Pekan HAM, Antara Kepentingan Dan Politik

 


Oleh : Siti Rima Sarinah


Selama sepekan dari tanggal 3-11 Desember 2022, Kota Hujan Bogor melaksanakan Pekan Hak Asasi Manusia (HAM) yang bertepatan dengan hari HAM sedunia  ke 74 yang diperingati setiap tanggal 10 Desember setiap tahunnya. Pekan HAM kali ini mengusung tema besar “Kontekstualisasi Kearifan Lokal Dalam Pemajuan HAM dan Kota Inklusif". Agenda ini dilaksanakan di Gedung Bakorwil Kota Bogor. (NewsBogor.id, 10/12/2022)


Perhelatan ini diisi dengan berbagai rangkaian aktivitas, mulai dari diskusi panel yang menghadirkan tokoh-tokoh bidang hukum populer di Indonesia, gebyar ekonomi kreatif, hingga penampilan seni dan budaya. Plt Direktur Jenderal HAM, Mualimin Abdi dalam sambutannya menyatakan bahwa pelaksanaan Pekan HAM yang diselenggarakan Walikota Bogor merupakan langkah positif dalam mempromosikan HAM kepada masyarakat.


Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, Pekan HAM ini bertujuan untuk menunjukkan dan memperkuat kepentingan untuk pemajuan HAM dan inklusi sosial. “Diskusi-diskusi ini sebagai bahan refleksi bersama semua pemangku kepentingan terkait progres dan pemajuan HAM, membangun ruang dialog, ajang ekspresi serta aksi kolaborasi seluruh pemangku kepentingan,” kata Bima. (megapolitan,okezone.com, 10/12/2022)


Salah satu kebanggan bagi Kota Bogor karena dapat menyelesaikan masalah HAM yang berkepanjangan dan mendunia, yakni kasus Gereja Yasmin. Penyelesaian Gereja Yasmin pun telah dilaporkan kepada Menteri Luar Negeri Retni Marsudi agar mengurangi beban diplomasi kepada duta besar Indonesia di seluruh dunia mengenai HAM umat beragama di Kota Bogor. (antaranews.com, 10/12/2022)


Persoalan HAM memang menjadi persoalan krusial yang dihadapi oleh bangsa ini. Adanya peringatan hari HAM sedunia ini diharapkan dapat menuntaskan masalah HAM yang banyak terjadi di tengah masyarakat. Dalam konferensi pers yang digelar, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan sejumlah langkah dan rekomendasi yang telah dilakukan dalam penegakan HAM di Indonesia dengan berbagai isu yang ada. Komnas HAM telah memberikan perhatian khusus pada sejumlah isu HAM, isu pelanggaran berat HAM, hingga isu KUHP yang baru disahkan oleh DPR RI. (Koran-Jakarta, 10/12/2022)


Keberadaan Komnas HAM sebagai lembaga yang diamanahi untuk mengatasi masalah HAM, tak lantas persoalan pelanggaran HAM bisa tertuntaskan. Pasalnya, HAM yang diagung-agungkan dalam sistem demokrasi yang menaungi sistem aturan kehidupan saat ini terbukti telah gagal mengatasi berbagai isu dan persoalan terkait HAM.


Kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia belum terselesaikan dan masih menyisakan duka yang sangat mendalam bagi rakyat. Bahkan pelanggaran HAM terjadi hampir di seluruh lini kehidupan dan menjadikan rakyat menjadi tumbalnya. Tragedi Kanjuruhan dan pengrusakan masjid yang dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab,  justru membungkam suara  HAM. Umat Islam selalu menjadi pihak tertuduh, dianggap intoleran dan radikal jika bersentuhan dengan agama minoritas. Berbeda halnya jika berkaitan agama minoritas, atas nama HAM mereka berupaya sekuat tenaga untuk memperjuangkan. Inilah standar ganda HAM ketika mengatasi konflik antar umat beragama. Walaupun negara melalui UUD 1945 dan sejumlah perangkat hukum telah menjamin perlindungan HAM bagi setiap warga negaranya, tapi kasus pelanggaran terus terjadi.


Hal ini tak lepas dari sistem yang menjadi rujukan konsep HAM yang menjadi biang keroknya. Justru pelanggaran HAM banyak dilakukan oleh pejabat negara yang notebene sebagai pihak yang seharusnya dapat mewujudkan keadilan kepada seluruh rakyatnya atas nama HAM. Atas nama politik kepentingan maka rakyatlah yang harus mendapatkan imbas dari pelanggaran HAM yang dilakukan pemangku kekuasaan di negeri ini.


Seolah-olah HAM hanya dimiliki oleh para pemangku jabatan, sementara rakyat tak diberikan hak tersebut. Aspirasi rakyat dibungkam dan dikebiri, kezaliman terus terjadi dan krisis multidimensi pun terjadi akibat ide HAM yang rusak. Selama sistem demokrasi dijadikan landasan bagi lahirnya berbagai aturan, maka selama itu pula perlanggaran HAM akan terus terjadi. Pekan HAM yang diadakan di negeri ini hanya akan mengafirmasi Indonesia sebagai benteng Islam moderat di dunia internasional dan memuji Indonesia sebagi model demokrasi di dunia muslim.


Padahal sesungguhnya, justru Indonesia sedang menuju pada gerbang kehancuran karena menerapkan sistem batil demokrasi. Pujian tersebut hanyalah jebakan dan tipu muslihat yang akan membahayakan bangsa, khususnya umat muslim. Sebab, di negeri Barat yang menjadi pengusung ide HAM, di negeri mereka sendiri banyak mengabaikan HAM itu sendiri.


Ide rusak ini justru dijual ke negeri-negeri muslim untuk menghancurkan identitas umat Islam dan menjauhkannya dari ajaran agamanya. Sedangkan di sisi lain, kaum muslim memiliki aturan yang sempurna yang berasal dari zat yang maha sempurna. Selama 1.300 tahun, Islam mampu menaungi berbagai agama, suku dan ras tanpa menimbulkan konflik sama sekali. Mereka bisa hidup berdampingan, rukun dan damai.

Hal ini menjadi bukti bahwa aturan Islam yang diturunkan oleh Allah Swt., bukan hanya mengatur urusan umat muslim semata. Islam memiliki aturan komprehensif terkait agama non muslim terkecuali terkait dengan masalah ibadah yang memang diserahkan sesuai agama mereka. Umat Islam tidak membutuhkan ide HAM, yang justru merusak dan membahayakan umat muslim dengan ide-ide batil mereka. 


Jelaslah sudah, yang dibutuhkan oleh rakyat bukanlah ide HAM, melainkan kesempurnaan penerapan Islam dalam naungan khilafah. Ide HAM hanya merujuk pada kepentingan politik untuk memuluskan ambisi kekuasaan para penguasa yang berkolaborasi dengan negara-negara Barat yang menjadi teman setianya.


Dengan kesempurnaan aturan Islam setiap individu rakyat bisa mendapatkan keadilan dan menghilangkan berbagai macam kezaliman. Seperangkat hukum yang berfungsi sebagai zawazir dan zawabir (pencegah dan penebus), mengantisipasi bagi para pejabatnya untuk melanggar hukum syariat Islam. Syariat Islam juga menata setiap individu rakyat, baik muslim dan non muslim mendapat jaminan kebutuhan pokok secara adil dan merata.

Allah Swt. berfirman, ”Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al Maidah : 50). Wallahua’lam.

_______________


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di

Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial

Posting Komentar

0 Komentar