Oleh Heni ummufaiz - Ibu Pemerhati Umat
#Wacana - Desember menjadi bulan yang sangat sakral bagi kaum Nasrani karena ada Natal dan Tahun Baru yang ditunggu. Namun nyatanya bukan hanya nonmuslim yang menanti, tetapi umat Islam pun ikut merayakan pesta Tahun Baru. Dianggap sesuatu yang biasa dan sebagai wujud toleransi. Tidak heran jika kemudian banyak yang ikut mengucapkan selamat Natal dan Tahun Baru. Bahkan banyak kebijakan penguasa baik pusat maupun daerah yang ikut serta melakukan penjagaan keamanan saat perayaan Hari Natal dan Tahun Baru.
Surabaya ikut menggandeng dan menjalin silaturahmi bersama para tokoh masyarakat, suku dan lintas agama. Sebagaimana pertemuan 15 Desember 2022 Sawunggaling Pemkot Surabaya, wali kota Eri Cahyadi bersedia melakukan penjagaan keamanan. Eri berharap, Surabaya menjadi kota toleransi, tolong menolong dan kota guyub rukun. Itu (telah) dicontohkan Banser (Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama) dan Kokam (Kelompok Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah). (Suarapubliknews, 15/12/2022).
Sudah tidak asing lagi jika paham pluralisme kian digencarkan dengan harapan agar semua perbedaan apa pun tidak jadi penghalang untuk senantiasa dalam kerukunan. Namun yang jadi pertanyaan, justru paham ini melanggar batas-batas akidah seseorang. Menganggap semua agama sama dan kebenaran pun dianggap tidak ada yang hakiki.
Berdasarkan definisi Majelis Ulama Indonesia (MUI), pluralisme agama adalah paham yang menganggap semua agama adalah sama. Dalam pandangan MUI, paham ini sangat berbahaya, sesat dan menyesatkan bagi umat Islam. Oleh karena itu, MUI mengharamkan pluralisme agama dan melarang umat Islam menganut paham ini. Salah satu bentuk pluralisme yakni menganggap semua agama sama-sama mengajarkan kebenaran, hanya bentuk penyembahan saja yang berbeda. Tak heran jika banyak umat Islam yang tidak sungkan ikut merayakan Natal dan Tahun Baru.
Lihat saja pernak-pernik Natal dan Tahun Baru bertebaran di berbagai instansi, mal, toko-toko bahkan ucapan selamat pun bertebaran dimana-mana. Fatalnya, justru ada yang melakukan penjagaan terhadap gereja, ikut misa di gereja dengan alasan akademis. Bukan hanya itu, ada kota yang dijuluki kota toleransi ikut serta membantu perayaan Natal. Hal ini dilakukan tanpa memahami mana ruang lingkup akidah dan muamalah.
Semua ini akibat kurangnya kesadaran umat terhadap ruang akidah, bermula dari gencarnya gempuran paham moderasi beragama. Menerima paham moderasi ini cikal bakal membuka pintu kesesatan berpikir dan pendangkalan akidah umat. Ironisnya, justru penguasa mengaruskan ide sesat ini. Padahal seharusnya negara menjaga akidah rakyatnya, bukan malah membiarkan diserang ide-ide rusak semacam pluralisme dan moderasi.
Islam Penjaga Akidah Umat
Tak ada sistem yang paling adil dan begitu sayang terhadap umat-Nya kalau bukan sistem Islam, yakni Khilafah. Sistem ini sudah terbukti mampu membuat rakyat yang ada di dalamnya merasakan keadilan dan ketentraman. Bersumber dari hukum sang pemilik jagat raya ini tentu tidak akan membawa kemudaratan bagi umat-Nya. Hampir 2/3 dunia merasakan keindahan Islam, baik muslim maupun nonmuslim di dalamnya. Bukan hanya muslim sendiri yang mengagumi, bahkan Barat pun mengakuinya. Akidah yang menjadi fondasi bernegara telah mengantarkan peradaban Islam gemilang.
Sosok para pemimpin Islam tak diragukan lagi keadilan dan rasa sayangnya dalam menjaga akidah umat-Nya. Di dalam Islam, perkara akidah hal pokok dalam berucap dan bertingkah laku. Islam juga mengatur sendi-sendi kehidupan, maka saat melakukan aktivitas apa pun Islam jadi pedoman.
Seperti halnya mengucapkan Natal dan Tahun Baru merupakan bentuk pelanggaran hukum syarak.
Di dalam sistem Islam, tidak akan ada pen campuradukkan antara akidah dan hukum bermuamalah yang disinyalir berbau kesyirikan. Mereka yang nonmuslim diberikan kebebasan untuk merayakan hari keagamaannya tanpa harus mensyiarkan kepada orang lain, tapi hanya di kalangan mereka sendiri. Sedangkan bagi umat Islam dilarang untuk ikut bertasyabuh dengan perayaan Tahun Baru. Sebagaimana hadis berikut ini, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Walhasil sistem Islam akan menjaga akidah umat-Nya dan hal ini tidak ada di sistem manapun. Kesejahteraan dan ketentraman dalam menjalankan aktivitas beragama pun tidak akan dicampuradukkan. Mereka hidup berdampingan dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengucapkan selamat hari keagamaan ataupun ikut membantu perayaan agama lain yang justru menjerumuskan ke dalam kesyirikan.
Wallahualam bissawab.
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
0 Komentar