Mendudukan Perkara Pernikahan Dini dalam Tatana Kehidupan Bermasyarakat


Oleh Karina Fitriani Fatimah
(Alumnus of master degree of applied computer science, Albert-Ludwigs- Universität Freiburg, Germany)
#Telaah Utama- Ngeri! Pengadilan Agama (PA) Ponorogo menerima 191 permohonan anak menikah dini selama 2022. Sebagian besar alasan dispensasi nikah dikarenakan anak hamil duluan dan melahirkan dengan lebih dari 60% kasus (115 perkara) dispensasi nikah dengan alasan hamil dan 10 perkara diantaranya karena melahirkan. Sedangkan sisanya karena sudah berpacaran dan lebih memilih menikah daripada melanjutkan sekolah. Dari total 191 permohonan dispensasi nikah yang masuk, rentang usia anak terbanyak yang mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah 15-19 tahun sebanyak 184 perkara dan sisanya di bawah 15 tahun sebanyak 7 perkara.
Menanggapi fenomena tersebut wakil ketua Pengadilan Agama (PA) Ponorogo Ali Hamdi mencoba “membela diri” dengan menyatakan bahwa kasus ini tidak sepatutnya dilihat hanya dari sisi banyaknya angka kasus hamil di luar pernikahan. Karena menurutnya ada banyak calon pengantin yang mengajukan dispensasi pernikahan akibat dorongan budaya dari dua pihak orangtua, dimana kedua calon mempelai sudah putus sekolah. Tak cuma itu, Ali menyebut masyarakat juga masih belum tersosialisasikan Undang-undang Perkawinan yang baru, yang mengharuskan minimal usia pernikahan 19 tahun (cnnindonesia.com, 14/01/2023). Sehingga tidak semua pemohon dispensasi masih berstatus pelajar, sebagian sudah lulus setingkat sekolah menengah atas.
Lebih dari itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga, menyoroti kasus dispensasi menikah dini atau kawin anak akan banyak memberikan dampak negatif bagi generasi muda. Dari aspek pendidikan, perkawinan dini dianggap memicu tingginya angka putus sekolah. Dari sisi kesehatan, pernikahan dini kian meningkatkan kasus kematian ibu melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan malnutrisi anak. Sedangkan dari sisi ekonomi, anak yang menikah usia dini terpaksa harus bekerja dengan upah rendah karena minim pendidikan dan pengalaman. Hal ini kemudian dikaitkan dengan tingkat kemiskinan ekstrim yang kian berkelanjutan bagi para pekerja anak. Belum lagi “ketidaksiapan” fisik dan mental anak merentankan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Dari sini kita dapat melihat bagaimana alam kapitalis beranggapan bahwa pernikahan pada usia dini hanya akan memunculkan masalah berkelanjutan yang tidak hanya berdampak pada aspek sosial budaya masyarakat, tetapi sampai kepada goyahnya aspek kesehatan dan ekonomi rakyat. Lebih jauh pernikahan pada anak usia di bawah 19 tahun disebut-sebut sebagai biang kerok tingginya tingkat kemiskinan ekstrim dan menjadi benih merebaknya angka KDRT di tanah air. Maka wajar jika kemudian penguasa memberlakukan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan sebagai pengganti Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengharuskan usia minimal menikah 19 tahun. Namun tepatkah tudingan miring para pegiat kapitalis dalam perkara pernikahan dini?
Jika kita menilik kasus pernikahan dini dikarenakan oleh Marriage by Accident (MBA), tentulah yang perlu dicermati justru akar masalah perkara tersebut. Dengan merebaknya aktivitas zina di kalangan masyarakat yang banyak dilakoni oleh kaum pelajar negeri ini, tentulah menjadikan angka kasus hamil di luar pernikahan kian meningkat pula. Apalagi hukum sekular liberal negeri ini memandang bahwa aktivitas zina bukanlah suatu tindakan kriminal yang dapat diperkarakan ke pengadilan jika didasari atas rasa suka sama suka, tanpa paksaan dan tidak adanya pengaduan dari pihak lain sebagaimana tercantum dalam KUHP teranyar. Sehingga wajar jika masyarakat justru mencari solusi lain melalui pendekatan “kekeluargaan”, semisal menikahkan pasangan zina yang dimana wanitanya telah mengandung untuk menghindari cemoohan penduduk sekitar. Padahal solusi semacam ini tetap saja tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada, malah justru seakan-akan menjadi pelegalan bagi remaja untuk melakukan seks bebas.
Belum lagi dengan kendornya pengawasan orang tua terutama para orang tua pekerja, menjadikan pendidikan anak di dalam rumah menjadi terabaikan dan justru digantikan perannya oleh keberadaan gadget dan media. Padahal kini kian menjamur tontonan di televisi yang bertemakan remaja, yang nyatanya justru berisikan propaganda untuk melegalkan aktivitas mendekati zina dan justru menjadikan kehidupan seks bebas menjadi fenomena sehari-hari di tengah-tengah generasi muda. Diperparah dengan semakin gencarnya kampanye ide-ide kebebasan, termasuk di dalamnya kebebasan hak bereproduksi, yang diusung dan didukung oleh media baik itu media cetak ataupun digital. Bahkan untuk aktivitas laknat semacam L98TQI+ pun mulai banyak opini yang mengarahkan pada kebolehan kaum sodom tumbuh subur di masyarakat atas nama kebebasan berperilaku.
Ironisnya sistem pendidikan sekular negeri ini kian menjerumuskan kaum kawula muda dalam kehidupan materialistis-hedonis-apatis. Dengan bergesernya fokus pendidikan Indonesia dari mencetak generasi muda yang beriman dan bertakwa disertai dengan akhlak mulia, menjadi anak-anak yang hanya perduli pada nilai, tingkat manfaat dan kepuasan materi belaka. Minimnya pondasi akidah umat baik yang diberikan di rumah maupun sekolah, ditambah dengan kian gencarnya narasi moderasi beragama dan hidup bebas membuat para pemuda kehilangan visi misi hidup yang benar dan hanya fokus pada pemenuhan birahi dan syahwat.
Sedangkan dampak pernikahan dini bagi perekonomian negeri, tentu saja perlu pendalaman lebih lanjut. Secara nyata kita melihat betapa nelangsanya kondisi perekonomian rakyat dengan penerapan sistem ekonomi kapitalis yang tidak berpihak pada rakyat banyak dan hanya memenuhi kepuasan kaum korporat. Ketidakberpihakan sistem ekonomi kapitalis pada distribusi kekayaan masyarakat kecil membuat banyak pelajar negeri ini yang terpaksa harus putus sekolah dan menyambung hidup dengan bekerja. Lebih jauh tidak sedikit para ibu yang kemudian memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri yang justru mengorbankan pendidikan anak di dalam rumah. Maka dari sini jelas saja biang kerok tingginya tingkat kemiskinan ekstrim negeri ini bukan berasal dari merebaknya angka pernikahan dini, melainkan karena diberlakukannya sistem perekonomian kapitalis yang tidak memberikan kesejahteraan pada kehidupan umat.
Dari sini kita melihat bagaimana bobroknya kehidupan umat baik pada level kehidupan berkeluarga, masyarakat hingga bernegara justru disebabkan oleh penerapan sistem kehidupan kapitalis-liberal saat ini. Dimana penerapan akidah yang benar baik di dalam rumah maupun sekolah bagi generasi muda tidak terealisasi, yang pada akhirnya memunculkan banyak permasalahan termasuk di dalamnya kehidupan seks bebas. Dan lemahnya perekonomian kapitalis menjadikan peran ibu sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak hilang, yang tidak sedikit pula memaksa anak-anak ikut membanting tulang guna mengais rezeki. Ditambah dengan rezim yang berlepas tangan dalam permasalahan remaja dan hanya menyalahkan fenomena pernikahan dini, menjadikan penguasa hanya fokus membuat kebijakan-kebijakan yang sebetulnya tidak menyentuh akar permasalahan umat.
Padahal pernikahan “dini” yang didasari dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan RasulNya, disertai dengan pengetahuan yang cukup tentang sistem pergaulan Islam bisa menjadi solusi praktis menghilangkan kehidupan seks bebas. Bahkan pernikahan “dini” yang selama ini dikambinghitamkan sistem kapitalis-liberal, jika disertai pondasi agama (Islam) yang kuat dan dijalankan oleh generasi muda yang taat pada Islam kafah, justru akan memunculkan generasi-generasi gemilang yang mampu meninggikan derajat umat. Bersama dengan sistem pendidikan Islam yang memfokuskan programnya pada pembangunan kepribadian individu berasaskan Alquran dan assunnah, akan membentuk pribadi-pribadi yang kuat dan terhindar dari perilaku maksiat. Bahkan sistem sosial budaya Islam yang bersinergi dengan keadilan dalam sistem ekonomi Islam akan mampu menjamin kesejahteraan dan keharmonisan kehidupaan umat yang tentu saja dapat memaksimalkan seluruh potensi generasi muda.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

_____


Yuk raih amal shalih dengan menyebarkan postingan ini sebanyak-banyaknya


Follow kami di


Facebook : https://www.facebook.com/Muslimah-Jakarta-Reborn-111815451296281/

Website : www.muslimahjakarta.com

Posting Komentar

0 Komentar