Balada Pahlawan Devisa di Negeri yang Kaya

 



Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) berkomitmen memerangi mafia perdagangan manusia (human trafficking) dalam rangka merayakan Hari Migran Internasional yang ke-32 tahun. BP2MI mendata, selama dua tahun terakhir, sekitar 1.500 pekerja migran Indonesia kembali ke Tanah Air dalam keadaan meninggal dan 3.200 lainnya menderita sakit hingga depresi. Selain itu, kurang lebih 81 ribu orang dideportasi dari negara penempatan yang kebanyakan korban perdagangan orang lantaran mencari kerja di luar negeri secara tidak resmi. (inilah.com,18/12/2022).

Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah menyatakan konjen Indonesia di Malaysia mencatat WNI yang berpotensi menjadi stateless (tanpa kewarganegaraan) berjumlah 325.477 orang. Masalah ini juga ditemukan di Filifina pada Maret 2022, ada sekitar 800 WNI stateless di Davao Mindanao. Persoalan ini menurut Anis, masih menjadi masalah krusial yang bertepatan dengan Hari Buruh Migran Internasional, juga persoalan kekerasan dan kematian yang masih rutin terjadi pada buruh migran. (Kompas.com, 18/12/2022).

BP2MI dan Komnas HAM telah berupaya untuk memberi perlindungan pada pekerja/buruh migran yang termaktub dalam  UU Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2021 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Namun hingga kini persoalan pelik yang melanda pekerja migran terus terjadi. 

Kasus yang melanda pekerja migran telah lama berlangsung. Walaupun banyak kasus yang menimpa pekerja migran, tetapi minat masyarakat untuk bekerja di luar negeri tidak mengalami penurunan. Antusiasme masyarakat menjadi pekerja migran bukanlah tanpa sebab. Tidak dipungkiri, bekerja di luar negeri dengan gaji yang tinggi membuat semua orang tergiur untuk ikut mengadu nasib di sana. Apalagi di negeri sendiri hanya mendapatkan gaji yang sangat minim, sedangkan kebutuhan hidup semakin mahal.

Faktor inilah yang menjadi pendorong utama pesatnya angka pekerja migran, dalam upaya memperbaiki perekonomian keluarga agar menjadi lebih baik. Walaupun faktanya, banyak tragedi yang menyayat hati yang melanda pekerja migran tersebut. Mulai dari kekerasan fisik hingga harus meregang nyawa di negeri orang.

Ironis memang, pekerja migran dengan predikat sebagai pahlawan devisa,  namun sangat minim perlindungan yang diberikan negara kepada mereka. Apalagi jika harus bersentuhan dengan masalah hukum, negara tak berdaya dan diam seribu bahasa. Walaupun ada UU yang mengatur terkait perlindungan pekerja migran, namun jika harus berurusan dengan negara tempat pekerja migran bekerja, UU tersebut tak mampu menjadi payung hukum untuk membela hak-hak mereka.

Meningkatnya pekerja migran ini seharusnya menjadi renungan bagi negara, khususnya pemangku kebijakan di negeri ini. Rakyatnya berjuang untuk mencari nafkah di negeri orang dengan berbagai macam konsekuensi yang harus dihadapi. Padahal, mereka adalah rakyat yang berasal dari negara yang memiliki kekayaan yang melimpah ruah.

Kekayaan negeri yang melimpah ruah tidak berkorelasi positif dengan kondisi perekonomian rakyatnya. Justru angka kemiskinan menjadi potret buram di negeri kaya bernama Indonesia. Hal ini akibat dari perubahan paradigma berpikir tentang ekonomi, yang akhirnya berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat yaitu berlomba untuk memenuhi kebutuhan materi demi bisa bertahan hidup.

Faktor ini pula yang menggerakkan para perempuan dan para ibu, ikut menanggung nafkah keluarga dengan menjadi pekerja migran, meninggalkan anak dan keluarganya. Terbukti, mayoritas pekerja migran adalah perempuan, yang sangat rentan mendapat perlakukan diskriminasi, kekerasan, pelecehan hingga berujung pada kematian. Hal ini menjadi bukti nyata ketidakpedulian negara pada keselamatan jiwa rakyatnya. Sementara keberadaan mereka sebagai pekerja migran berkontribusi besar menambah devisa negara. Perlindungan dan jaminan keamanan diberikan ala kadarnya, tetapi di sisi lain negara membebankan pajak kepada mereka. 

Deretan panjang derita yang dialami pekerja imigran tak lepas dari sistem yang menaungi semua aturan kehidupan manusia, yaitu kapitalisme. Sistem ini telah sukses menjadi karpet merah para kapitalis, di mana para penguasanya dengan sukarela menyerahkan seluruh kekayaan alam kepada para korporasi. Sedangkan, rakyat sebagai pemilik harta tersebut tak sedikitpun menikmati apa yang menjadi haknya. 

Penguasa kapitalis membiarkan rakyatnya mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Termasuk dengan menjadi pekerja migran dengan segala resikonya. Sedangkan, di sisi lain tenaga kerja asing justru massif masuk ke negeri ini untuk bekerja dan mendapatkan gaji yang sangat fantastis. Kebijakan aneh tapi nyata yang tengah berlangsung dan kita saksikan di negeri ini.

Harus ada upaya untuk mengeluarkan negeri ini dan menyelamatkan kekayaan milik rakyat dari kerakusan para korporasi yang berlindung di bawah sistem batil kapitalisme. Selama sistem ini masih mencengkeram Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya, selama itu pula persoalan apapun takkan pernah menyentuh pada akar persoalan yang sesungguhnya.

Hanya sistem Islam dalam naungan Khilafah yang akan menjawab dan menjadi solusi tuntas untuk mengatasi polemik yang mendera pekerja migran dan masalah multidimensi yang terus menghantui. Islam dengan seperangkat hukum yang sempurna mampu menyejahterakan kehidupan setiap individu rakyatnya secara adil dan merata, baik di kota maupun di desa. Kesejahteraan bak matahari yang menyinari seluruh penjuru bumi.

Di dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi setiap individu rakyatnya. Dan kewajiban bekerja hanya dibebankan kepada kepala keluarga atau suami, bukan kepada perempuan dan para ibu. Sebab, perempuan memiliki tugas yang mulia sebagai ummun wa rabbatun bait (ibu dan pengatur rumah tangga).

Islam juga mewajibkan negara untuk mewujudkan perlindungan terhadap semua rakyatnya termasuk perempuan. Penerapan Islam yang kafah akan menjamin terjaganya kehormatan perempuan. Negara akan memberikan sanksi tegas yang membuat jera bagi siapa saja yang melakukan kejahatan apapun bentuknya, termasuk pidana perdagangan orang maupun perbudakan.

Semua ini dilaksanakan oleh negara dan penguasanya dengan landasan  iman kepada Allah Swt. dan keyakinan adanya pertanggungjawaban kelak di yaumil qiyamah. Sehingga peran negara berjalan optimal dalam mewujudkan aspek perekonomian, pendidikan, kesehatan, pergaulan, keamanan dan peradilan sesuai dengan syariat Allah Swt. Wallahua’alam. 

Oleh: Siti Rima Sarinah






































Posting Komentar

0 Komentar