Khilafah Merupakan Sistem Pemerintahan yang Diwajibkan Syariat

 



Sesungguhnya di antara pemikir Barat sendiri banyak yang mengkritik demokrasi. Seperti Jacques Ranciere dalam bukunya ‘The Hatred of Democracy’ ia katakan bahwa ‘kebencian terhadap demokrasi tentu bukan hal baru, hal itu sama tuanya dengan demokrasi itu sendiri’. (Kritik Terhadap Pemikiran Barat Kapitalis, fikrul Islam, 2022). 

Mereka melihat banyak sekali kecacatan dalam demokrasi. Winston Churchill mantan perdana Menteri Inggris juga pernah mengatakan bahwa ‘Demokrasi adalah sistem pemerintahan paling buruk, tapi tidak ada yang lebih baik dari itu’.

Walaupun mereka melontarkan keburukan terhadap demokrasi, ada juga yang menyatakan bahwa demokrasi adalah yang terbaik. Salah satunya Francis Fukuyama yang pada 1992 dalam bukunya ‘The End of History and The Last Man’ menyatakan bahwa demokrasi merupakan tahap akhir dalam perkembangan ideologi manusia. 

Menurut teori demokrasi, sistem pemerintahan ini memberikan hak yang sama kepada seluruh warga negaranya dalam mengambil keputusan yang akan mengubah kehidupan mereka. Namun pada praktiknya, kekuasaan di alam demokrasi dimiliki oleh segelintir orang. Sekelompok orang ini menguasai penuh segala kebijakan yang ditetapkan sebuah negara. Inilah yang dikatakan saat ini sebagai oligarki. 

Kewajiban Khilafah

Sejurus dengan keburukan, kerakusan dan mahalnya ongkos demokrasi, sesungguhnya terdapat satu sistem pemerintahan sebagai alternatif. Bukan hanya itu, sistem pemerintahan ini merupakan satu-satunya sistem pemerintahan yang datang dari sang Pencipta. Itulah sistem pemerintahan Khilafah yang landasannya adalah syariah. 

Allah Swt telah menurunkan risalah Islam yang ditegakkan di atas landasan keimanan. Islam telah membawa aturan yang paripurna yang mampu menyelesaikan seluruh problem interaksi, mulai dari keluarga, masyarakat hingga negara. Baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan maupun politik. 

Menegakkan aturan tersebut dalam bentuk pemerintah khilafah merupakan fardhu (wajib) bagi seluruh kaum muslimin. Melalaikan kewajiban menegakkannya merupakan perbuatan maksiat terbesar dan Allah Swt akan mengazab pelakunya dengan siksaan yang pedih. 

Dalil-dalil mengenai kewajiban menegakkan khilafah terdapat di Al-qur’an, sunah juga ijma sahabat. Dalam surat Al Maidah, 48, Allah Swt berfirman, “Maka putuskanlah perkara di antara manusia denga apa yang telah diturunkan Allah Swt dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”. 

Dalam surat An Nisa, 59 Allah Swt berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kalian”. Dalam ayat tersebut Allah mewajibkan untuk taat pada pemimpin, pendek kata wujud pemimpin itu harus ada. 

Begitu pula seperti yang diriwayatkan oleh Nafi’ yang berkata, Umar r.a. telah berkata kepadaku, ’Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ”Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah Swt, niscaya ia akan berjumpa dengan Allah Swt di hari kiamat tanpa memiliki hujah dan siapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka matinya seperti mati jahiliyah”. 

Padahal baiat hanya dapat diberikan kepada khalifah bukan yang lain. Dalam hadis tersebut juga menyatakan kewajiban dalam mengangkat seorang khalifah dan bukan dalil untuk berbaiat. Sebab yang dicela oleh Rasulullah saw adalah ketiadaan baiat pada pundak setiap muslim hingga ia berkalang tanah. 

Kemudian Imam Muslim yang telah meriwayatkan dari al A’raj dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah berkata, ’Sesungguhnya seorang imam adalah laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya’. 

Dalam hadis di atas terdapat sifat bagi khalifah sebagai perisai (junnah) dan pelindung (wiqoyah). Sifat yang diberikan oleh Rasulullah merupakan pemberitahuan (ikhbar). Sedangkan dalam pemberitahuan (ikhbar) apabila terdapat celaan, berarti merupakan tuntutan untuk meninggalkan, alias larangan. Sedangkan bila terdapat pujian, hal itu merupakan tuntutan untuk melakukan. 

Perbedaan Khilafah dengan Sistem Pemerintahan Lain

Sistem pemerintahan ini berbeda dengan sistem kerajaan di mana dalamnya berlaku sistem putra mahkota. Dengan kata lain, penguasa dalam hal ini raja, akan mendapatkan kekuasaannya dengan cara warisan. Sedangkan umat tidak memiliki andil dalam pengangkatannya. Sedangkan dalam khilafah tidak ada pewarisan, akan tetapi baiat dari umat lah yang menjadi metode pengangkatan khalifah. 

Sistem pemerintahan khilafah pun berbeda dengan sistem kekaisaran (imperium). Bila dalam imperium memberikan keistimewaan pada pemerintahan pusat dalam hal pemeritahan, harta, maupun perekonomian. Tidak begitu dalam khilafah, yang menyamakan seluruh warga negara dalam hal kesejahteraan ataupun keadilan walau non-muslim sekalipun.

Tidak pula sama dengan sistem federasi. Pada kenyataannya wilayah negara yang terpisah satu sama lain memiliki kemerdekaan sendiri dan mereka dipersatukan dalam pemerintahan (hukum) yang bersifat umum. Sedangkan sistem khilafah adalah sistem kesatuan baik pemerintahan, wilayah juga keuangan. 

Bukan juga serupa dengan republik. Dalam sistem republik, kedaulatan dan kekuasaan di tangan rakyat yang disebut dengan demokrasi. Rakyat pula yang menetapkan undang-undang mengenai apa yang boleh dan tidak boleh. Kemudian, pemerintahan berada di tangan presiden dan para menterinya. Sedangkan dalam sistem khilafah, kewenangan dalam menetapkan hukum adalah berlandaskan syariat, tanpa campur tangan manusia. 

Khilafah adalah sistem kehidupan paripurna yang dapat menyelesaikan segala masalah manusia. Oleh karenanya, satu-satunya yang layak diperjuangkan hari ini adalah tegaknya kembali khilafah ala Minhaj nubuwah.

Wallahualam.


Oleh Ruruh Hapsari


Posting Komentar

0 Komentar