
Aturan kebijakan sekolah mengenakan pakaian adat ini tentu terkesan sangat dipaksakan. Sebab, akan menciptakan kesenjangan antarsiwa. Bagi siswa yang berada dikalangan ekonomi menengah ke bawah tentu ini sangat memberatkan untuk mengikuti ketentuan tersebut. Bagi mereka yang mampu membelinya tentu ini bukanlah masalah.
Selain menciptakan kesenjangan pengenaan pakaian adat di sekolah tentu akan berbenturan dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Sekalipun dari Permendikbudristek tetap ingin memperhatikan hak siswa dalam menjalankan agama. Namun kondisi ini tentu sangat rentan sebab seringkali permasalahan agama dan budaya selalu berbenturan mengingat maraknya Islamphobia.
Kondisi ini juga berpotensi mengikis keterikatan seseorang terhadap hukum syarak. Ia akan mengedepankan budaya/adat sekalipun bertentangan dengan akidahnya misal mengenakan pakaian yang membuka aurat karena khawatir di cap ekstrim, tidak toleran, ke Arab-Araban, anti NKRI dan sebagainya. Sehingga ia dengan sukarela melanggar hukum syarak.
Padahal hukum syarak inilah yang harusnya dijadikan sebagai landasan dalam pendidikan generasi hari ini yaitu akidah Islam agar tercipta generasi yang kaya dengan visi dan misi Islam. Generasi yang unggul dan beradab.
Bukan malah menjauhkan Islam dari kehidupan dengan menjejalkan ashobiyah yaitu membanggakan suku dan daerah masing-masing. Justru hal ini malah memunculkan disintegrasi bukan persatuan. Sudah terbukti keberagaman dalam sistem yang memisahkan Islam selalu meninggalkan problematika akut yang tak pernah kunjung bisa diselesaikan.
Inilah PR besar Kemendikbudristek yang harusnya segera di tangani bagaimana menyelesaikan masalah pendidikan hari ini yang belum tuntas? Menyelamatkan generasi dari kerusakan moral, bullying, menyiapkan sarana dan prasarana sekolah yang memadai hingga menjamin kesejahteraan para tenaga pendidik. Negara perlu merekonstruksi sistem pendidikan sekuler di bawah bingkai tuntutan risalah Nabi Muhammad saw sebagai masalah urgen bukan bergelut pada masalah yang ecek-ecek.
Sebab melahirkan generasi yang kuat adalah tugas negara jangan sampai meninggalkan para generasi yang lemah di belakang kita sebagaimana firman Allah SWT.
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." [QS. al-Nisa' : 9]
Wallahu’alam.
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di

Posting Komentar

0 Komentar