MERINDUKAN KAMPUNG AKHIRAT


Oleh: Siti Rima Sarinah

Setiap muslim sudah mengetahui dan memahami bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Ibarat naik kapal, dunia hanya tempat singgah untuk kemudian harus berjalan kembali hingga sampai pada tujuan yang sesungguhnya. Setiap makhluk hidup yang diciptakan Allah Swt. ke dunia ini, satu persatu akan kembali kepada-Nya. Dunia hanyalah tempat transit menunggu giliran untuk menuju kehidupan abadi, yaitu kampung akhirat.
Allah Swt. berfirman,”Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebik baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti? (TQS Al-An”am : 32).
Jelaslah sudah bahwa, kehidupan dunia yang sedang kita jalani hanyalah tempat mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kembali ke kehidupan yang sesungguhnya. Seperti orang yang hendak berpergian ke tempat yang jauh, pastinya memerlukan persiapan dan bekal yang tidak sedikit. Dan memastikan di perjalanan tidak mendapatkan hambatan apapun, agar bisa sampai ke tempat tujuan dengan selamat.
Jika melakukan perjalanan di dunia membutuhkan bekal materi, maka untuk perjalanan menuju kampung akhirat membutuhkan bekal amal saleh, agar layak menjadi penghuni jannah-Nya. Mengumpulkan bekal menuju kampung akhirat membutuhkan ilmu yang muncul dari dorongan keimanan, sehingga senantiasa mengarahkan amal perbuatan untuk meraih pahala.
Tanpa ilmu, kita tidak akan mampu mengumpulkan bekal yang cukup untuk pulang kembali kepada-Nya. Dan Allah Swt. tidak pernah memberi informasi sedikitpun kapan giliran kita kembali kepada-Nya. Sehingga kita harus memiliki sifat muroqabah (merasa diawasi) setiap melakukan sebuah amal. Dengan kata lain, cari ilmu dulu sebelum beramal atau berpikir dulu sebelum beramal. Apakah amal yang kita lakukan akan mengantarkan kepada pahala ataukah justru sebaliknya, mengantarkan kepada dosa?.
Setiap muslim yang beriman, pasti sangat memahami dan mengetahui begitu dahsyat dan pedihnya azab yang akan Allah Swt. timpakan sebagai balasan atas dosa yang kita lakukan. Jika melakukan amal yang menyimpang dari aturan-Nya, bersiaplah untuk mendapat balasan yang setimpal bahkan lebih pedih dari apa yang kita bayangkan.
Apakah kita sanggup menanggung azab yang pedih sebagai kompensasi dari amal salah yang kita lakukan? Cukuplah membayangkan pedihnya siksaan yang akan kita dapatkan apabila berpaling dari aturan-Nya menjadi motivasi ruhiyah agar kita senantiasa berjalan hanya di atas rel syariah yang telah Ia tetapkan, bukan yang lain.
Tentu kita sangat iri melihat saudara kita sesama muslim, ketika dipanggil Allah dalam keadaan beramal saleh. Seperti sedang salat, sedang berdakwah, sedang membaca dan menghapalkan Al-Qur’an atau sedang menghadiri majelis ilmu. Keadaan husnul khatimah seperti itulah yang kita impikan menjadi akhir kehidupan nanti.
Tentu kita sangat iri melihat orang yang ketika meninggal begitu banyak yang mendoakan karena amal saleh yang ia lakukan di masa hidupnya. Sedangkan kita, apakah yang orang ingat tentang kita pada saat kita meninggal nanti? Apakah amal baik, sehingga pantas untuk ditangisi kepergiannya, atau justru sebaliknya?
Masih jelas dalam ingatan bagaimana pada saat manusia mulia, uswatun hasanah Baginda Rasulullah saw dipanggil kembali kepada-Nya. Kesedihan yang teramat sangat menyelimuti para sahabat dan kaum muslim karena kehilangan teladan terbaik, manusia berakhlak mulia yang telah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan risalah yang dibawanya. Bukan menjadi hal yang mudah bagi para sahabat dan kaum muslim pada saat itu.
Tetapi kesedihan itu tak membuat para sahabat berlarut-larut dalam kesedihan. Mereka bangkit untuk melanjutkan kembali perjuangan dakwah dan menyebarkan Islam hingga menjadi rahmat bagi seluruh alam. Para sahabat pun berlomba-lomba dalam beramal saleh dan berkontribusi penuh dalam perjuangan agama dan dakwah ini. Sebab, mereka pun sangat merindukan kembali berkumpul bersama kekasih Allah, Rasulullah saw.
Menjadikan dakwah sebagai poros kehidupan, tak terlena dengan kehidupan dunia dan bersungguh-sungguh terhadap amanah dakwah, merupakan aktivitas keseharian yang dilakukan para sahabat sepeninggal Rasulullah. Karena sesungguhnya, jasad mereka memang masih di dunia ini, tetapi mata dan hati mereka hanya tertaut pada akhirat. Kehidupan yang sangat mereka rindukan.
Mengikuti dan mencontoh amal Rasulullah dan para sahabatnya inilah yang seharusnya juga dilakukan oleh siapapun yang mengaku beriman, terutama para pengemban dakwah. Mengazamkan diri untuk terus istikamah di jalan dakwah bersama barisan para pejuang hingga ajal menjemput. Merindukan kehidupan akhirat, berkumpul dengan para nabi dan para pengemban dakwah, adalah sesuatu yang sangat membahagiakan dan menjadi dambaan bagi setiap muslim yang bertakwa.
Jangan pernah sia-siakan waktu luangmu, waktu sehatmu, hartamu dan usiamu wahai hamba-hamba yang beriman. Optimalkan apa yang kita punya untuk dapat berkontribusi maksimal untuk perjuangan agama dan dakwah ini, hingga kita layak menjadi salah satu penghuni surga dan menikmati kehidupan akhirat yang abadi dan bahagia. Wallahua’lam.
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di

Posting Komentar

0 Komentar