Nestapa Pemuda Akhir Zaman

 


Oleh Karina Fitriani Fatimah 

(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs- Universität Freiburg, Germany) 


#TelaahUtama- Membicarakan nasib pemuda tampaknya tidak akan pernah ada habisnya. Generasi muda yang digadang-gadang sebagai pemikul estafet masa depan umat ke depannya, nyatanya kini tengah menghadapi polemik yang tiada habisnya. Kehidupan remaja yang kian kelam nan merusak pun seolah-olah tak mampu ditutupi oleh kegemilangan dunia yang disebut-sebut kian modern nan gemerlap. Karena tak dapat kita pungkiri lagi bahwa pemuda kini tengah di ambang kehancuran yang terperosok dalam kubangan sistem ambyar demokrasi-liberal-kapitalis.   

 


Sekularisasi Pendidikan Berujung pada Kehancuran Generasi 


Memang benar kini dunia pendidikan mengalami peningkatan tajam dari sisi akademis yang tercermin dari kian berkembangnya berbagai sektor kehidupan semisal sektor teknologi, kesehatan, industri hingga ranah ketahanan pangan. Kemampuan akal manusia seakan tak berhenti “berevolusi” guna memudahkan urusan kehidupan dunia yang kemudian serta-merta diiringi oleh banyaknya generasi “genius” yang terus berinovasi di setiap lini kehidupan. Sektor pendidikan global pun menjelma menjadi pencetak para manusia pintar yang katanya memenuhi kebutuhan zaman. 


Namun sayang keberadaan manusia “pintar” yang dielu-elukan ternyata tidak serta-merta menjamin kian meningkatnya kesejahteraan manusia. Terlihat dengan kemunculan istilah generasi strawberry yang menggambarkan fenomena generasi muda saat ini yang kreatif dan memiliki banyak ide cemerlang, tetapi sangat mudah hancur ketika mendapatkan tekanan sosial serta tidak mau bekerja keras dan mudah berputus asa. Bahkan menurut WHO, pada 2019 saja tercatat sekitar 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri di seluruh dunia dengan Indonesia memiliki angka bunuh diri mencapai 3.7 per 100.000 populasi  dengan 47.7% diantaranya adalah golongan usia 10-39 tahun yang merupakan usia remaja dan produktif (kemkes.go.id, 06/09/2022). 


Seiring dengan semakin merebaknya kasus bunuh diri, isu kesehatan mental di kalangan pemuda pun tidak luput dari perhatian kalangan kesehatan. Gangguan mental pada remaja seperti halnya depresi dan stress yang berkepanjangan dikatakan sebagai biang keladi utama banyaknya insan yang mengakhiri hidupnya sendiri guna terlepas dari pahitnya kehidupan dunia. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir per Oktober 2022. Angka ini setara dengan jumlah penderita gangguan mental berkisar 15,5 juta dan 2,45 juta remaja (ugm.ac.id, 24/10/2022). 


Kondisi pemuda yang sangat mengkhawatirkan tersebut nyatanya berpangkal pada sistem pendidikan sekular yang tengah menjadi asas kehidupan di negeri ini. Prinsip sekularisme yang menjadikan agama (Islam) hanya boleh ditempatkan pada ranah privat menjadikan peran agama tersingkir dalam kehidupan publik yang demikian luas dan kompleks. Akibatnya, aturan kehidupan yang diberlakukan saat ini pun nihil dari aspek ruhiyah yang justru menjadikan umat manusia kehilangan arah pandang kehidupan yang benar. 


Sekularisasi pendidikan kemudian menjadikan tolak ukur kebahagiaan manusia, keberhasilan pembangunan, serta angka kesuksesan individu dinilai semata-mata berdasarkan capaian materi tanpa memerhitungkan aspek kejiwaan. Jiwa pemuda masa kini pun kian kering dan rapuh yang tidak mampu dengan benar mengendalikan hawa nafsu, yang kemudian berujung pada kerusakan moral, meningkatnya angka kriminalitas, hingga aksi bunuh diri. 


Kurikulum pendidikan sekular yang berasaskan liberalisme-kapitalisme pun kian menjauhkan umat manusia dari asas pendidikan yang benar. Sistem pendidikan yang seharusnya bertujuan untuk mencetak generasi unggul kini justru fokus pada perkawinan dunia usaha dan industri dengan dunia pendidikan. Sistem pendidikan yang seharusnya bertumpu pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) seutuhnya, kini hanya fokus pada pengisian kekosongan kursi untuk kebutuhan industri. Pada akhirnya potensi intelektual pemuda pun disedot secara membabi-buta bagi keberlangsungan kapitalisme melalui hilirisasi yang dilakukan industri korporasi. 


Dari sini kita melihat bagaimana bonus demografi usia produktif (15-64 tahun) termasuk di dalamnya pemuda di Indonesia yang mencapai 70% dari total penduduk Indonesia bisa kita pastikan tidak akan mampu memberi kemajuan pembangunan berkelanjutan yang benar-benar mampu menciptakan kesejahteraan hakiki. Dimana berkembangnya ilmu pengetahuan yang terpisah dari kerangka akidah Islam semakin menjadikan kerusakan generasi tidak terkendali. Perubahan kurikulum pendidikan di negeri-negeri Islam yang hanya fokus pada perkembangan teknologi, justru menjadikan umat kian terbelakang. Alih-alih mampu menggapai puncak keemasan sebagaimana dahulu ketika Islam tegak di muka bumi dalam naungan Daulah Khilafah Rasyidah selama lebih dari 1300 tahun lamanya, kaum muslim justru mengalami ketertinggalan dengan bertekuk lutut pada sistem pendidikan Barat. 


Invasi Budaya Kapitalisme Barat pada Potensi Pemuda 


Bobroknya sistem pendidikan sekular nyatanya diiringi dengan kehancuran sistem sosial-budaya umat. Ide kebebasan yang menjadi jargon utama kehidupan kapitalis-liberal membuat para pemuda kehilangan arah dan justru tenggelam dalam arus pergaulan bebas yang menodai masa depan mereka. Aksi kriminalitas yang kian marak pun melekat erat dalam kehidupan generasi muda. Narkoba, tawuran, perilaku L98TQ, bullying hingga kekerasan seksual tampak lumrah dalam keseharian umat. 


Sekalipun telah banyak upaya formal penguasa guna menekan angka kekerasan seksual, seks bebas dan perilaku amoral remaja lainnya melalui pengesahan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) serta yang teranyar dalam KUHP, nyatanya justru berpotensi semakin menyuburkan amoralitas generasi. Penempatan sexual consent serta kewajiban adanya delik aduan dalam memperkarakan tindakan seksual umat di luar pernikahan justru semakin melebarkan gerbang kerusakan moral bangsa ini. Terlebih dengan disahkannya KUHP baru-baru ini, menjadikan pihak manapun termasuk Satpol PP dan masyarakat dilarang untuk melakukan penggerebekan atas tindakan asusila yang sudah marak terjadi. 


Rusaknya gaya hidup remaja atas nama kebebasan berperilaku pun menjadi sebab timbulnya permasalahan lain yang tak kalah pelik. Sebut saja persoalan hamil di luar nikah, perilaku aborsi, penularan HIV/AIDS yang secara nyata merusak tatanan keluarga masyarakat semakin marak terjadi. Per Juni 2022 saja, data penderita HIV atau ODHA di Indonesia mencapai angka 519.158 jiwa (unesa.ac.id, 01/12/2022). Parahnya lagi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan setidaknya terdapat 1.188 anak di Indonesia positif HIV. Angka fantastis tersebut sayangnya bukanlah cerminan angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya muda-mudi yang berperilaku seks bebas namun enggan melakukan pengecekan kesehatan seksual. 


Sedangkan berdasarkan data BKKBN 2020, terdapat 17,5% angka kehamilan tidak diinginkan (KTD) di Indonesia. Dimana di Provinsi DKI Jakarta saja, persentase umur kehamilan pertama di bawah usia 20 tahun pada 2020 tercatat 29,32% yang mayoritas terjadi akibat dari hamil di luar nikah. Angka ini pun meningkat dibandingkan 2019, yakni 29,13%. Dari jumlah penduduk remaja (usia 14—19 tahun), terdapat 19,6% kasus KTD dan sekitar 20% kasus aborsi di Indonesia dilakukan oleh remaja (bkkbn.go.id). 


Kondisi bobroknya kehidupan remaja semakin diperparah dengan jebakan industri hiburan masa kini. Dimana pemuda muslim ironisnya banyak dibidik menjadi penikmat industri hiburan dan kehidupan malam. Tayangan televisi dan konten-konten berbau pornografi serta pornoaksi semakin mudah dijangkau generasi muda melalui berbagai platform teknologi. Celakanya penguasa muslim negeri ini justru memberikan dukungan luar biasa dalam pembangunan infrastuktur industri hiburan melalui berbagai kebijakan dan perundang-undangan.  


Kita melihat dengan jelas bagaimana mal-mal, kafe, tempat-tempat nongkrong anak muda tersebar hingga pelosok negeri yang keberadaannya dimuluskan dengan berbagai hukum positif di bidang industri. Fenomena ini pun pada akhirnya kian menyuburkan kehidupan malam dengan merebaknya penjualan minuman keras yang tidak jarang beririsan dengan industri narkoba, transaksi “esek-esek” hingga perilaku laknat L98TQ. 


Kerusakan moral generasi bangsa kian hancur pula dengan perkembangan feminisme atau kesetaraan gender. Ide yang dipilih berdasarkan rekomendasi RAND Corporation tersebut telah nyata menciptakan kehancuran tatanan keluarga masyarakat. Sebut saja fenomena waithood (menunda pernikahan) dan childfree (tidak memiliki anak) misalnya, mulai digandrungi oleh para muslimah negeri ini. Selain itu ide feminis pun turut serta memporak-porandakan tatanan sosial masyarakat yang berujung pada kian maraknya angka perceraian pada keluarga Indonesia. Pada akhirnya kita melihat secara nyata bagaimana kerusakan pemuda saat ini tidak lain berawal dari penerapan kehidupan sekular-kapitalis-liberal di dalam tatanan kehidupan masyarakat. 


Suntik Mati Masa Depan Pemuda dengan Moderasi Beragama 


Tidak hanya sekularisasi sistem pendidikan serta pencekokan budaya Barat di tengah-tengah umat, kehidupan generasi muda kini digempur pula dengan narasi moderasi beragama. Istilah Islam moderat dan Islam radikal pun diperkenalkan sebagai dua kubu yang saling berseberangan dengan masing-masing berperan protagonis dan antagonis dalam kehidupan sosial masyarakat. 


Narasi moderasi beragama lebih lanjut membenturkan budaya dan Islam yang kemudian memaksa Islam haruslah “selaras” dengan kearifan lokal. Artinya, syariah dan nilai-nilai Islam wajib tunduk pada budaya yang berlaku di masyarakat sekalipun bertentangan dengan Alquran dan assunnah. Celakanya lagi, konsep moderasi beragama menempatkan agama (Islam) sebagai biang kerok perpecahan umat hanya karena para pejuang Islam kafah menolak ide pluralisme yang menyatakan seluruh agama benar dan Islam bukan satu-satunya agama yang benar. 


Sekalipun telah jelas kebatilan dari konsep moderasi beragama, nyatanya pihak rezim justru menjadi corong utama penyebaran ide kufur tersebut. Tidak tanggung-tanggung bahkan pihak akademisi sekolah dan kampus hingga lembaga kementrian agama ikut berperan aktif sebagai agen penyebar konsep moderasi. Hal ini tidak lain karena penguasa muslim Indonesia dengan kacamata kudanya tengah mengikuti arahan negara adidaya di bawah payung besar “perang melawan terorisme dan ekstremisme”, yang tidak lain adalah upaya terselubung US dan sekutunya dalam menancapkan hegemoni Barat serta ide-ide rusaknya.  


Dalam buku keluaran Rand Corporation, “Building Moderate Muslim Network” (Membangun Jaringan Muslim Moderat) disebutkan bahwa muslim moderat adalah orang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi; termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM (Hak Asasi Manusia), kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum nonsektarian, serta melawan terorisme (versi Barat) dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan. Dari sini jelas Islam moderat yang dimaksud adalah “Islam” yang menerima sistem busuk demokrasi dan ide-ide rusak Barat lainnya. Sebaliknya, Islam “radikal” adalah yang menolak demokrasi dan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). 


Dengan kian maraknya propaganda moderasi beragama di lingkungan sekolah, pesantren hingga perguruan tinggi menjadikan generasi muda kian rentan terpapar pemikiran sekular-kapitalis-liberal yang secara nyata justru menumbuhkan gaya hidup hedonis dan materialistis. Sehingga kehidupan pemuda yang sudah hancur berkeping-keping melalui gempuran pendidikan sekular dan kehidupan sosial-budaya gaya Barat pun semakin luluh lantak dengan adanya narasi rusak moderasi beragama. Dari sini masih patutkah generasi muda bertahan dalam kubangan alam sekular-kapitalis-liberal?  


Wallahu a’lam bi ash-shawab.

_______________


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di


Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Posting Komentar

0 Komentar