KAPPAS merupakan komunitas organisasi perempuan peduli sosial yang aktif membantu dan membangun Kota Bogor. Sebagai upaya mendukung program rumah layak huni, KAPPAS bersama Kafe Cabin menggelar “Konser Amal Krisdayanti”. Konser amal tersebut dibuka dengan fashion show dan lelang baju dari Ntiq Butiq Etnik. Hasil lelang 100 persen akan diberikan kepada Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) agar menjadi rumah layak huni di Kota Bogor.
Hasil penjualan tiket konser amal tersebut akan didonasikan dan ditargetkan untuk dapat membenahi 20 rumah agar layak huni. Aktivitas konser amal ini mendapat dukungan dari Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachim. Ia mengajak masyarakat untuk memeriahkan kegiatan amal ini demi mengurangi rumah tidak layak huni menjadi layak huni di Kota Bogor. (Pojokbogor.com, 27/11/2022)
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh KAPPAS patut mendapatkan apresiasi, sebagai salah satu organisasi sosial yang peduli terhadap persoalan rutilahu yang ada di Kota Bogor. Aktivitas sosial ini adalah bentuk amal salih yang dilakukan organisasi-organisasi sosial untuk membantu menangani dan meringankan sedikit beban masyarakat agar bisa menikmati hunian yang layak.
Namun, organisasi sosial ini tidak akan mampu untuk memberikan bantuan yang maksimal kepada masyarakat. Bantuan mereka terbatas sesuai dana donasi yang mereka dapatkan dalam konser amal yang mereka adakan. Sejatinya, menyediakan rumah layak huni bukanlah kewajiban dan tanggung jawab dari organisasi-organisasi sosial tersebut, melainkan hal ini merupakan tupoksi pemerintah untuk menyediakan rumah layak huni dan menuntaskan persoalan rutilahu yang ada di masyarakat.
Maraknya konser amal yang dilakukan organisasi-organisasi sosial pada hakikatnya akan semakin membuat pemerintah berlepas tangan dari tanggung jawabnya dan menyerahkannya pada individu atau organisasi sosial. Karena menganggap organisasi sosial ini telah cukup mengakomodir kewajiban pemerintah sebagai pihak yang seharusnya menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat termasuk rumah layak huni.
Inilah fakta yang terjadi dalam penerapan sistem kapitalisme, negara hanya memosisikan diri sebagai regulator. Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurusi urusan rakyat justru abai terhadap kewajibannya. Padahal kita hidup di negeri yang memiliki kekayaan yang berlimpah ruah. Apabila dikelola dengan cara yang benar maka sangatlah mudah untuk mewujudkan rumah layak huni bagi masyarakat. Perumahan yang nyaman dan aman dari bencana dengan konsep pemetaan sesuai kemaslahatan masyarakat.
Namun sayangnya, rumah layak huni akan sulit terwujud dalam sistem kapitalis yang senantiasa mencari keuntungan dari setiap aktivitasnya. Jika untuk kepentingan rakyat, selalu saja masalah dana menjadi kendala bagi pemerintah. Berbeda halnya jika untuk kepentingan yang akan mendatangkan keuntungan seperti proyek-proyek pariwisata, proyek pengadaan fasilitas bagi para pejabat, dan sejenisnya, nyatanya selalu tersedia dananya.
Maka wajarlah, yang bisa tinggal di pemukiman yang nyaman hanyalah segelintir orang yang mampu saja. Sedangkan masyarakat biasa, terpaksa harus tinggal di bantaran sungai, di gang-gang yang sempit, dekat rel kereta api, atau tinggal dekat tempat pembuangan sampah. Padahal tempat tersebut tidak layak untuk dihuni, tidak aman dan berbahaya bagi keselamatan jiwa mereka.
Inilah potret hunian masyarakat di negeri yang kaya bernama Indonesia. Ironis memang melihat kondisi pemukiman masyarakat di negeri ini, yang seharusnya mereka bisa hidup di tempat yang layak, nyaman dan aman. Namun, karena penerapan sistem yang batil, pemukiman yang layak huni sulit untuk diwujudkan.
Sistem yang mampu mengurusi dan menjamin kebutuhan rakyatnya hanya dapat dijumpai dalam sistem Islam (khilafah). Sebab, sistem ini menjadikan pemimpin sebagai pihak yang sangat memahami tanggung jawabnya sebagai pelayan bagi rakyat. Semua kebutuhan dasar rakyat akan segera dipenuhi, tanpa rakyat harus lebih dulu memintanya, termasuk kebutuhan akan rumah layak huni.
Jaminan terpenuhinya kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat dalam negara khilafah adalah sebuah keniscayaan. Sebab, sepanjang sejarah peradaban Islam telah terbukti bahwa negara sangat memperhatikan hunian layak bagi rakyatnya. Sejak masa Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah, di sana telah bangkit gerakan pembangunan yang sangat luas, bahkan menjadi industri bangunan yang mendapat perhatian kaum muslimin. Hal ini karena kaum Anshor melihat kaum Muhajirin yang membutuhkan tempat tinggal di Madinah.
Rasulullah Saw. sebagai kepala negara telah menggariskan beberapa langkah dan menentukan beberapa tempat untuk membangun tempat pemukiman rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai kepala negara beliau mengelola secara langsung penyediaan rumah-rumah layak huni. Bukan saja untuk rakyat miskin, melainkan untuk siapa saja yang membutuhkan.
Inilah contoh tanggung jawab seorang kepala negara kepada rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan pokok rumah yang layak. Rasulullah Saw. bersabda, "Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya” (HR. Bukhari).
Dalam sistem Islam, negara tidak dibenarkan hanya menjadi regulator dan menyerahkan pengelolaan perumahan kepada pihak lain baik bank maupun perusahaan pengembang properti. Sebab, hal ini menjadi celah bagi mereka untuk mencari keuntungan dengan memperjualbelikan hajat hidup rakyat yaitu perumahan. Hal ini akan mengakibatkan rakyat kesulitan untuk mendapatkan hunian yang layak, nyaman dan aman.
Rasulullah Saw. dalam sabdanya mendoakan kesulitan bagi siapa saja yang menyulitkan urusan rakyat. Hal ini termaktub dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra.: ”Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkannya, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia” (HR Muslim).
Dalam sistem keuangan negara khilafah, biaya pembangunan perumahan diambil dari baitulmal. Baitulmal adalah institusi negara yang khusus mengelola pos-pos pemasukan dan pengeluaran yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Di antara pos pemasukan yang bisa dialokasikan untuk penyediaan rumah layak huni adalah pos pemasukan dari harta milik umum dan harta milik negara.
Harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Asy Syari' (Allah Swt.) bagi kaum muslim dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslim. Di antaranya adalah berbagai barang tambang yang jumlahnya tak terbatas baik berupa emas, perak, besi, tembaga, berbagai jenis mineral, minyak bumi, gas alam, dan lain-lain. Hakekatnya barang-barang tersebut adalah milik rakyat, dan negara bertanggung jawab untuk mengelolanya dan menyerahkan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Haram hukumnya menyerahkan pengelolaan semua jenis harta milik umum kepada swasta, baik swasta pribumi maupun swasta asing.
Sedangkan harta milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang negara. Asy Syari’ (Allah Swt.) telah menentukan harta-harta sebagai milik negara. Negara berhak mengelolanya sesuai dengan pandangan dan ijtihad Khalifah. Di antaranya adalah fai', kharaj, jizyah dan sebagainya.
Dari dua pos pemasukan tersebut (harta milik umum dan harta milik negara), kita bisa membayangkan bukan hal yang mustahil bagi khalifah untuk menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar rakyatnya. Berapa pun anggaran yang dikeluarkan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat tidak akan menjadi masalah. Apabila rakyat ada membutuhkan bantuan untuk membangun rumah atau merenovasi rumah yang tidak layak, maka akan segera dibantu oleh negara tanpa harus menyulitkan urusan administrasi seperti halnya yang terjadi dalam sistem kapitalis yang justru menjadi celah korupsi.
Negara khilafah benar-benar menjamin ketersediaan rumah layak huni, hingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak memiliki tempat tinggal. Bukan hanya sekedar tempat tinggal melainkan tempat tinggal yang layak huni, nyaman dan aman. Apabila ada individu atau sekelompok anggota masyarakat yang ingin beramal salih, membantu sesamanya merenovasi rumah misalnya, maka hal demikian pun diperbolehkan. Yang pasti, tidak membuat negara lalai atas tanggung jawabnya.
Demikian peran negara dalam sistem khilafah. Khalifah menunaikan tanggung jawabnya sebagai pihak yang memiliki kewenangan menjamin terpenuhinya semua kebutuhannya rakyatnya. Maka wajarlah dalam sistem khilafah rakyat hidup sejahtera, dan tentu sejahteranya mereka tak lepas dari memiliki rumah yang layak huni, nyaman dan aman. Wallahua’lam.
Oleh : Siti Rima Sarinah
0 Komentar