HIV/AIDS, mendengar penyakit ini kita langsung bergidik ngeri. Penyakit ini menjadi momok menakutkan di seluruh dunia. Selain menular, penyakit ini belum ditemukan obatnya. HIV/AIDS menjadi salah satu penyakit mematikan dan menjadi problematika yang belum terpecahkan di seluruh dunia termasuk Indonesia dan kota-kota yang ada di dalamnya, termasuk Kota Bogor.
HIV/AIDS terus melonjak setiap tahunnya di Kota Hujan, hingga kumulatif di angka 6.058 kasus HIV dan 1.865 kasus AIDS. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno saat peringatan Hari AIDS sedunia.
Retno merincikan, populasi kunci Laki Seks Laki (LSL) sebesar 98 kasus HIV, transgender sebesar 3 kasus HIV, pengguna narkoba suntik (penasun) 2 kasus HIV, Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) 3 kasus HIV, ibu hamil 12 kasus HIV, dan pasien TB 112 kasus HIV. Pengendalian telah dilakukan Pemkot Bogor, di antaranya 95 persen orang dengan mengetahui status terinfeksi HIV, 95 persen orang dengan HIV minum obat ARV, dan 95 persen pemeriksaan Viral Load (VL) teratasi.
Sedangkan kenaikan terjadi karena belum optimal retensi pengobatan ARV, dan masih dirasakannya ketidaksetaraan dalam layanan HIV, khususnya pada perempuan, anak dan remaja, serta masih dirasakannya stigma diskriminasi. Selain itu data menunjukkan angka kumulatif tahun 2021 sebanyak 5.750 kasus HIV dan sebanyak 1.851 kasus AIDS. Kumulatif sampai September 2022 merangkum sebanyak 6.058 kasus HIV dan 1.865 kasus AIDS. (www.radarbogor.id, 05/12/2022)
Antara sedih dan ngeri jika kita melihat data di atas. Angka tertinggi pengidap penyakit HIV AIDS didominasi oleh "kaum melambai" penyuka sesama jenis, na'udzubilah. Walaupun sudah diketahui sumber permasalahannya, namun sayang pemerintah tetap mengesahkan KUHP yang menghapus "kaum lunak" sebagai bagian dari tindak pindana. Pemerintah lebih mengikuti arahan Barat dibandingkan berupaya menghindari bahaya yang ditimbulkan.
Harapan kaum muslim di negeri ini agar terlindungi dari ancaman kelompok L68T pun semakin jauh. Sebabnya, dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada Selasa, 6 Desember ini, tidak terdapat pasal yang mempidanakan kelompok L68T.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward O.S Hiariej memastikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak bakal mengatur pidana lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T). Ia menegaskan KUHP merupakan produk rancangan undang-undang yang netral terhadap gender. Dengan demikian Undang-Undang (UU) tersebut tak akan mengatur secara spesifik pidana terhadap kelompok gender tertentu. "Setiap orang itu kan mau laki-laki sama perempuan, laki-laki sama laki-laki, perempuan sama perempuan, netral gender dia," katanya. (www.cnnindonesia.com, 23/05/2022)
KUHP ini hanya mengatur pasal pencabulan seperti dalam Pasal 417 bagian keempat soal perzinaan. Pasal itu mengatur bahwa setiap orang yang bersetubuh di luar pernikahan dipidana paling lama setahun. Pasal berikutnya, 418, KUHP juga mengatur soal hidup bersama seseorang yang berbeda jenis di luar pernikahan. Ayat 1 menyebutkan setiap orang yang hidup bersama di luar pernikahan dipidana paling lama enam bulan. (www.cnnindonesia.com, 24/05/2022)
Dengan kata lain, di saat masyarakat bergidik ngeri dengan terus menyebarnya HIV/AIDS, justru pemerintah negeri ini memberi ruang bagi perilaku kebebasan seksual. Keberadaan kaum L68T dan pelaku seks bebas di negeri ini mulai mendapatkan penerimaan sosial oleh negara. Bukan tidak mungkin, langkah selanjutnya, keberadaan mereka di negeri ini akan mendapatkan pengakuan secara hukum sebagaimana negara-negara demokrasi lainnya.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme yang mengusung kebebasan dan pemisahan agama dari kehidupan, hal ini dianggap wajar dan sesuai dengan hak asasi manusia. Karena sistem ini menganut kebebasan bertingkah laku, bahkan menjadikan kebebasan sebagai pilar utama. Sistem ini juga berorientasi pada keuntungan/manfaat yang didapat, sehingga masa bodoh akan akibat yang ditimbulkannya.
Bisa dipastikan, selama sistem demokrasi kapitalisme bercokol di negeri ini, adalah suatu kemustahilan masalah HIV/AIDS dapat teratasi dari akar hingga buahnya. Butuh suatu sistem yang sahih, yang memandang bahwa suatu kegiatan yang mendatangkan kemudaratan (bahaya) haruslah ditumpas dengan serius tanpa menyisakan permasalahan baru. Maka tak ada jalan lain selain mengganti sistem yang ada dengan sistem yang sahih yang mempunyai solusi hakiki tentang segala hal dengan tuntas. Sistem sahih ini adalah sistem Islam.
Islam memandang para kaum yang 'menjijikkan' ini adalah orang-orang yang tidak menerima qada Allah Swt. Kaum laknat yang akan mendatangkan azab Allah Swt. Nabi Saw. dengan tegas melaknatnya. Dalam sebuah hadis, Nabi Saw. bersabda: "Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai wanita, dan kaum wanita yang menyerupai pria." (HR. Bukhari, Abu Dawud, at- Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibn Majah dari Ibnu 'Abbas).
Hadis di atas tidak hanya berlaku untuk pria yang menyerupai wanita, tetapi juga untuk wanita yang menyerupai pria. Nabi pun melaknat kaum pria yang memakai pakaian wanita dan sebaliknya. “Rasulullah Saw. melaknat kaum pria yang memakai pakaian wanita dan kaum wanita yang memakai pakaian pria" (HR. Ahmad, no. 8309)
Tidak hanya melaknat, Nabi pun memerintahkan untuk mengusir mereka. Ibnu 'Abbas ra. berkata, Nabi Saw. melaknat pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria. Beliau bersabda, "Keluarkanlah mereka dari rumah kalian" (HR. Bukhari no. 5886). Ibnu 'Abbas melanjutkan, maka Nabi Saw. mengeluarkan si fulan (pria yang menyerupai wanita), serta Umar bin Khattab mengeluarkan si fulanah (wanita yang menyerupai pria).
Nabi Saw. memerintahkan mengusir mukhannats (banci, pria yang menyerupai wanita) dan mutarajjilah (wanita yang menyerupai pria) dengan maksud agar tasyabbuh yang mereka lakukan dengan lawan jenis tidak sampai pada taraf melakukan perbuatan mungkar (melakuan liwath dan sahq). (Fathul Bari, 10/409)
Islam datang sebagai agama yang rahmatan lil a'lamiin. Agama yang mempunyai aturan hidup yang sempurna dan paripurna dari sang Maha Sempurna, Allah Swt., yang mengatahui baik dan buruknya suatu aturan untuk manusia. Maka tak ada satu pun permasalahan di dunia ini yang tak ada hukumnya, begitu pun masalah 'kaum melambai.'
Islam mengatur masalah pakaian di mana kaum pria yang menggunakan pakaian lawan jenisnya, memakai sandal dan berdandan layaknya wanita, jika ada yang demikian, sanksi tegas akan didapatkan. Mereka diberikan sanksi berupa pengasingan. Hal ini pernah dicontohkan oleh baginda Rasulullah Saw., di mana Beliau pernah mengasingkan seorang pria yang menyerupai wanita ke daerah Naqi', satu daerah di pinggiran Madinah. Begitu pun Khalifah Abu Bakar membuang satu orang transgender. Khalifah Umar bin Khattab saat menjabat sebagai khalifah pun melakukan sanksi yang sama. Umar pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengapa tidak membunuhnya, maka Nabi pun menjawab "Aku dilarang membunuh orang yang masih salat" (as-Syaukani, Nailu al-Authar, II/107).
Itu hukuman bagi yang menyerupai lawan jenis, tapi tidak sampai melakukan penyimpangan seksual. Lantas apa hukuman dalam Islam jika melakukan tindakan penyimpangan seksual?
Sejak dini Islam akan mencegah hal itu terjadi. Islam melarang orang dewasa bermain dengan anak-anak dan menyodominya, disertai dengan larangan menikahi ibu dari anak tersebut. Islam melarang suami menyetubuhi dubur istrinya termasuk melakukan oral seks dan menganggap sama dengan tindakan sodomi (perbuatan kaum nabi Luth). Larangan ini untuk mencegah penyimpangan kepada sesama jenis yang lebih parah.
Jika telah terjadi penyimpangan seksual maka sanksinya adalah dibunuh. Namun para ulama berbeda pendapat tentang cara eksekusinya. Ada yang dengan cara dirajam, ada pula ulama yang mengatakan pelaku akan dijatuhkan dari atas bangunan yang tinggi hingga mati. Sanksi ini berlaku bagi pelaku dan pasangannya, kecuali bagi yang dipaksa untuk disodomi.
Allah telah melaknat penyimpangan seksual. Dari Ibnu 'Abbas: "Allah melaknat siapa saja yang melakukan tindakan kaum Luth, sebanyak tiga kali" (HR. Ahmad). Tidak hanya itu Nabi pun dengan tegas memerintahkan untuk membunuh pelakunya. Nabi Saw. bersabda, "Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), bunuhlah pelaku maupun pasangannya" (HR. Abu Dawud). Nas-nas tersebut menurut Imam Nawawi menegaskan tentang keharaman tindakan penyimpangan perilaku seksual (Imam Asy-Syaukani, Nailu al-Authar, 11/107).
Islam pun mengharamkan tayangan-tayangan yang mempromosikan penyimpangan seksual baik dalam bentuk festival film, kontes waria maupun yang lainnya. Islam akan menutup semua celah semacam itu dari hulu hingga hilir. Bahkan Islam menolak dengan tegas segala bentuk kerjasama apa pun dengan negeri-negeri kafir yang jelas mempromosikan kaum L68T.
Islam pun dengan tegas memberikan sanksi terhadap penyimpangan seksual karena ini menyangkut hukum yang telah jelas diharamkan serta mengancam generasi umat. Belum lagi bahaya penyakit yang akan didapatkan dari aktivitas tersebut. Dalih hak asasi manusia tak berlaku dalam Islam karena yang diterapkan hanyalah hukum Allah, yakni hukum yang tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunah. Bukan hukum buatan manusia yang justru merusak harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Islam mencegah dan menumpas dengan tegas adanya kaum menjijikkan yang akan mengundang azab Allah Swt. Dengan penerapan sistem Islam kafah, maka tak ada masalah yang tak bisa dituntaskan dalam sistem Islam. Satu-satunya cara agar penyebaran penyakit menular dan mematikan HIV/AIDS bisa dihentikan hingga tuntas adalah dengan penerapan syariat kafah dalam bingkai khilafah.
Oleh: Titin Kartini
0 Komentar