Kelancaran Ibadah Haji Berbanding Lurus dengan Amanahnya Penguasa

 




Tuti Taryati (71) salah satu jamaah haji asal Cirebon mengaku mengeluh dengan tingginya biaya penyelenggaraan haji tahun ini. Ia bersama 62.879 jamaah lansia lainnya rencana akan diberangkatkan pada Mei 2023 mendatang.

Namun siapa sangka jika Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang semula berada di kisaran Rp.35 juta naik drastis menjadi Rp.69 juta. Tentu Tuti terkejut menyaksikan berita tersebut. “Untuk

kedepannya entah akan dilanjutkan atau tidak untuk menutupi Rp 40 juta kekurangannya selama beberapa bulan” ujarnya. Sedang ia membuka tabungan haji saja dari uang pensiun yang disisihkan tiap bulan selama beberapa tahun, itupun harus ditambah lagi dengan bantuan dari anak-anaknya (msn.com 21/1/2023). 

Wacana kenaikan biaya haji ini telah diusulkan oleh Menteri Agama, Yaqut Chalil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, 19/1/2023 yang tentunya menuai berbagai respon. Dilansir dari detik.com wakil ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Jawa Barat, Undang Sudrajat menyatakan bahwa wacana ini memantik keresahan di kalangan calon jamaah haji. Para jamaah haji terkejut dengan kenaikan biaya tersebut, karena tidak semua calon jamaah haji berkecukupan secara finansial (22/1/2023).

Walaupun berbagai pengamat menyatakan bahwa kenaikan biaya haji sebesar Rp.40 juta adalah hal yang lumrah disebabkan semua biaya naik dan mahal, namun Dadi Darmadi, pengamat haji, menyatakan bahwa nilai tersebut masih bisa disisir dan diefisiensi kembali. Oleh karenanya butuh waktu dan sosialisasi pada jamaah yang tidak sebentar (republika.co.id 20/1/2023).

Haji dan Indonesia Tempo Dulu

Tidak hanya saat ini, di era kolonial jumlah jamaah haji Indonesia makin tahun makin bertambah. Pertambahan jamaah ini diartikan dua hal di mata penguasa kolonial. Pertama, haji merupakan ancaman yang akan menjatuhkan kekuasaan mereka di Nusantara. Oleh karenanya mereka membuat berbagai aturan, dalam rangka pengetatan pemberangkatan dan kepulangan jamaah. 

Salah satunya adalah dengan menaikkan biaya haji. Pada tahun 1825, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan aturan pada tiap jamaah untuk membayar 110 gulden. Biaya tersebut digunakan untuk berangkat haji dan menggunakan kapal mereka. Dari tahun ke tahun peraturannya pun semakin ketat.  

Kedua, bisnis dibidang pemberangkatan dan kepulangan haji akan menguntungkan pihak Belanda. Pada pertengahan 1858, sebuah kapal uap Inggris muncul di Batavia untuk mengangkut jamaah haji Nusantara. Pengangkutannya dua kali setahun dengan biaya 60 dolar dari Batavia dan 50 dolar dari Padang. Melihat hal itu tentunya pemerintah Belanda ikut serta dalam bisnis yang menjanjikan tersebut. 

Mendudukan Haji Sebagai Ibadah

Haji ke Baitullah merupakan rukun Islam kelima dan hukumnya adalah fardhu ain bagi yang memenuhi syarat dan mampu menunaikannya. Oleh karenanya hal yang logis bila jumlah jamaah dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan seiring bertambahnya pemahaman Islam pada kaum muslimin. 

Ibadah haji mempunyai makna yang sangat dalam. Selain merupakan ibadah mahdhoh, ia juga memiliki makna politis dan syiar Islam. Nilai dan makna ibadah pada aktivitas haji ini kemudian berubah bila penguasa hanya memandangnya sebagai sebuah materi. Tak ubahnya saat pemerintah Hindia Belanda memandang haji, karena prinsip yang mereka pegang sama, yaitu sekulerisme, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. 

Pemerintahan sekuler tidak mempunyai visi yang sama dengan Islam, baik itu sebagai agama maupun sebagai aturan yang menyelesaikan segala masalah kehidupan. Salah satu contohnya pada aktivitas haji ini. 

Sejak dahulu, aktivitas haji dari Nusantara memang bukan amalan yang tidak mudah. Banyak mengeluarkan tenaga, waktu, juga materi. Bila penguasa memandangnya sebagai suatu ibadah, maka tentunya mereka akan mempermudah jalan bagi jamaah yang akan berangkat sampai kepulangannya. Pada dasarnya, jamaah tidak peduli dengan besarnya ongkos yang mereka rogoh dari koceknya, jamaah hanya ingin aktivitas hajinya mabrur dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah swt. 

Oleh karenanya butuh segera akan adanya pemerintahan yang bukan hanya peduli pada kemaslahatan penduduknya, tapi juga dalam menjunjung tinggi syariat Nya. Tidak lain adalah pemerintahan berasaskan akidah, yang dahulu Rasulullah dan para sahabatnya hingga para kholifah menegakkannya. Ialah Khilafah Rasyidah ala min haj nubuwah.

Wallahu’alam 


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar