Oleh: Titin Kartini
Hidup sejahtera aman sentosa, tentu menjadi dambaan setiap individu masyarakat. Sejahtera lahir batin, tanpa ada rasa was-was yang selalu menghantui setiap detiknya. Namun pada kenyataannya, hal ini sulit diwujudkan.
Inilah yang dirasakan masyarakat Kota Hujan, di mana kejahatan terjadi setiap saat. Kasus narkoba begitu merajalela. Barang haram ini begitu mudah diperjualbelikan tanpa ada rasa takut. Hal ini terbukti dengan ditangkapnya pengedar narkoba di jalan Sholeh Iskandar atas laporan masyarakat bahwa di jalan tersebut sering terjadi transaksi narkoba, dan hasilnya 873 gram ganja berhasil disita. (news.detik.com, 10/12/2022)
Lepas dari kasus narkoba, ada kasus pencurian yang membuat kita geleng-geleng kepala, karena pelakunya beranggotakan para wanita. Miris, kejahatan dapat dilakukan siapa saja bahkan makhluk yang terkenal ras terkuat namun lembut ini. Para wanita pelaku kejahatan ini masuk ke dalam rumah kosong dan berhasil menggasak Rp34 juta dari ATM korban yang tersimpan di dalam sebuah tas. Mereka berhasil membobol ATM korban dengan mengacak nomor rahasia ATM. (jabarekspres.com, 12/12/2022)
Tak kalah heboh dari itu, ada juga kasus peredaran uang palsu di mana 152 lembar pecahan Rp100 ribu berjumlah Rp15,2 juta disita sebagai barang bukti. Polsek Bogor Timur menangkap empat orang tersangka pengedar dan pembuat uang palsu pecahan Rp100 ribu serta produk lainnya berupa materai, cukai rokok dan sertifikat kesehatan palsu yang diduga akan diedarkan di wilayah Bogor. (megapolitan.antaranews.com, 15/11/2022)
Kasus di atas hanyalah sebagian kejahatan yang mengintai masyarakat. Tentunya masih banyak lagi tindak kejahatan lainnya, seperti pelecehan seksual, KDRT, tawuran, maraknya miras dan lain-sebagainya. Semua bagaikan fenomena gunung es yang terlihat bagian atasnya saja, sementara bagian bawah adalah bagian yang lebih besar dan masih kuat menancap. Keamanan yang didambakan bagaikan pungguk merindukan bulan, mustahil terjadi. Semua hanya ilusi. Kejahatan yang terjadi telah menggurita secara sistematis.
Keamanan dan kesejahteraan tak akan bisa lepas dari sistem yang dianut suatu negara, dan ini menjadi polemik yang seharusnya mendapatkan prioritas utama dari negara. Karena hal ini menjadi kewajiban negara, yakni memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Himbauan kepada masyarakat agar berhati-hati, tentu tidaklah cukup. Apalagi ketika aparat keamanan baru bertindak ketika ada laporan dari masyarakat. Negara yang kian abai dan tidak adanya sanksi yang tegas serta kemiskinan yang terus menjerat masyarakat, semakin memicu terjadinya tindak kejahatan.
Semua karena penerapan sistem yang batil. Tak bisa dipungkiri, negeri dengan jumlah Muslim terbesar di dunia ini menganut sistem demokrasi kapitalisme yang sekuler dan liberal. Hal inilah yang menyebabkan segala sesuatu, bahkan kebijakan negara, hanya dipandang dari ada tidaknya manfaat untuk penguasa dan kroninya. Kebebasan yang semakin kebablasan di mana agama tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi, masyarakat maupun negara. Sistem sanksi (pidana dan perdata) yang diterapkan di negeri ini pun tidak memberikan efek jera dan penyesalan bagi pelaku kejahatan. Banyak di antara para penjahat ketika bebas dari penjara, justru melakukan kejahatan kembali. Ibarat kata, dulu penjahat kelas teri, sekarang jadi penjahat kelas kakap.
Inilah bukti nyata rusaknya kehidupan dalam naungan sistem kapitalis sekuler liberal. Peran agama yang terpinggirkan menyebabkan tergerusnya rasa takwa. Mereka menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan materi. Halal dan haram tak pernah menjadi standar dalam perbuatan mereka. Kejahatan terjadi kapan saja dan di mana saja, dari tempat terkecil hingga tempat terpadat, dari tingkat desa hingga kota.
Faktor kejahatan bisa timbul dari adanya faktor internal, di mana tingkat pemahaman agama seseorang begitu rendah menjadikan iman mereka lemah. Mereka gampang tersulut emosi, kalut, galau dan gelap mata, sehingga bisa melakukan apa saja, termasuk membunuh nyawa seseorang. Sedangkan faktor eksternal, bisa berupa kondisi ekonomi, sosial dan produk hukum itu sendiri. Tentunya kita tidak ingin semua ini terus terjadi, menimbulkan rasa was-was setiap saat pada masyarakat. Alhasil kita butuh sistem pengganti. Sistem yang menyeluruh, sempurna dan paripurna, yakni sistem Islam dengan aturannya yang sesuai fitrah manusia.
Dalam sistem Islam yakni khilafah, ada tiga aspek penting yang perlu ditegakkan, yaitu preventif, represif/kuratif dan rehabilitatif. Preventif artinya penerapan aturan yang mampu mencegah orang untuk melakukan atau mengulangi kejahatan. Adapun represif/kuratif yaitu penindakan terhadap pelaku kejahatan, penegakan supremasi hukum terhadap pelakunya sesuai dengan kadar kejahatannya. Sedangkan rehabilitatif yaitu upaya pembinaan agar kejahatan yang sama tidak diulangi oleh pelaku jika ia masih hidup, atau membina orang yang belum berbuat kejahatan agar mereka tidak melakukan kejahatan.
Perbedaan antara tindakan preventif dengan tindakan represif atau kuratif adalah instrumennya. Pada tindakan preventif, instrumen yang digunakan adalah aturan. Sedangkan pada tindakan represif, yang digunakan adalah sanksi atau hukuman.
Ketiga aspek ini berlaku secata integral dalam setiap hukum, di mana upaya preventif selalu diiringi dengan upaya represif ketika kejahatan terjadi, dan dilanjutkan dengan upaya rehabilitatif jika pelaku kejahatan masih hidup. (Khusnul Khatimah, E-journal, Hukuman dan Tujuannya dalam Perspektif Hukum Islam)
Akan tetapi tiga aspek tersebut tidak bisa dibangun di atas standar hukum buatan manusia, karena integrasi ketiganya tidak akan berjalan dengan sempurna. Karena hukum buatan manusia mempunyai banyak kelemahan serta tidak memberi efek jera bagi pelaku kejahatan. Sebagai contoh, adanya undang-undang buatan manusia yang tidak bisa mencegah tingginya angka kriminalitas.
Islam sebagai ideologi yang sahih mempunyai aturan dalam hal mencegah dan mengatasi kriminalitas. Langkah-langkah preventif dan represif/kuratif dalam sistem Islam (Khilafah) terdiri dari empat poin yaitu:
Pertama, Islam membina individu untuk beriman dan bertakwa dalam balutan akidah Islam. Keimanan ini menjadi bekal bagi setiap insan dalam beramal. Ia akan memiliki rasa takut kepada Allah Swt., takut bermaksiat dan berbuat dosa. Dengan keimanan yang terjaga serta merasa selalu diawasi oleh Allah, akan mencegahnya berbuat kriminal.
Kedua, Islam membina masyarakat agar membiasakan beramar makruf nahi mungkar. Manakala akidah Islam dijadikan landasan dalam kehidupan, terbentuklah kehidupan Islami yang khas. Masyarakat terbiasa bertenggang rasa, saling menolong dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Karena mereka memiliki kesadaran dan pemahaman Islam yang utuh. Masyarakat terbiasa berdakwah dengan saling mengingatkan dan menasehati dalam kebaikan. Dengan begitu, ketika ada kerabat atau tetangga meminta bantuan, ia tak pura-pura menutup mata atau pura-pura tak mendengar. Demikian pula ketika melihat kemungkaran, maka ia pun tidak akan membiarkan kemungkaran itu terjadi apalagi jika semakin meluas. Di sinilah pentingnya amar makruf nahi munkar.
Ketiga, penegak hukum dalam hal ini kepolisian berfungsi menjaga keamanan. Dalam sistem Islam (khilafah) urusan keamanan ditangani oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri. Polisi dalan negeri khilafah selalu siap siaga dan aktif berpatroli mencegah tindak kriminal di masyarakat. Jika terjadi tindak kriminal, hukum Islam akan ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu. Semua kejahatan akan disanksi dengan sanksi yang berlaku dalam Islam.
Kita pernah mendengar bagaimana kisah adilnya penerapan hukum Islam. Saat itu ada seorang pencuri perempuan, lalu Usamah bin Zaid mencoba meminta keringanan hukuman. Namun Rasulullah Saw. berkata, "Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukum dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong tangannya" (HR Bukhari dan Muslim).
Keadilan juga ditunjukkan dan dipraktikkan oleh Khalifah Usman bin Affan yang memerintahkan eksekusi hukuman qishash terhadap Ubaidillah bin Umar karena telah terbukti membunuh. Hanya saja hukuman itu tidak terjadi karena pihak korban memaafkan dan menggantinya dengan diyat (denda). Diyat sesuai syariah adalah 100 ekor unta. Hal ini berdasarkan hadis, "Siapa yang membunuh dengan sengaja maka diserahkan kepada para wali korban, apabila mereka ingin maka mereka membunuhnya, dan bila ingin (lainnya) maka mengambil diyat yaitu 30 hiqqah (unta berusia 3 tahun), 30 jaza’ah (unta berusia 4 tahun) dan 40 khalifah (unta yang sedang mangandung janin). Semua yang mereka terima dengan damai maka itu hak mereka" (HR. Ibnu Majah no 2626).
Keempat, negara memberi jaminan kebutuhan hidup yang layak dan tercukupi. Ini terangkum dalam kebijakan ekonomi negara khilafah dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran dan penyediaan lapangan pekerjaan. Sehingga orang tidak akan mudah melakukan tindak kriminal dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kekurangan tidak bisa dijadikan dalih untuk melakukan kejahatan karena negara telah menjamin terpenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. (Muslimah News)
Dari pemaparan di atas, jelas tergambar betapa sempurna dan paripurnanya sistem Islam. Penerapan sistem Islam hanya ada dalam bingkai daulah khilafah. Hal inilah yang menjamin terwujudnya keamanan, ketenteraman dan kesejahteraan yang hakiki bisa dirasakan oleh setiap insan. Keamanan yang dirindukan umat hanya mampu diwujudkan dalam sistem khilafah. []
_____
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/
Website : www.muslimahjakarta.com
0 Komentar