Ritel Pun Kembali Tumbang

 



Oleh: Titin Kartini


Satu pekan ini kita dikejutkan dengan adanya salah satu ritel di Kota Bogor yang akhirnya tumbang dan resmi ditutup. Hal ini disebabkan menurunnya omset penjualan mereka terutama sejak merebaknya pandemi Covid-19 yang melanda negeri ini. Ritel yang beroperasi di jalan Suryakencana, kecamatan Bogor Tengah ini berdiri sejak tahun 1993 dan menjadi salah satu mal favorit karena letaknya yang strategis. Ritel ini berhenti beroperasi pada tanggal 31 Oktober 2022. Pengumuman tersebut terpampang dalam spanduk yang dipasang di depan Gedung Plaza Bogor. (www.radarbogor.id, 30/10/2022) 


Ritel ini bukanlah ritel yang pertama kali tumbang, namun ritel ini menyusul beberapa ritel lainnya yang lebih dulu tumbang. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat masih lemah karena tingkat kesejahteraan yang makin menurun. Walaupun Covid-19 sudah mereda, namun dampak ekonomi yang ditimbulkan masih sangat terasa bagi masyarakat. Masih bisakah kita mengatakan bahwa perekonomian negeri ini baik-baik saja?


Staf Ahli Aprindo (Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia) Yongky Susilo mengungkapkan terpuruknya sektor ritel utamanya dipengaruhi oleh krisis global yang juga berimbas pada Indonesia. Hal ini pun dialami oleh negara-negara lainnya. Kondisi ini membuat masyarakat menurunkan konsumsi ke produk yang lebih murah dan cenderung mengurangi konsumsinya.  


Ketakstabilan ekonomi dalam negeri yang ditandai dengan defisit neraca perdagangan, kebijakan impor yang mematikan produsen lokal, serta inflasi yang menyebabkan melemahnya mata uang rupiah  yang menyebabkan harga barang dan jasa cenderung meningkat. Jika harga barang/jasa tinggi, tentu akan menurunkan daya beli masyarakat.


Selain itu, pendapatan masyarakat yang makin berkurang pun akan menurunkan daya beli. Apalagi  ditambah angka pengangguran yang tinggi, tentu menyebabkan daya beli masyarakat makin turun drastis lantaran masyarakat tak memiliki uang untuk membeli barang yang harganya tinggi. Inilah yang menyebabkan ritel besar tak memiliki pembeli.


Oleh karena itu, fenomena tutupnya ritel bukan disebabkan oleh pandemi yang mengubah perilaku belanja dari offline menuju online. Melainkan karena krisis global yang menghantam seluruh negara. Adapun pandemi hanyalah sebagai pemicu makin terjerembabnya krisis ekonomi yang berujung pada krisis multidimensi. Hal ini tidak lepas dari diterapkannya sistem ekonomi kufur kapitalisme. 


Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem yang memberikan kebebasan penuh pada semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk memperoleh keuntungan. Setiap individu memiliki hak penuh untuk mengambil manfaat atas harta atau kekayaannya sebagai alat produksi dan berusaha. Dalam sistem ekonomi kapitalis, negara tidak dapat melakukan campur tangan, namun berperan untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, negara hanya berperan sebagai regulator atau fasilitator

Maka tidaklah mengherankan jika dalam sistem kapitalisme, hukum rimba pun berlaku, dimana yang bermodal besar dialah pemenangnya. Hal ini memicu persaingan yang tak sehat, dan ini tentunya akan membawa petaka bagi ekonomi dalam negeri. Seharusnya negara mengambil peran utama dan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan perekonomian negara. Bukan hanya memposisikan diri sebagai regulator. Karena tak dapat dipungkiri, akibat dari tumbangnya sebuah usaha riil seperti toko ritel, jelas berdampak buruk bagi rakyat.


Pengangguran dan kemiskinan sudah tentu menjadi bertambah. Menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya untuk mencari nafkah di tempat tersebut. Sementara pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Sistem kapitalis telah nyata menyengsarakan rakyat. Mencampakkan dan membuang sistem ini sesuatu yang sangat urgen untuk segera dilakukan, dan menggantinya sistem ekonomi yang memanusiakan manusia.


Islam sebagai agama juga ideologi mempunyai sistem khusus yang menunjang kehidupan manusia baik lahir maupun batin, sesuai fitrahnya manusia, tidak menzalimi namun menyelamatkan. Bangunan sistem ekonomi Islam bersifat sederhana, tetapi memiliki ciri (karakteristik) unik dan memiliki daya tahan yang kukuh dari terjangan krisis. Disebut unik karena lahir dari nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang melahirkan sistem ekonomi kapitalistik yang telah mengangkangi dunia saat ini, termasuk negeri ini. Nilai-nilai tersebut tegak di atas cara pandang hidup yang mengajarkan bahwa kehidupan manusia adalah dalam rangka pengabdian kepada pencipta semesta alam (Allah Swt.). 


Sistem ekonomi dalam Islam tercermin pada tiga aspek. Ketiga aspek tersebut yaitu:

Kepemilikan, yakni kepemilikan pribadi, umum dan negara. Masing-masing kepemilikan tersebut telah diatur dan ditetapkan oleh syariat, sehingga bisa dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Contoh lahan pertanian, sebagai milik pribadi tidak bisa dinasionalisasi. Sebagaimana kepemilikan umum seperti minyak, gas, tambang batu bara dan lain sebagainya tidak bisa diprivatisasi atau dimiliki oleh negara karena sejatinya itu adalah milik umat. Hal tersebut dikarenakan telah diatur dan ditetapkan kepemilikannya oleh syariat.


Pemanfaatan kepemilikan (tasharruf) baik dengan cara membelanjakan maupun mengembangkan kepemilikan, harus mengikuti hak yang melekat pada kepemilikan harta tersebut. Karena hak mengelola harta itu merupakan konsekuensi dari kepemilikan. Sebagai contoh hak milik pribadi, bisa digunakan untuk pemiliknya tetapi tidak oleh publik karena bukan milik mereka. Sebaliknya harta milik umum, bisa dimanfaatkan oleh pribadi, karena izin yang diberikan oleh syariat kepadanya sebagai bagian dari umat, namun individu ataupun swasta tidak boleh memprivatisasi atau menswastanisasi kekayaan milik umat.


Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Distribusi kekayaan ini merupakan kunci dari masalah ekonomi. Jika distribusi kekayaan mandeg, hal ini memastikan timbulnya masalah ekonomi. Namun jika masalah distribusi ini lancar dari satu individu ke individu lainnya maka masalah ekonomi dijamin aman teratasi. Islam melarang dengan tegas dan mengharamkan menimbun harta, emas, perak dan mata uang. Ini dilakukan agar harta tersebut berputar di tengah-tengah masyarakat serta bisa menggerakkan roda perekonomian secara riil.


Mekanisme ekonomi dalam sistem Islam juga ditopang dengan kebijakan ekonomi yang ideal untuk memastikan produksi dan distribusi berjalan dengan baik dan benar. Di sinilah negara berperan penting untuk menggerakkan perekonomian rakyatnya. Negara dalam sistem Islam bukan hanya berperan sebagai regulator ataupun fasilitator.


Dalam hal produksi, negara memastikan produksi domestik tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Kebijakan negara terkait dengan sumber perekonomian benar-benar diterapkan dengan baik dan benar. Adapun sumber tersebut adalah pertanian, perdagangan, industri dan jasa. 


Negara memastikan seluruh sumber tersebut benar-benar bisa menghasilkan barang dan jasa, sehingga bisa menjamin produksi, konsumsi dan distribusi di tengah-tengah masyarakat. Dari sini negara mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, atau negara memberikan modal usaha bagi rakyat. Negara melarang menyewakan lahan pertanian, dan tidak membiarkan lahan pertanian terbengkalai selama lebih dari tiga tahun. Islam mengharamkan riba. Praktik riba dalam perdagangan selain haram, juga merusak perekonomian. Negara memastikan industri kepemilikan umum tidak boleh dikelola oleh swasta baik domestik maupun asing. Lagi-lagi hal ini dilakukan demi menjamin tingkat produksi yang akan berimbas pada kemakmuran rakyatnya.


Dalam hal distribusi, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh rakyatnya. Negara akan memastikannya melalui mekanisme ekonomi dan non-ekonomi. Mekanisme ekonomi, yakni memberi kemudahan bagi rakyat untuk memperoleh barang dan jasa dengan jual-beli atau upah-mengupah. Negara menyediakan lapangan pekerjaan agar rakyatnya mampu membeli kebutuhan hidupnya. Bagi rakyat yang tidak mampu, seperti orang yang sakit, atau tua renta, atau cacat, maka negara akan mendistribusikan kebutuhan mereka dengan mekanisme non-ekonomi, yakni pemberian secara langsung dari baitul mal (kas negara). Dengan demikian jaminan kesejahteraan bagi setiap rakyat dapat diwujudkan dengan baik. 


Dari pemaparan di atas, menunjukkan bahwa negara benar-benar hadir mengurus rakyatnya. Karena sejatinya seorang pemimpin berada di garda terdepan untuk rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,"Sungguh imam (khalifah) itu laksana perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya" (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa'i, Abu Dawud dan Ahmad).


Dengan kepemimpinan dan penerapan sistem yang benar, semua keterpurukan ekonomi tidak akan terjadi. Kalaupun tertimpa musibah atau musim paceklik, maka negara berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya dengan baik. Semua ini akan terlaksana dengan sempurna ketika syariat Islam kafah diterapkan dalam sistem khilafah, yang akan menyelamatkan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.


Takutlah wahai pemimpin akan doa Rasulullah Saw.,"Ya Allah, siapa saja yang diberi amanah untuk mengurus urusan umatku sekecil apapun, lalu ia memberatkan mereka, maka beratkanlah dia. Dan siapa saja yang diberi amanah untuk mengurus urusan umatku sekecil apapun, kemudian dia bersikap penuh kasih sayang kepada mereka, maka kasihlah dia" (HR. Muslim, Ahmad, Ibn Hibban dan Baihaqi). Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, satu-satunya aturan yang sesuai dengan fitrah manusia. Wallahua'lam.


Posting Komentar

0 Komentar