Oleh: Siti Rima Sarinah
#Wacana - Demi mendapatkan cuan dengan cara instan, berbondong-bondong para remaja membuat konten di luar nalar manusia. Membuat video yang berbahaya hingga mengorbankan nyawa dilakukan demi konten yang bisa menambah follower hingga konten tersebut menjadi viral. Perbuatan nekat ini menjadi fenomena baru yang marak di media sosial.
Salah satu konten nekat tersebut adalah aksi penghadangan truk. Polresta Bogor mengungkap aksi ini telah ada sejak tahun 2020. Rentang tahun 2020-2022 ada 13 kasus hadang truk dan ditambah satu kasus di awal Januari 2023 kemarin, total jadi 14 kasus. Kasat Lantas Polresta Bogor Kota Kompol Galih Apria mengatakan, kelompok remaja yang kerap menyetop truk yang tengah melaju dikenal dengan sebutan rombongan jamaah liar atau rojali. Aksi bertaruh nyawa dilakukan demi konten itu direkam dan diposting ke media sosial sebagai ajang eksistensi. (detiknews.com, 16/01/2023).
Maraknya aksi hadang truk demi konten yang dilakukan oleh remaja di wilayah Kota Bogor dan sekitarnya, membuat pihak aparat mengeluarkan himbauan kepada orangtua dan seluruh lapisan masyarakat untuk aktif melakukan pengawasan, pencegahan dan pemantauan terhadap anak remaja yang berpotensi menjadi pelaku aksi hadang truk yang sangat membahayakan. Bentuk pengawasan dan pencegahan bisa dimulai dari orangtua, terkait pengawasan penggunaan media sosial oleh anak-anak remaja yang menjadi pemicu mereka membuat konten yang membahayakan jiwa mereka. (rakyatbogor.net, 17/01/2023).
Menghentikan aksi nekat remaja demi konten tidak cukup dengan memberi himbauan semata. Begitupula pengawasan orangtua terhadap penggunaan gadgetpun akan sangat sulit. Sebab, orangtua tidak bersama anak mereka selama full 24 jam, karena mereka juga harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Solusi paling tepat untuk mengatasi persoalan ini adalah melalui sistem pendidikan di sekolah, rumah, lingkungan dan peran negara. Namun sayangnya, sistem pendidikan kapitalis yang diterapkan hari ini hanya berorientasi pada pencapaian materi atau nilai di atas kertas. Sistem yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan, telah gagal membentuk dan mencetak generasi berakhlak mulia dan memahami tujuan hidup yang sebenarnya.
Begitu banyak kerusakan yang mewarnai potret remaja di negeri ini. Dari tawuran, narkoba, gaya hidup liberal hingga membuat konten nekat yang membahayakan jiwa mereka. Sistem pendidikan kapitalis secara tidak langsung berkontribusi terhadap kerusakan generasi. Pasalnya, sistem pendidikan yang diberikan kepada remaja hanya berorientasi materi. Maka wajarlah apabila, hal ini menjadi faktor pemicu para remaja membuat konten demi orientasi materi.
Sistem pendidikan kapitalis telah gagal mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai ajaran Islam. Sebab, sekularisme yang menjadi asas kurikulum telah menyingkirkan peran agama dalam kehidupan. Manusia diberi kebebasan bertingkah laku sesuai keinginan mereka. Sehingga wajar, output sistem pendidikan ini hanya menghasilkan generasi rusak dan hanya mengejar materi sebagai tujuan hidupnya.
Ditambah dengan akses media sosial yang berisi konten-konten nyeleneh, nekat dan berbahaya berseliweran di dunia maya tanpa ada perlindungan dan sanksi oleh negara. Mandulnya peran lembaga sensor sehingga akses kekerasan dan pornografi menjadi menu sehari-hari yang menjadi tontonan mereka sepanjang hari. Mereka bebas melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa ada sanksi tegas oleh negara sebagai langkah preventif dan kuratif.
Hal ini diperparah dengan abainya negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi generasi dari semua hal yang dapat merusak masa depan mereka. Harusnya negara menerapkan seperangkat hukum untuk mencegah perilaku nekat remaja dengan memberikan sanksi, bukan malah sebaliknya membiarkan dan membebaskan remaja membuat konten di luar nalar manusia. Tidak ada edukasi yang diberikan negara kepada remaja agar cerdas dalam menggunakan media sosial. Justru media sosial yang “memperalat” remaja bak robot tanpa ada kendali.
Jika ini dibiarkan kita akan melihat kehancuran generasi bersamaan kehancuran bangsa ini. Sehingga harus ada upaya untuk menyelamatkan generasi yang diakibatkan oleh media sosial, kegagalan sistem pendidikan yang ada dan mandulnya peran negara dalam menjalankan tupoksinya sebagai pengurus urusan rakyat.
Problematika yang terjadi di tengah remaja akan mudah diatasi jika negara hadir menunaikan amanahnya berlandaskan syariat Islam. Karena Islam memiliki aturan komprehensif untuk memberi solusi terhadap persoalan kehidupan, termasuk persoalan remaja. Remaja harus dilihat sebagai aset penting bangsa sehingga harus dijaga, dididik dan dilindungi serta dibekali dengan sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan berbasis akidah Islam, telah terbukti banyak mencetak para ilmuwan, penemu, dan polymath. Mereka bukan hanya mumpuni dalam ilmu umum tetapi juga faqih dalam urusan agama. Akidah menjadi pondasi yang melandasi mereka berbondong-bondong menuntut ilmu agar ilmu tersebut bermanfaat bagi umat dan peradaban dunia. Menuntut ilmu dalam Islam merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Dari ilmu inilah para generasi mendapatkan predikat khoiru ummah atau umat terbaik.
Sistem pendidikan Islam takkan bisa dijalankan dan diterapkan apabila tidak didukung oleh negara dan seperangkat hukumnya. Negara menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk menjamin sistem pendidikan yang berkualitas dirasakan oleh seluruh warga negara. Orientasi pendidikan Islam adalah untuk mengaplikasikan tujuan penciptaan manusia yaitu beribadah demi mendapatkan rida-Nya. Sehingga tidak ada celah sedikitpun yang bisa merusak generasi karena negara siap siaga menutup rapat-rapat baik dari media sosial ataupun yang lainnya. Wallahua’lam
_______________
Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya
Follow kami di
Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/
Website : www.muslimahjakarta.com
Instagram : instagram.com/muslimahjakartaofficial
0 Komentar