Apri Hardiyanti; Liberaslisasi Desain Barat Untuk Menghancurkan Pemuda Islam

 


Reporter Anita Rachman


#Reportase - Saat ini negeri-negeri kaum muslimin mengalami bonus demografi. Berbanding terbalik dengan Barat, yang mengalami kekhawatiran kepunahan generasi. Potensi ini akan menjadi kekuatan besar ketika mereka bangkit dengan ideologi Islam. Kebangkitan ini pula yang dikhawatirkan Barat, yang kemudian melatarbelakangi serangkaian konspirasi, strategi, kebijakan politik global untuk merusak generasi, mencederai dan mendiskriminasi ajaran Islam. Hal ini disampaikan Apri Hardiyanti, SH, aktivis dakwah dan juga Ketua Koordinator Nasional Kohati periode 2018-2020, dalam sebuah Diskusi Publik yang diadakan Muslimah Jakarta, Ahad, 04 Desember 2022, di salah satu hotel di Jakarta. 


Diskusi dihadiri tokoh muslimah se-DKI Jakarta, mulai dari mubalighah, tokoh masyarakat, tokoh organisasi, praktisi pendidikan, hingga para aktivis dari kalangan mahasiswa. Tema umum yang diangkat adalah “Menangkal Arus Liberal Pada Milenial”. Sebagai seorang aktivis yang cukup dekat dengan kehidupan generasi muda khususnya mahasiswa, Apri Hardiyanti melihat kerusakan generasi muda hari ini bukan terjadi tiba-tiba. Melainkan ada serangkaian upaya global yang membuat mereka ‘rusak’ dan jauh dari harapan. Oleh karena itu dalam diskusi kali ini, secara khusus Apri Hardiyanti mengangkat tema “Liberaslisasi Desain Barat Untuk Menghancurkan Pemuda Islam”. 


Apri Hardiyanti menyampaikan bahwa peran generasi telah di bajak dan dibelokkan. Salah satunya melalui peran badan dunia seperti PBB. Dalihnya untuk mengatasi krisis, mengatasi iklim, mengatasi radikalisme. Namun sekaligus mengkampanyekan nilai-nilai sekuler, liberalisme, pluralisme, HAM, kesetaraan gender, melalui musik, seni, film, olahraga, komik, humor. Peran politiknya juga diarahkan untuk menjaga kelanggengan demokrasi. Mereka-mereka yang mengkampanyekan ini akan mendapatkan dukungan dari PBB. 


Kemudian tujuan berikutnya adalah menjadikan manusia sebagai sumber cuan, sebuah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme. Dengan dalih memberdayakan pemuda, mereka diarahkan untuk berdaya secara ekonomi. Kurikulum pendidikannya pun mengikuti pasar global dan industri, di mana target outputnya adalah tenaga-tenaga siap kerja. Dan cara ini cukup sukses mencetak generasi materialistik yang sibuk mengejar materi demi memenuhi tuntutan hidup dan gaya hidup. Padahal sejatinya tanpa sadar telah menjadi budak kapitalisme untuk memenuhi brankas-brangkas multinational corporation. Potensi generasi muslim yang mencapai 1,8 milyar di dunia adalah target pasar yang empuk. Mereka dijebak hidup konsumtif dengan suguhan beragam marketplace dan iming-iming gaya hidup fun, food, fashion, faith and sing. 


Bersamaan dengan itu, Barat dalam hal ini Amerika terus melakukan ekspansi, menyebarkan ide kebebasan dengan memanfaatkan kekuatan media. Apri Hardiyanti mengutip pernyataan mantan presiden Amerika George W. Bush, ‘Jika Anda berjuang untuk kebebasan Anda, kami akan bersama Anda’. Mereka menggiring opini dunia ke arah pembentukan masyarakat liberal. Tayangan-tayangan pornografi, pornoaksi, penyimpangan seksual terus membanjiri ruang-ruang publik, diaruskan secara massif, hingga menjadi opini umum dan menjadi nilai kultural yang diterima dan disepakati bersama. Dampaknya, kemaksiatan dianggap normal dan biasa.


“Dari ekspansi liberalisasi ini muncul lah penyakit sosial dan dekadansi moral. L96T, kumpul kebo, prinsip hidup melajang, friend with benefit, childfree dan lain-lain. Bahkan ada influencer muslim, berkerudung, folowernya banyak, membela L96T. Dan kebanyakan remaja muslim pun mengambil sikap masa bodoh karena dianggap urusan masing-masing. Telah terjadi banyak pergeseran dan semua gara-gara kampanye ide kebebasan tadi. Artinya Barat berhasil mengafirmasi generasi muda supaya pemikirannya bergeser menjadi liberal”, ungkapnya prihatin. 


Apri Hardiyanti melanjutkan, bahkan regulasi yang dikeluarkan pemerintah membuat generasi semakin liberal. Siapa yang mendukung akan diberi panggung. Sebagaimana yang diusung staf khusus milenial presiden Jokowi, tentang nikah beda agama. Atau narasi ‘jangan ada paksaan menggunakan jilbab’ yang terus diekspos. Sementara siapa yang berlawanan dan menyuarakan syariat dicap radikal. Akhinrya muncul ungkapan ‘udahlah nggak usah terlalu serius dalam beragama, yang biasa aja supaya nggak dianggap ekstrim, nggak dicap radikal’. Padahal tentang nikah beda agama, jilbab dan semua hal telah di atur jelas di dalam Islam. Wajar, jika generasi muda muslim lupa dengan identitas Islamnya. 


“Di Citayam Fashion Week misalnya, ketika ditanya tentang salat mereka nggak ngerti. Mereka juga menjadi budak digital. Bahkan Indonesia menjadi negeri dengan pemain games terbanyak kedua di dunia, di mana potensi cuannya juga luar biasa. Belum lagi para muslimahnya terbuai dengan ilusi kesetaraan gender yang mengharuskan perempuan bekerja, supaya menghasilkan cuan. Muncul juga feminisme muslim dengan packaging baru, mengkampanyekan ide-ide toleransi, tapi ala Barat”, ungkap Apri Hardiyanti..


“Gen-Z muslim diaruskan untuk melanggengkan ekosistem kebebasan dan hedonisme. Dibuat profiling, kalau mau sukses kayak BTS atau Farel Prayoga yang berhasil meraup cuan setelah viral. Jadi ketika anak ditanya cita-cita, selain bekerja mereka ingin menjadi youtuber. Bahkan mereka udah males sekolah, tapi sibuk ngonten demi cuan”, lanjutnya.


Apri Hardiyanti menegaskan, agenda Barat dalam upaya ‘merusak generasi’ ini sudah sangat lama dijalankan dan terus berkesinambungan. Mereka bekerja keras untuk mengaburkan pemahaman umat terhadap Islam. Mulai menggunakan narasi War of Terorism, War of Radicalism, isu islamophobia, hingga yang terbaru adalah ide moderasi beragama. Semuanya sangat menyesatkan pemikiran dan menjauhkan umat dari ajaran Islam, hingga menimbulkan keraguan bahwa Islam memiliki kekuatan untuk merubah dan merupakan solusi terhadap persoalan di dunia. 


“Akibatnya generasi muda terbius, malas berpikir, moralnya rusak, mentalnya lemah dan layak jajah, apatis, pragmatis, individulis, apolitis, cuek pada keadaan sekitar. Mudah depresi, maunya senang-senang, have fun, ketika tidak tercapai, bunuh diri menjadi solusi. Visi hidupnya lemah. Wajar saja ketika ada permasalahan multidimensi yang melanda negeri, tidak ada generasi muda yang bersuara, kecuali sedikit. Bahkan kebanyakan bangga menjadi corong ide-ide Barat’, sesalnya.


Menutup pemaparannya Apri Hardiyanti berpesan, harus ada reposisi pemuda Islam. Mengembalikan potensi pemuda pada arah perjuangan kebangkitan Islam. “Mengutip perkataan Hasan Al Bana, ‘Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun, itu kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya’. Jadi, generasi muda yang ada di sini, harus menjadi irama perubahan, menyuarakan perubahan, melakukan counter attack terhadap ide-ide kerusakan yang kian massif menyerang kita”, ajaknya kepada peserta diskusi sekaligus menutup pemaparannya. 


_______________


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di

Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Posting Komentar

0 Komentar